• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Landasan Teori

a. Pengertian Lanjut Usia

Menurut Ernawati lansia adalah orang yang berusia 50 tahun atau lebih Lansia merupakan kelompok orang lanjut usia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Menurut BKKBN 1998, penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan rentan terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Secara ekonomi lansia dianggap sebagai beban sumber daya. Saparinah (1983) berpendapat bahwa lansia merupakan kelompok umur yang mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah kelompok orang yang berumur lebih dari 50 tahun yang secara fisiologis mengalami kemunduran baik dari segi biologis, ekonomi maupun sosial secara bertahap hingga akhirnya sampai pada kematian.

Proses menua merupakan proses yang normal terjadi pada setiap manusia dan bukan merupakan suatu penyakit. Penuaan juga dapat didefenisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Penuaan merupakan proses ilmiah yang terjadi secara terus-

menerus dalam kehidupan yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan anatomik, fisiologik dan biomekanis dalam sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel, jaringan dan organ tubuh.

Berdasarkan kelompok usia, lanjut usia menurut DEPKES RI dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Kelompok usia dalam masavirilitas (45-54 tahun), merupakan kelompok yang berada dalam keluarga dan masyarakat luas.

2. Kelompok usia dalam masa prasenium (55-64 tahun), merupakan kelompok yang berada dalam keluarga, organisasi usia lanjut dan masyarakat pada umumnya.

3. Kelompok usia masa senecrus (> 65 tahun), merupakan kelompok yang umumnya hidup sendiri, terpencil, hidup dalam panti, penderita penyakit berat.

Menurut WHO Lansia dapat dibagi atas Middle aged antara 45-59 tahun, Elderly antara 60-74 tahun, Aged 75 tahun atau lebih. Sementara itu, menurut Pathy(1985) Lansia dapat dikelompokkan atas Young elderly antara 65-75 tahun dan Oldelderly 75 tahun keatas.

b. Teori-Teori Proses Menua

Proses menua melibatkan berbagai sistem di dalam tubuh yang akan mengakibatkan berkurangnya fungsi sistem-sistem tersebut. Hal ini dapat dijelaskan melalui teori-teori meliputi :

1). Teori Nutritional Component

Teori ini menjelaskan bahwa makanan memegang peranan penting dalam proses penuaan. Kekurangan makanan menyebabkan kerusakan dan

terbatasnya regenerasi sel. Diet memegang peranan penting dari beberapa penyakit degenerasi yang menyertai proses penuaan.

2). Teori Sintesa Protein

Proses penuaan disebabkan karena gangguan mekanisme sintesa protein. Tahapan sintesa protein dipengaruhi oleh aktivitas enzim . Perubahan aktivitas enzim menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein abnormal.

3). Teori Molekul Radikal Bebas

Adanya fragmen molekul yang disebut radikal bebas yang bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh pada membran sel untuk membentuk produk peroksidasi. Keadaan tersebut akan menghalangi keluar masuknya zat makanan melalui membran sel sehingga mempercepat kematian sel.

4). Teori Imunologi

Proses penuaan disebabkan kerusakan secara perlahan pada proses imunologis. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya sintesa antibodi dalam tubuh dan pembentukan antibodi.

5). Teori Genetika

Kegagalan regulasi genetik menyebabkan menurunnya fungsi genetika pada usia lanjut. Hal tersebut sebagai akibat dari tidak cukupnya perbaikan DNA yang rusak secara spontan, mutasi dalam sel somatik dan besarnya kesalahan dari DNA sendiri error catasthrope.

6). Teori Stochastik

Teori ini merumuskan penuaan disebabkan oleh penimbunan sisa-sisa dari lingkungan. Sebagai contoh paling spesifik dari teori ini adalah mutasi

somatik dan kesalahan (error). Mutasi somatik, disebabkan oleh radiasi dan kemungkinan bahan-bahan radioaktif yang tertimbun. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan mensintesis protein, kegagalan fungsi dan berakhir dengan kematian. Perubahan molekul protein selama penuaan tidak langsung jelas pada umur, tergantung dari kesalahan sintesis protein, adanya akumulasi perubahan molekul protein fungsional (akibat kesalahan mensintesis protein karena terjadinya mutasi tersebut). Inilah yang mungkin dapat merusak kapasitas fisiologi dari jaringan atau sel yang menua.

7). Teori Cross Linking Colagen-Elastin

Teori ini didasari pada adanya saling silang dalam makromolekul, terutama kolagen dan elastin. Matrik molekul ini menyusun tubuh sebanyak 20% dari berat badan manusia. Peristiwa saling silang ini akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Yang mendasari teori ini adalah adanya saling silang kolagen, menjadi elastin sehingga terjadi kemungkinan simplistik yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan proses fisiologis vital pada matrik kolagen. Saling silang merupakan suatu proses pematangan, dimana bertambahnya jumlah elastin pada beberapa tempat tertentu akan berperan untuk memperbaiki fungsi, sementara di tempat lain dapat mengurangi fungsi.

2. Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada

populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002)

b. Klasifikasi Hipertensi 1). Berdasarkan penyebab

Dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :

Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999).

Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).

2). Berdasarkan bentuk hipertensi

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.

Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut. (Gunawan, 2001)

c. Etiologi hipertensi

Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak menimbulkan hipertensi (Astawan,2002)

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik ( Amir, 2002).

Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup. (Hayens, 2003)

d. Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2001).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi ( Dekker, 1996 )

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2001).

e. Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).

Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).

f. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Faktor resiko hipertensi meliputi :

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005). Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause (Depkes@gmail.com)

Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).

Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi ( Astawan,2002 )

Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).

Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000).

Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20% (Wiryowidagdo, 2004).

Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berkebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi (Wijayakusuma, 2000).

Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).

Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuat beraktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Amir, 2002).

Stress juga sangat erat memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001).

g. Komplikasi Hipertensi

1) Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006).

2) Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000). 3) Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).

4) Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir, 2002)

5) Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).

h. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sress, olahraga, dan istirahat (Amir, 2002).

Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekana darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan, disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secara optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat (Santoso, 2001).

Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker .Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol . Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon –hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium.Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.

Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekanan darah, yakni : diet rendah garam,

diet rendah kolesterol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan (Astawan, 2002).

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001).

Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. (Hayens, 2003).

Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu : kolesterol, trigeserida, dan pospolipid. Tubuh memperoleh kolesterol dari makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolesterol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolesterol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002).

Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan

Dokumen terkait