• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Lebah Madu

Lebah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang hidup soliter dan yang hidup berkoloni. Lebah madu termasuk serangga sosial yang hidup berkoloni. Setiap lebah mempunyai tugas khusus yang sangat penting bagi kelangsungan hidup koloninya. Di dalam sebuah sarang, koloni itu terdiri atas tiga anggota masyarakat lebah, yaitu seekor lebah ratu, ratusan lebah jantan, dan ribuan lebah pekerja.13

Klasifikasi lebah sosial13 Divisio : Arthropoda Subdivisio : Mandibulata Classis : Insecta (Hexapoda) Ordo : Nymenoptera Genus : Apidae

Species : Apis indica, Apis mellifica, Apis dorsata, dan Apis trigona

2.1.2 Jenis-Jenis Lebah Madu

Jenis lebah madu yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia ada empat jenis, yaitu Apis indica, Apis mellifica (disebut juga Apis mellifera), Apis dorsata, dan Apis trigona. Dari keempajenis lebah madu tersebut yang banyak dipelihara/diternakkan oleh masyarakat adalah Apis indica dan

Apis mellifera.14

Apis indica umumnya dikenal sebagai lebah unduan, lebah

lalat, tawon laler (bahasa jawa), lebah gula, lebah sirup atau lebah kecil.14 Lebah jantan berpantat tumpul dan tidak bersengat, warna

tubuhnya hitam, panjangnya 1.3 cm. Lebah pekerja berpantat runcing dan bersengat, warna tubuhnya hitam dengan strip kuning, panjangnya 1.1 cm. Lebah ratu berbadan panjang dan besar, berpantat runcing dan bersengat, berwarna kelabu sampai hitam, panjangnya 1.5 cm.13 Produksi madunya tidak begitu banyak, yaitu sekitar 6-12 kilogram setiap tahun untuk satu koloni.14 Apis indica ini secara alami paling luas penyebarannya di dunia. Ia tersebar di Asia Selatan (India, Pakistan, Srilangka) dan Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Filipina), selanjutnya ke Cina dan Jepang.13

Apis mellifera sering juga disebut lebah Italia, lebah impor

Australia, lebah madu Internasional, lebah Selandia Baru atau lebah Melli.14 Lebah madu ini aslinya berasal dari daerah subtropis, yaitu Benua Eropa. Ukurannya 1¼ kali lebih besar daripada lebah madu tropika Apis indica, yaitu panjang lebah ratu sekitar 1.9 cm, lebah jantan sekitar 1.65 cm, dan lebah pekerja sekitar 1.35 cm. Ciri khas lebah madu Eropa ini adalah memiliki gelang berwarna kuning di belakang abdomen, warna tubuh bervariasi dari coklat gelap sampai kuning hitam.13 Lebah ini cukup mudah untuk diternakkan dan produksi madunya cukup tinggi, yaitu sekitar 30-60 kg per tahun untuk setiap koloni. Lebah ini banyak diternakkan oleh pemerintah (Dinas Kehutanan/Perum Perhutani) dan perusahaan-perusahaan swasta.14

2.1.3 Definisi dan Proses Pembuatan Madu

Madu adalah zat manis yang dihasilkan oleh lebah madu, berasal dari nektar bunga yang berkembang atau dari sekresi tanaman yang dikumpulkan oleh lebah madu, kemudian diubah bentuk dan dikombinasikan dengan zat khusus yang ada pada tubuh lebah, selanjutnya disimpan hingga masak di dalam sel-sel madu.1

Madu dibuat oleh lebah yang bahan bakunya diambil dari nektar yang diproduksi bunga, kadang-kadang madu juga diproduksi dari honey dew, yaitu cairan hasil ekskresi serangga yang terdapat pada jaringan floem. Ekskresi tersebut mengandung gula sehingga menarik lebah untuk mengumpulkannya.15

Lebah dewasa menghisap nektar dengan belalainya. Kontak terjadi antara nektar dengan cairan saliva lebah yang mengandung enzim-enzim hidrolase yang berakibat terjadinya pemecahan gula. Di dalam kantung madu (honey sack) terjadi pengurangan kandungan air hingga mencapai kadar air kira-kira 40%.16

Tahap selanjutnya adalah pematangan madu yang terjadi dalam sarang lebah. Selama pematangan ini nektar terinversi berada di dalam sel madu yang masih terbuka. Sementara proses inversi lanjutan berlangsung terjadi pula penurunan kadar air, karena adanya perbedaan tekanan uap air antara cairan bakal madu dengan udara luar. Hal ini berlangsung terus dengan kipasan sayap

Gambar 2.1 Lebah Apis mellifera

lebah yang dapat mengatur kelembaban udara sampai didapatkan kadar air sekitar 20%.16

Nektar adalah cairan yang kandungan utamanya terdiri dari berbagai macam gula. Senyawa lain adalah senyawa bernitrogen, berbagai mineral, vitamin, asam organik, pigmen dan sedikit zat beraroma.17

Proses pembentukan madu dari nektar terdiri dari empat tahap yaitu : (a) pengumpulan nektar dari tumbuhan oleh lebah madu, (b) pengubahan nektar menjadi gula invert, (c) pengurangan kadar air dan (d) pematangan madu.18

2.1.4 Jenis-Jenis Madu19

Karakteristik madu disesuaikan dengan sumber nektarnya yaitu flora, ekstra flora, dan madu embun. Dikenal pula madu monoflora yang artinya berasal dari satu tumbuhan utama dan poliflora/multiflora yaitu berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Madu yang berasal dari satu jenis bunga dinamakan berdasarkan sumber nektarnya misalnya madu bunga matahari, madu kelengkeng, dan madu jeruk.

Madu monoflora mempunyai wangi, warna, dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu poliflora/multiflora dapat dinamakan sesuai dengan lokasi tempat madu dikumpulkan misalnya madu Sumbawa, madu Bangka, atau madu Timor.

Madu juga dapat dicirikan sesuai letak geografis di mana madu tersebut diproduksi. Misalnya madu Timur jauh, Bashkirian, Yaman, Cina, Selandia Baru, dan lain-lain. Jenis madu berdasarkan teknologi perolehannya dibagi menjadi madu peras (strained

honey) dan madu ekstraksi. Madu peras merupakan madu yang

diperas langsung dari sarangnya. Madu ekstraksi adalah madu yang didapat dari proses sentrifugasi.

2.1.5 Komposisi Madu A. Kadar Air

Kadar air dalam madu secara langsung menentukan kualitas madu, jika kadar air tinggi kualitas madu rendah. Adapun kadar air dalam madu dipengaruhi oleh iklim, pengelolaan saat panen, dan jenis nektar/cairan manis yang dikumpulkan lebah.20

B. Karbohidrat

Karbohidrat dalam bentuk gula adalah komponen utama madu, membentuk sekitar 95% madu berdasarkan bobot kering.21 Gula utama yang terdapat dalam madu adalah fruktosa (38%), glukosa (31%), maltosa (7.2%), dan sukrosa (1.5%) dan dalam bentuk lain (1.5%).22 Konsentrasi gula yang tinggi ini menyebabkan osmolaritas tinggi, yang menghambat pertumbuhan mikroba.23

C. Asam Organik

Madu mengandung banyak asam organik dengan nilai pH 3.5-5.5.18 Terdapat 30 macam asam organik dalam madu.24 Asam organik yang secara umum terdapat dalam madu adalah asam glikonat, asam asetat, asam sitrat, asam laktat, asam suksinat, dan asam format.25 Asam glikonat merupakan hasil dari aksi

glucose-oxidase lebah pada glukosa nektar.26

D. Enzim

Kandungan enzim dalam madu terdiri dari invertase, amilase, glukosa oksidase, katalase, dan asam fosfatase. Invertase berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Amilase berfungsi menghidrolisis pati menjadi dekstrin atau gula. Glukosa oksidase berfungsi mengubah glukosa menjadi glukonolakton yang dapat membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida. Katalase berfungsi mengubah peroksida menjadi air dan oksigen. Asam fosfatase berfungsi memindahkan fosfat anorganik dari fosfat organik.27

2.1.6 Antibakteri pada Madu

White (1975) melaporkan bahwa aktivitas antibiotika yang ditemukan dalam madu ditentukan oleh tiga sistem. Ketiga sistem tersebut adalah keasaman, tekanan osmosis dan substrat inhibitor.2 Faktor-faktor penentu tersebut berkerja sendiri-sendiri ataupun bersamaan mengurangi kehadiran atau pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme kontaminan.3

A. Tekanan Osmosis

Pada dasarnya madu merupakan larutan lewat/sangat jenuh

(supersaturated) dari karbohidrat, sehingga dikatakan medium

hiperosmotik. Jika organisme bersel satu masuk ke dalam medium ini, perbedaan tekanan osmosis yang sangat besar mengakibatkan mikroorganisme kehilangan cairan karena proses osmosis. Hal ini membuat mikroorganisme tersebut akan mati.5

B. Keasaman

Secara umum madu memiliki pH rata-rata 3,9 dengan rentang antara 3,4 – 6,1 dan kandungan asam 0,57% dengan rentang 0,17-1,17% terutama asam glukonat. Nilai pH madu yang cukup rendah ini disebabkan oleh beberapa kandungan asam organik yang terdapat dalam madu.2 Total asam dalam madu berjumlah sedikit, tetapi dapat mempengaruhi kestabilan madu terhadap mikroorganisme. Asam glukonat adalah asam yang utama dalam madu, dihasilkan oleh dekstrosa melalui kerja enzim yang ditemukan dalam madu, enzim ini dikenal sebagai glukosa oksidase.28

Beberapa ahli berpendapat bahwa pada hakikatnya keasaman tidak penting terhadap daya antibakteri madu, tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa keasaman tidak mempengaruhi antibakteri madu. White (1992) melaporkan bahwa dari 540 contoh yang diteliti rataan pH madu adalah3,9 dengan Antara

3,2 -4,5. Derajat keasaman ini sendiri akan mencegah sebagian besar bakteri patogen.20

C. Substrat Inhibitor/Antibakteri

Beberapa senyawa yang dilaporkan sebagai antibakteri dalam madu antara lain : inhibine (peroksida), pinosembrin, senyawa terpen, benzyl alcohol, asam siringat (asam 3,5-dimetoksi-4-hidroksibenzoat), metil 3,5-dimetoksi-4-hidroksibenzoat (metil siringat), asam 3,4,5-trimetitoksibenzoat, asam hidroksi-3-fenilpropionat, asam 2-hidroksibenzoat,dan 1,4-dihidroksibenzena.29

Terdapat dua sorotan utama terhadap bahan antibakteri pada madu yang sering disebut, yaitu inhibine dan

non-inhibine. Senyawa pertama sensitif terhadap panas dan cahaya

yang berasal dari peroksida (H2O2) yang dihasilkan oleh enzim glukosa oksidase.2,20 Senyawa inhibine ini diyakini oleh beberapa ilmuwan sebagai senyawa utama penyebab antibakteri pada madu.2

Beberapa peneliti lain menemukan bahwa senyawa non-peroksidalah yang lebih berperan terhadap antibakteri dalam madu. Aktivitas antibakteri non-peroksida dapat tahan terhadap panas dan cahaya dan tetap ada setelah penyimpanan dalam waktu yang lama.30

Bogdanov (1989) melaporkan senyawa antibakteri madu berasal dari flavonoid.31 Jenis-jenis flavonoid yang terdapat dalam madu diantaranya adalah myricetin, tricetin, quercetin, luteolin, quercetin-3-methyl ether, kaempferol, pinobankins, genkwanin, isorhamnetin, benzoic acid, ferulic acid, galangin,

pinocembrin, protocatechuic, dan lain-lain.32

Flavonoid dapat merusak membran sel dengan cara menghambat sintesis makromolekul.33 Flavonoid juga dapat mendepolarisasi membran sel dan menghambat sistesis DNA. RNA. maupun protein yang sudah diobservasi pada S.aureus.33

Selain itu flavonoid juga dapat menghambat fungsi membran sitoplasma dan menghambat metabolisme energi pada bakteri.34

2.1.7 Morfologi dan Klasifikasi Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan bakteri berbentuk batang,

berukuran 0,7-1,5 μm x 2,0-5,0 μm, bersifat Gram negatif sehingga memilki komponen outer layer (lapisan luar) yang tersusun dari LPS (lipopolisakarida) dan dapat berfungsi sebagai endotoksin, bergerak dengan flagel peritrik, dan tidak membentuk spora. Pada media MacConkey membentuk koloni transparan karena bakteri tidak memfermentasikan laktosa, dengan diameter koloni 2-4 mm. Selain itu bakteri Salmonella typhi juga memiliki pili atau fimbriae yang berfungsi untuk adesi pada sel host yang terinfeksi.8

Berdasarkan kebutuhan oksigen, Salmonella typhi merupakan bakteri yang bersifat fakultatif anaerob.8 Salmonella

typhi tumbuh optimum pada suhu 37°C dengan pH antara 6-8.

Salmonella typhi dapat hidup di alam bebas seperti di dalam air, es,

sampah dan debu hingga beberapa minggu.12

Gambar 2.2 Pewarnaan flagel Salmonella typhi

2.1.8 Struktur Antigen Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan bakteri enterik yang bersifat

Gram negatif, memiliki antigen permukaan yang cukup kompleks. Antigen tersebut mempunyai peran penting dalam proses patogenitas, selain itu juga berperan dalam proses terjadinya respon imun pada individu yang terinfeksi. Antigen permukaan tersebut terdiri dari antigen flagel (antigen H), antigen somatik (antigen O), dan antigen kapsul atau antigen K (antigen Vi).8

Antigen O disebut juga sebagai antigen dinding sel karena antigen tersebut merupakan bagian outer layer dari dinding sel bakteri Gram negatif. Antigen O tersusun dari LPS (lipopolisakarida) yang berfungsi pula sebagai endotoksin, resisten terhadap pemanasan 100°C, alkohol dan asam, reaksi aglutinasinya berbentuk butir pasir.8

Antigen H atau antigen flagel terdiri dari suatu protein yang dikode oleh gen flg yang berada pada lokus fliC. Antigen H bersifat termolabil dan dapat dirusak oleh alkohol, pemanasan pada suhu di atas 60°C dan asam, dimana pada reaksi aglutinasinya berbentuk butir-butir pasir yang hilang bila dikocok. Antigen H terdiri dari 2 fase yaitu antigen H fase 1 (H1) dan antigen H fase 2 (H2) sehingga dapat dijumpai Salmonella typhi serovar H1 dan

Salmonella typhi serovar H2. Antigen H1 sendiri terdiri dari H1-d

dan H1-j sehingga dapat dijumpai pula Salmonella typhi serovar H1-d yang tersebar luas di seluruh dunia dan Salmonella typhi serovar H-j yang hanya dijumpai di Indonesia. Strain bakteri

Salmonella typhi serovar H-j bersifat kurang invasif apabila

dibandingkan dengan Salmonella typhi serovar H-d.35

Antigen Vi atau antigen kapsul terdiri dari polimer polisakarida dan bersifat asam. Antigen Vi berfungsi sebagai antiopsonik dan antifagositik. Ekspresi antigen tersebut dikode oleh gen tviA yang berada dalam lokus via B. Tidak semua strain

rusak oleh pemanasan selama 1 jam pada suhu 60°C, penambahan fenol dan asam, dimana pada reaksi aglutinasinya berbentuk seperti awan.8

2.1.9 Epidemiologi Demam Tifoid dan Patogenesis Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan bakteri penyebab demam

tifoid. Demam tifoid terjadi di seluruh dunia, khususnya pada negara berkembang yang memiliki kondisi sanitasi buruk. Demam tifoid bersifat endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Caribbean, dan Oceania, tetapi 80% kasus datang dari Banglades, China, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan, atau Vietnam.37 Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan kematian antara 0,6-5%.12

Patogenesis Salmonella typhi

Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui

makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut. Sebagian bakteri mati dalam lambung dan sebagian lagi berhasil lewat dan masuk ke usus halus.38 Salmonella typhi memasuki sistem host (pejamu) terutama melalui ileum distal. Mereka memiliki fimbriae khusus yang mengikuti epitel yang berada disekitar plakat Peyer, kemudian mereka menempel pada epitel tersebut.39 Setelah itu bakteri ini menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia bakteri ini di fagosit oleh makrofag.

Salmonella typhi memiliki antigen kapsular Vi yang menutupi

PAMPs (pathogen-associated molecular pattern) sehingga dapat menghindari sel imun mengenali bakteri tersebut.40 Salmonella

typhi dapat menggunakan sistem selular makrofag untuk reproduksi

mereka.41

melalui duktus torasikus bakteri yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah.38 Ketika bakteri ini terus bermultiplikasi dan mencapai densitas kritikal, bakteri ini memicu makrofag untuk apoptosis, lalu keluar ke aliran darah untuk kemudian menginvasi organ-organ tubuh.42 Bakteri kemudian menginfeksi kantung empedu. Hasilnya adalah organisme masuk kembali ke saluran gastrointestinal dalam empedu dan menginfeksi kembali plakat peyer. Bakteri yang tidak menginfeksi host (pejamu) kembali biasanya berada dalam tinja dan bisa menginfeksi host (pejamu) lain.42, 43

Orang yang membawa bakteri namun tidak menimbulkan gejala (asimtomatik) disebut karier. Karier kronis bertanggung jawab terhadap banyaknya transmisi organisme. Ketika asimtomatik, mereka dapat terus mengeluarkan bakteri dalam tinja mereka selama beberapa dekade. Organisme tersebut mengisolir

(sequestrasi) diri mereka dalam batu empedu atau epitel kantung

empedu atau mungkin intraseluler, dalam epitel itu sendiri.44 Bakteri yang diekskresikan oleh karier sendiri dapat memiliki berbagai genotipe, sehingga sulit untuk melacak wabah asalnya.45

2.1.10 Gejala Klinis Demam Tifoid12

Kumpulan gejala-gejala klinis demam tifoid disebut sindrom demam tifoid. Beberapa gejala klinis pada demam tifoid yang sering muncul diantaranya :

a. Demam

Demam merupakan gejala utama demam tifoid. Pada awal sakit demam kebanyakan samar-samar, selanjutnya suhu tubuh sering naik turun. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari ke hari demam semakin tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala yang sering dirasakan di daerah frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu kedua

Gambar 2.3 Patogenesis Salmonella typhi

(demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal pada akhir minggu ketiga. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.

b. Gangguan Saluran Pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap akibat demam yang lama. Bibir kering dan kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih (coated tongue atau selaput putih), ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor, dan pada penderita anak jarang ditemukan. Umumnya penderita sering mengeluhkan nyeri perut, khususnya di daerah epigastrium (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare.

c. Gangguan Kesadaran

Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemukan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (tifoid). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dengan koma atau gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan toksisk, gejala delirium lebih menonjol.

d. Hepatosplenomegali

Hati dan limpa, sering ditemukan membesar. Hati teraba kenyal dan nyeri tekan.

e. Bradikardia relatif dan gejala lain

Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaaan yang sulit dilakukan. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan adalah rose spot yang biasanya ditemukan di regio

abdomen atas, serta gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot pada anak jarang ditemukan, lebih sering ditemukan epistaksis.

2.1.11 Mekanisme Kerja Antibakteri46

Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri. Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dibagi menjadi dua, yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Bakteriostatik adalah zat anti bakteri yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri, namun tidak mematikan. Bakteriosida adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas membunuh bakteri. Mekanisme kerja antibakteri dibagi menjadi empat, yaitu:

A. Menghambat sintesis dinding sel

Bakteri memiliki lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel. Dinding sel menjaga bentuk dan ukuran mikroorganisme, yang memiliki tekanan osmosis internal yang tinggi. Kerusakan pada dinding sel (contohnya oleh lisozim) atau inhibisi dari pembentukannya akan menyebabkan lisisnya sel. Contoh antibakteri dengan mekanisme kerja ini adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, basitrasin, sikloserin, dan ampisilin. B. Menghambat fungsi membran sel

Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berfungsi sebagai sawar permeabilitas yang selektif, melakukan transport aktif, sehingga mengontrol komposisi di dalam sel. Jika integritas dari membran plasma terganggu, makromolekul dan ion akan keluar dari sel, menyebabkan kerusakan atau kematian sel. Contoh antibakteri dengan mekanisme ini adalah amfoterisin B, kolistin, poimiksin, imidazole, dan polien.

C. Menghambat sintesis protein

memiliki ribosom 70S yang terdiri dari 2 sub unit, yaitu 30S dan 50S. Gangguan pada sub unit ribosom tersebut dapat mengganggu proses sintesis protein. Contoh antibakteri dengan mekanisme ini adalah eritromisin, linkomisin, aminoglikosida, dan kloramfenikol.

D. Menghambat sintesis asam nukleat

Contoh obat yang bekerja dengan mekanisme ini adalah kuinolon, primetamin, rifampin, sulfonamid, trimethoprim, dan trimetrexate. Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri dengan berikatan kuat dengan RNA polimerase bakteri sehingga menghambat sintesis RNA bakteri. Golongan kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA bakteri dengan menghambat DNA girase. Untuk banyak mikroorganisme, p-aminobenzoic acid (PABA) merupakan metabolit yang esensial. PABA merupakan prekursor untuk sintesis asam nukleat. Sulfonamid merupakan struktur analog dari PABA dan menghambat dihydropteroate synthetase.

2.1.12 Metode Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode : A. Metode difusi

Metode difusi merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu metode silider, metode lubang/sumur, dan metode cakram kertas/disc diffusion. Metode sumur yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi bakteri. Kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah itu di inkubasi, lalu pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang.47 Disc diffusion dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.48

B. Metode pengenceran/dilusi

Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi. Kemudian masing-masing konsentrasi ditambahkan suspense bakteri uji dalam media cair. Lalu diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa ada pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai kadar hambat minimum (KHM). Selanjutnya KHM tersebut dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai kadar bunuh minimum (KBM).49

Dokumen terkait