• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1 Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan karyawan sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelola secara professional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan (Mangkunegara, 2009 : 1)

Karyawan dalam suatu organisasi sebagai sumber daya manusia, dan sebagai hasil proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti perkembangan organisasi. Di dalam suatu organisasi, unit atau bagian yang mempunyai tugas untuk pengembangan tenaga ini biasanya unit pendidikan dan pelatihan karyawan. Pengembangan sumber daya manusia dapat diartikan sebagai upaya mempersiapkan karyawan (sumber daya manusia) agar dapat bergerak dan berperan dalam organisasi sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan, dan perubahan suatu organisasi. Kegiatan pengembangan karyawan dirancang untuk memperoleh karyawan-karyawan yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu organisasi atau instansi dalam geraknya di masa depan. Pengembangan sumber daya manusia juga merupakan suatu cara efektif untuk menghadapi

beberapa tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan (Handoko, 2000 : 117).

2.2 Unsur Peningkatan Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance ( prestasi kerja atau prestasi kerja sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang ). Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009 : 67).

Marihot Tua Efendy (2002 : 194) menyatakan bahwa Kinerja merupakan hasil dan keluaran yang dihasilkan oleh seorang karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi dalam suatu periode tertentu. Kinerja karyawan yang baik adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya instansi untuk meningkatkan produktivitas. Kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi atau instansi.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang diberikan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi dalam organisasi. Keberhasilan organisasi ditentukan oleh karyawan, semakin

baik kinerja karyawan tersebut semakin meningkat pula produktivitas perusahaan.

2.2.2 Sasaran Kinerja

Sasaran kinerja yang menetapkan adalah individual secara spesifik dalam bidang proyek, proses, kegiatan rutin, dan inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan, sedangkan Ruky, (2001 : 149), menyatakan bahwa sasaran kinerja dapat ditetapkan sebagai berikut, pimpinan unit yang bersangkutan dengan kesempatan bawahannya yaitu para pimpian sub-unit, menyatakan bahwa sasaran yang harus mereka capai dalam kurun waktu tahun ini misalnya adalah sasaran bersama dan menjadi sasaran-sasaran kecil bagi tiap bagian dari unit tersebut.

Sasaran kinerja yang menetapkan adalah secara spesifik dalam bidang proyek, proses, kegiatan rutin dan inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan (Foster, 2001 : 6).

Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan dukungan sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi melalui peningkatan produktivitas karyawan. Seorang karyawan yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi tentu akan meningkatkan kemajuan perusahaan baik dalam tingkat pelayanan atau profit yang dicapai serta akan berpengaruh juga pada peningkatan prestasi karyawannya, sedangkan karyawan yang tidak produktif tentu hal ini akan

menghambat kemajuan perusahaan. Produktivitas disini adalah mampu mengeluarkan seluruh kemampuan dan keahlian dalam bidangnya, sehingga mampu dalam menjalankan tugas secara efisien dan tepat sasaran (Marihot Tua Effendi, 2002 : 306).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Mangkunegara (2009 : 67-68), menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu :

1. Faktor Kemampuan (ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realitas (knowledge + skill). Artinya, setiap karyawan PT. Sampurna Kuningan Juwana-Pati yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya akan ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan, misalnya jika karyawan yang mempunyai keahlian dibidang mesin maka akan ditempatkan bagian pengecoran.

Siswanto (2003 : 236), menyatakan kemampuan meliputi beberapa hal, yaitu :

a. Kualitas kerja (quality of work). b. Kuantitas kerja (quantity of work).

c. Pengetahuan tentang pekerjaan (knowledge of job). d. Kerja sama (coorperation).

e. Pengambilan Keputusan (judgement). 2. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Sikap mental yang siap secara psikofisik terbentuk karena karyawan mempunyai “MODAL” dan “KREATIF” (Mangkunegara, 2009 : 68). Modal merupakan singkatan dari :

M = Mengolah O = Otak

D = Dengan A = Aktif L = Lincah

sedangkan Kreatif singkatan dari : K = Keinginan maju R = Rasa ingin tahu tinggi E = Energik

A = Analisis sistematik T = Terbuka dari kekurangan I = Inisiatif tinggi

P = Pikiran luas

Dengan demikian, karyawan tersebut mampu mengolah otak, aktif, dan lincah, memiliki keinginan maju, rasa ingin tahu yang tinggi, energik, memiliki analisis sistematik, terbuka untuk menerima pendapat, mempunyai inisiatif tinggi, serta mempunyai pikiran luas dan terarah.

Sagir dalam Siswanto (2003 : 269), menyatakan unsur-unsur penggerak motivasi antara lain keinginan, penghargaan, tantangan tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan, dan kesempatan.

2.3 Motivasi

2.3.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi (motivation) dari pengertian itu maka bisa diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya motivasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau tindakan tertentu. Dalam kehidupan, motivasi memiliki peranan yang sangat penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang “mampu, cakap, dan terampil”, tetapi yang terpenting keterampilan untuk mencapai produktivitas yang tinggi ( Hasibuan, 2007 : 92). Tanpa adanya motivasi dalam diri seseorang maka dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak sedikitpun dari tempatnya berada.

Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004 : 36), menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Siagian (2004 : 255), menyatakan bahwa keinginan seseorang dari pekerjaan yang ditekuni pada umumnya adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi instansi. Heidjachman dan Husnan (2003 : 197), menyatakan motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang di inginkan.

As'ad (2003 : 45), menyatakan bahwa motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motivasi tersebut merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkahlaku dan didalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.

Wexley & Yuki (1977) dalam As'ad (2003 : 45), memberikan batasan mengenai motivasi sebagai the process by which behavior is energized and directed. Motivasi merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu. Seseorang yang dengan sengaja mengikatkan diri menjadi bagian dari organisasi mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, salah satunya adalah agar mereka dapat berinteraksi dengan manusia lainnya agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi.

Winardi (2001 : 141) menyatakan bahwa motivasi yaitu perilaku yang dilaksanakan guna memenuhi kebutuhan tertentu yang dirasakan. McClelland dalam Mangkunegara (2009 : 103) menyatakan bahwa,

motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Berdasarkan pendapat McClelland tersebut, karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh karyawan harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain lingkungan kerja. Hal ini karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.

Robert A. Baron dalam Mangkunegara (2009 : 93) menyatakan bahwa motivasi dapat pula dikatakan sebagai energy untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal). Hal ini lebih jelas jika diperhatikan pada gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1

Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan

Drive Incentive Goal

Unsatisfied Satisfied

Need Need

Keterangan :

“Bilamana jika suatu kebutuhan karyawan tidak terpuaskan, maka timbul drive atau keinginan dan aktivitas perusahaan untuk merespon yaitu memberikan imbalan (insentive) dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas”.

Ernest J. McCormick dalam Mangkunegara (2009 : 94), menyatakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003 : 58), menyatakan bahwa motivasi adalah merupakan proses pemberian dorongan kepada karyawan supaya dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan organisasi secara maksimal.

Berdasarkan dari beberapa pendapat tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan upaya mendorong dan mempengaruhi seseorang untuk bekerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal.

2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Sunarti (2003 : 22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas

kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi.

Soleh Purnomo (2004 : 37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu :

1. Kemungkinan untuk berkembang, 2. Jenis pekerjaan, dan

3. Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Terry dalam dasar-dasar motivasi (Moekijat, 2002 : 6), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi biasanya memberikan hasil yang sangat memuaskan, ada 10 macam yaitu :

1. Job enrichment and rotation (pemerkayaan/perluasan dan

perputaran pekerjaan);

PT. Sampurna Kuningan Juwana-Pati melakukan perputaran pekerjaan untuk menghindari kejenuhan karyawan dan sebagai ajang pengembangan bakat, karena karyawan bisa belajar dari pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya.

2. Participation (partisipasi dan peran serta);

3. Results management (manajemen berdasarkan hasil);

4. Multiplier manager (manajer yang bertindak dalam hubungan

dengan bagaimana perilaku seseorang membantu orang lain dalam kelompok kerja untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik dan lebih efektif).

5. Power and mind (kemampuan ingatan/pikiran);

6. Realistic human relations (hubungan antar-manusia yang realistis);

7. Work accomplishment environment (lingkungan pelaksanaan

pekerjaan);

8. Flexible working hours (jam-jam/waktu-waktu kerja yang

fleksibel);

9. Effective cristicism (kritik yang efektif); 10. Zero defects (tidak bercacad).

2.3.3 Teori Motivasi Kerja 1. Teori Kebutuhan

David McClelland dalam Mangkunegara (2009 : 97) menyatakan tipe-tipe kebutuhan tertentu didapat selama masa hidup, tiga macam kebutuhan manusia yaitu sebagai berikut ini : 1. Kebutuhan untuk berprestasi (Need For Achievement)

merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi cenderung untuk

berani mengambil risiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik dari pada sebelumnya, selalu berkeinginan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

2. Kebutuhan untuk berafiliasi (Need For Affiliation)

Merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif, dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

3. Kebutuhan untuk kekuasaan (Need For Power)

merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka bergulat untuk prestasi pribadi bukanya untuk ganjaran sukses semata-mata. Mereka mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan.

2. Teori ERG ( Existence, Relatedness, Growth)

Alderfer dalam Mangkunegara (2009 : 98), menyatakan bahwa teori ERG merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu :

a. Existence needs (kebutuhan eksistensi)

Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi karyawan seperti makan, minum, pakaian, bernapas, gaji, keamanan kondisi kerja.

b. Relatedness needs (kebutuhan keterhubungan)

Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi di lingkungan kerja.

c. Growth needs (kebutuhan pertumbuhan)

Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan.

3. Teori Insting

Teori motivasi insting timbulnya berdasarkan teori evaluasi Darwin dalam Mangkunegara (2009 : 99), menyatakan bahwa tindakan yang intelligent merupakan refleksi dan instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran.

Mc Dougall dalam Mangkunegara (2009 : 99), mengembangkan teori insting dan menjadikan insting sebagai

konsep yang penting dalam psikologi. Teori Freud menempatkan motivasi pada insting agresif dan seksual. Mc Dougall menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku, yaitu sebagai berikut :

1. Rasa jijik, 2. Rasa ingin tahu, 3. Kesukaan berkelahi, 4. Rasa rendah diri, 5. Menyatakan diri, 6. Kelahiran, 7. Reproduksi, 8. Lapar, 9. Berkelompok, 10. Ketamakan, dan 11. Membangun. 4. Teori Drive

Konsep drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang motivasi sampai tahun 1918. Woodworth dalam Mangkunegara (2009 : 99), menyatakan konsep tersebut sebagai energi yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan. Kata drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari tubuh yang tidak seimbang. Misalnya, kekurangan makanan mengakibatkan berjuang untuk memuaskan kebutuhannya agar menjadi seimbang. Motivasi

didefinisikan sebagai suatu dorongan yang membangkitkan untuk keluar dari ketidak seimbangan atau tekanan.

Clark L. Hull dalam Mangkunegara (2009 : 99), menyatakan bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari reinforcement dan berasumsi bahwa semua hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan (homeostatic drives).

5. Teori Keadilan

Daft (2006 : 375), menyatakan teori keadilan berfokus pada persepsi individu tentang seberapa adil mereka diperlakukan dibandingkan dengan orang lain. Ketidakadilan muncul ketika rasio-rasio masukan tidak seimbang. Ketidakadilan yang dirasakan juga muncul dalam arah lain yang dirasakan menciptakan ketegangan dalam diri individu yang memotivasi mereka untuk menyeimbangkan keadilan. Metode-metode yang paling umum untuk mengurangi ketikadilan yang terlihat adalah :

a. Mengubah Masukan-Masukan.

Seseorang mungkin memilih untuk meningkatkan atau mengurangi masukan-masukannya untuk organisasi. Sebagai contoh, individu yang dibayar kurang mungkin mengurangi tingkat usaha atau meningkatkan ketidakhadiran mereka. b. Mengubah Hasil-Hasil.

Seseorang yang dibayar kurang mungkin meminta peningkatan bayaran atau kantor yang lebih besar. Satu serikat

kerja mungkin berusaha untuk meningkatkan gaji dan memperbaiki kondisi-kondisi supaya konsisten.

c. Mengubah Persepsi-Persepsi.

Orang-orang yang mengubah persepsi tentang keadilan jika mereka tidak mampu mengubah masukan atau hasil. Mereka dapat berpura-pura meningkatkan status yang terikat pada pekerjaan atau mengubah penghargaan yang diterima orang lain untuk menyeimbangkan keadilan.

d. Meninggalkan Pekerjaan Tersebut.

Karyawan yang merasa diperlakukan secara tidak adil mungkin memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan mereka dari pada menderita ketidakadilan dengan dibayar kurang atau lebih. Dalam pekerjaan baru, mereka berharap dapat menemukan keseimbangan penghargaan yang lebih baik. 2.3.4 Jenis Motivasi Kerja

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan

disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang di inginkannya dari organisasi (Siagian, 2004 : 107).

a. Motivasi intrinsik

adalah motivasi yang tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak perlu ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri.

Contoh konkrit :

Seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain.

b. Motivasi ekstrinsik

adalah motivasi yang menggunakan perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya,atau temannya. Jadi yang penting bukan

karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan pujian. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

Hasibuan (2009 : 150) menyatakan beberapa jenis motivasi, antara lain :

1. Motivasi Positif (Insentif positive)

Manajer memotivasi karyawan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif, semangat kerja karyawan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif (Insentif negative)

Manajer memotivasi karyawan dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan motivasi negatif semangat kerja karyawan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Berdasarkan dua jenis motivasi diatas, Hasibuan (2009 : 150) menyatakan bahwa motivasi diatas sering digunakan oleh suatu

perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

2.3.5 Prinsip Motivasi Kerja Karyawan

Mangkunegara (2009 : 100) menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan, yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip partisipasi.

Dalam upaya memotivasi kerja, karyawan perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

2. Prinsip komunikasi.

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, karyawan akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3. Prinsip mengakui andil bawahan.

Pemimpin mengakui bahwa karyawan mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan, dengan pengakuan tersebut karyawan akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4. Prinsip pendelegasian wewenang.

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada karyawan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, hal itu akan membuat

karyawan yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip memberi perhatian.

Pemimpin memberi perhatian terhadap apa yang diinginkan karyawan, sehingga akan mudah memotivasi karyawan bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

2.3.6 Teknik Motivasi Kerja Karyawan

Mangkunegara (2009 : 101), menyatakan beberapa teknik memotivasi kerja karyawan yaitu teknik pemenuhan kebutuhan karyawan dan teknik komunikasi persuasif. Kedua teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Teknik pemenuhan kebutuhan karyawan

Pemenuhan kebutuhan karyawan merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. Pimpinan tidak mungkin dapat memotivasi kerja karyawan tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkan. Abraham Maslow dalam Mangkunegara (2009 : 101), menyatakan beberapa hierarki kebutuhan karyawan, sebagai berikut :

a. Kebutuhan fisiologis.

Yaitu kebutuhan makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, dan seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji yang layak kepada pegawai.

b. Kebutuhan rasa aman.

Yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya, dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan, dan dana pensiun.

c. Kebutuhan sosial atau rasa memiliki.

Yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu menerima eksistensi atau keberadaan karyawan sebagai anggota kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik, dan hubungan kerja yang harmonis.

d. Kebutuhan harga diri.

Yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh orang lain. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin tidak boleh sewenang-wenang memperlakukan karyawan karena mereka perlu dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri.

Yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi, mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik, dan berprestasi. Kebutuhan inilah yang mendorong seorang seniman mengungkapkan keahliannya di atas kanvas,

kebutuhan yang memotivasi seseorang untuk bekerja pada siang hari dan kemudian mengikuti kuliah sore untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Dalam hubungannya dengan kebutuhan ini di dalam perusahaan atau organisasi, pemimpin perlu memberi kesempatan kepada karyawan/bawahan agar mereka dapat mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar di

Dokumen terkait