• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR DAN

LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teoritik

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Proses tentang belajar sebagai proses psikologis, terjadi di dalam diri seseorang dan karena itu sukar diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya. Karena proses itu kompleks, maka timbullah berbagai pendapat. Menurut Hirlgrad ia mengatakan bahwa:

Belajar adalah proses melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh daktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan karena mabuk, minum, atau ganja bukan termasuk hasil belajar.5

Seseorang dikatakan belajar jika ia telah melakukan serangkaian kegiatan. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar. Perubahan ini dapat mengarah kepada perubahan ke arah yang baik dan ke arah yang kurang baik. Walaupun demikian diharapkan seseorang memiliki tingkah laku yang lebih baik dalam arti yang positif. Berkaitan dengan tingkah laku Slameto mengungkapkan salah satu ciri perubahan tingkah laku dalam belajar adalah perubahan yang bersifat positif dan aktif.6

Para ahli banyak mengungkapkan tentang defenisi belajar. Menurut Ngalim Purwanto dalam buku Psikologi Pendidikannya terdapat beberapa pendapat tentang pengertian belajar, diantaranya :

5

Nasution, Didaktif Asas-Asas Mengajar, (Bandung: Jemmar, 2000), h. 35

6

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 2003), cet. Ke-4 h. 3

a) Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning

mengemukakan bahwa ”belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan lain sebagainya).”

b) Gagne dalam buku The Educational of Learning menyatakan bahwa ”belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi.”

c) Morgan dalam bukunya Introductional of Psychology menyatakan bahwa ”belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalm tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”

d) Withearingthon dalam bukunya Educational Psychology mengemukakan bahwa ”belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”7

Dalam belajar siswa mengerahkan segala kemampuan yang ia miliki agar dapat memahami materi yang diberikan. Siswa tidak hanya menerima hal-hal baru yang sebelumnya tidak ia ketahui tetapi dapat pula berupa pendalaman materi. Sedangkan menurut Alisub Sabri, "Belajar adalah proses perubahan tingkah sebagai akibat pengalaman

7

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), h. 84

atau latihan."8 Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu yakni mengalami.

Timbulnya keanekaragaman pendapat para ahli tersebut adalah fenomena perselisihan yang wajar karena adanya perbedaan sudut pandang. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan secara umum bahwa pada dasarnya belajar adalah proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang, perubahan itu dapat berupa sesuatu yang akan terlihat nyata atau yang masih tersembunyi, dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan sikap yang lebih baik, dan perubahan yang terjadi berlaku dalam tempo yang relatif lama dan disertai usaha.

Dengan beberapa pengertian di atas, maka belajar sesungguhnya memiliki fungsi penentu, dalam hal ini, belajar akan berfungsi sebagai penentu atau sebab terjadinya perkembangan (couses of development).9 Dengan adanya belajar, maka potensi psikologi mental anak akan dapat berkembang pula. Sedangkan unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar terdiri dari motivasi siswa, bahan ajar, sarana belajar, suasana serta kondisi belajar.

Belajar merupakan proses dasar dari pada perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil belajar. Kita pun bekerja menurut apa yang sudah kita pelajari. Belajar merupakan suatu proses dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan interaktif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai sebuah tujuan.

8

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-2, h. 62

9

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a) Faktor-faktor individual

Yang dimaksud dengan individual di sini adalah segala hal ada pada diri organism itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.

b) Faktor-faktor sosial

Faktor social yang dimaksud di sini adalah faktor yang diluar individu, antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi social.10

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan untuk melakukan berbagai perubahan dalam mencapai suatu tujuan khususnya kepada perubahan yang baik berdasarkan pengalaman dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b. Teori Belajar

Teori belajar merupakan hal yang penting dalam pembelajaran, yaitu sebagai dasar untuk menindaklanjuti pembelajaran yang lebih baik lagi. Ada beberapa teori belajar yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini, diantaranya adalah:

1) Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Ada beberapa aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational.11 Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya

10

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,…, h. 102

11

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Edisi Revisi, h. 60

diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Proses belajar mengajar matematika di sekolah umumnya disampaikan secara abstrak, padahal untuk siswa kelas rendah sekolah dasar belum mampu untuk berpikir abstrak sepenuhnya. Proses berfikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berfikir intelektual konkrik ke berfikir intelektual abstrak.

Tahapan-tahapan perkembangan kognitif menurut piaget adalah sebagai berikut:

1. Tahap sensorimotor: (0 – 2 tahun)

Karakteristik periode ini merupakan gerakan gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba objek-objek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep yang tetap. Jadi bila objek itu disembunyikan, maka anak tidak akan mencarinya lagi, maka akhir periode ini anak akan menyadari bahwa objek yang disembunyikan masih ada sehingga ia akan mencarinya. 2. Tahap Pra-Operasional: (2 – 7 tahun)

Operasional yang dimaksud adalah suatu proses berfikirlogis dan aktifitas mental, bukan aktifitas sensorik motorik. Pada periode ini anak di dalam berfikir tidak didasarkan kepada keputusan logis, melainkan didasarkan kepada keputusan yang dilihat seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol-simbol, misalnya suatu benda diberi nama (simbol), anak masih tergantung kepada kontak langsung

dengan lingkungannya, tetapi pada akhirnya anak mulai memanipulasi dengan benda-benda disekitarnya.

3. Tahap operasi kongkrit: (7 – 11/12 tahun)

Pada periode ini anak memperoleh pengalaman melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensorik (koordinat alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu pada dirinya, ini berarti pada suatu objek itu ada bila tampak ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kmudian menghilang dari pandangan.

4. Tahap operasi formal: (11/12 tahun keatas)

Periode operasi formal disebut operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak-anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak symbol atau gagasan dalam pikirannya, anak juga dapat mengoprasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empiric.12

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

12

e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.13

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa teori belajar menurut Pieget adalah belajar harus sesuai dengan perkembangan usia anak dari kecil sampai dewasa, sehingga metode serta alat peraga yang digunakan pun harus sesuai dengan perkembangan usia dan mental anak didik.

b. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.14 Ada delapan prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial dan sebagainya.

2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Seseorang belajar jika ia berbuat dan bertindak sesuai dengan apa yang dipelajarinya.

3. Manusia berkembang secara keseluruhan dari sejak masa fetus ssampai masa dewasa. Dalam fase perkembangan manusia senantiasa lengkap yang berkembang segala aspeknya.

4. Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas 5. Belajar hanya akan berhasil jika tercapai kematangan untuk

memperoleh pemahaman (insight).

6. Belajar tidak mungkin terjadi tanpa adanya kemauan dan motivasi untuk belajar

13

Arie Asnaldi, Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku dan Belajar, diambil dalam http://asnaldi.multiply.com/journal/item5Diakses pada 04 Januari 2011

14

7. Belajar akan berhasil jika ada tujuan yang mengandung arti bagi individu

8. Dalam proses belajar anak itu harus senantiasa merupakan organisme yang aktif, bukan ibarat suatu bejana yang harus diisi.15

Dari definisi di atas disimpulkan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, dalam belajar materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

c. Pengertian dan Karakteristik Matematika

Istilah Matematika berasal dari kata latin "mathematica" yang berasal dari bahasa Yunani "mathematike", yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata "mathema" yang artinya pengetahuan atau ilmu. Perkataan "mathematike" berkaitan pula dengan kata "mathanein" yang mengandung arti belajar (berpikir)”.16

E. Lea Tirssih (1972:5) seperti yang dikutip oleh Erman Suherman, secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.17 Dalam kamus besar bahasa indonesia, mathematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan-bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.18

Berpijak pada uraian tersebut, menurut Sumardyono (2004:28) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:

1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai

15

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan,, …, h. 74

16

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, (Jakarta: UPI, 2001), h. 17

17

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran…, h.16

18

Pusat Bahasa , diambil dalam: http://pusatbahasa.diknas.go.id/kkbi/indeks.php, diakses pada: 3 Februari 2011

sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat).

2. Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3. Matematika sebagai pola pikir deduktif. Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum).

4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking). Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis.

5. Matematika sebagai bahasa artifisial. Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.

6. Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif.19

Herman Hudojo menyatakan bahwa: “matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi.”20

Metode yang digunakan adalah

19 http://masthoni.wordpress.com/2009/07/12/melihat-kembali-definisi-dan-deskripsi-matematika/ 20 http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/14/tujuan-pembelajaran-matematika/

eksperimen penalaran induktif dan penalaran deduktif.21 Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus khusus. Penalaran deduktif adalah penalaran dari kasus yang umum ke khusus.

Pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika.22 Pembelajaran umum matematika, yang dirumuskan oleh National Council of Teachers Mathematics atau NCTM (2000) menggariskan, peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatiif dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika tidak sekedar membuat anak pandai menghitung. Lebih dari itu, bertujuan agar anak menjadi kritis, kreatif dan mempunyai sikap positif.

Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi 2 hal, yaitu:

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan tingkah keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, dan jujur.

21

http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/14/tujuan-pembelajaran-matematika/

22

b. Mempersiapkan siswa agar menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.23

Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengeri oleh siswa proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki siswa.

d. Metode Ekspositori

Metode adalah cara, yang fungsinya merupakan untuk mencapai tujuan. Dalam mengjara, seorang pengajar dituntut untuk dapat memilih metode yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Selain itu pengajar juga harus mengatahui kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode. Ada beberapa metode mengajar matematika. Salah satunya adalah metode ekspositori.

Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan.24

Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan terhadap guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang karena tidak terus menerus berbicara. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja.

Pada metode ekspositori siswa belajar lebih aktif dari pada dari pada metode ceramah. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri,

23

Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran …, h.56 24

mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya atau diseuruh membuatnya di papan tulis.25

Metode ekspositori merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan atau memberikan informasi dengan lisan dan tulisan. Secara sepintas terlihat metode ini hampir sama dengan metode ceramah, karena pusat kegiatan masih terletak pada guru. tetapi sebenarnya dalam metode ini dominasi guru sudah berkurang. Pada metode ini, bukan hanya guru yang aktif, siswa diharapkan aktif bertanya dalam masa penjelasan secara lisan maupun tulisan, selain itu setelah guru menjelaskan siswa langsung dilibatkan untuk mengerjakan latihan.

Dalam kegiatan ini mungkin siswa bisa saling bertanya, mengerjakan soal latihan bersama-sama dengan temannya dan mungkin juga seorang siswa diminta mengrjakan di papan tulis. Saat kegiatan siswa mengerjakan latihan itu, guru memeriksa jawaban siswa secara individual, atau bahkan member penjelasan ulang pada siswa yang merasa kurang jelas atau kurang mengerti.

Jika dilihat dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode ekspositori adalah penggabungan beberapa metode, yaitu metode ceramah, metode Tanya jawab, dan metode pemberian tugas.

Berikut ini adalah contoh langkah-langkah kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode ekspositori:

Tabel 1

Langkah-langkah Pembelajaran Metode Ekspositori

No Langkah Jenis kegiatan belajar mengajar

1 2

Persiapan Pelaksanaan

1. Menciptakan kondisi belajar siswa 2. Penyajian, tahap guru menyampaikan

bahan pelajaran

3. Asosiasi/komparasi, artinya member kesempatan pada siswa untuk menghubungkan dan membandingkan materi ceramah yang diterimanya

25

3

Evaluasi

melalui Tanya jawab (metode Tanya jawab)

4. Generalisasi / kesimpulan, memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui hasil ceramah 5. Mengadakan penilaian terhadap

pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diterimanya, melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain26

e. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan tolak ukur berhasil atau tidaknya seorang subyek didik dalam menyelesaikan program belajar yang dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Dalam hal ini penentu baik atau tidaknya hasil belajar siswa adalah siswa itu sendiri, karena siswalah yang bertanggung jawab terhadap komitmen dirinya menjalani proses belajar dari gurunya, hasil belajar dapat diukur melalui tes dalam bentuk nilai atau diamati dengan jalan membandingkan sebelum dan sesudah belajar.

Ada empat unsur utama dalam proses pembelajaran, yaitu tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses pembelajaran pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya.

Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses pembelajaran agar sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.

26

Syaeful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1996) h. 111

Untuk mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan yang berbeda sejalan dengan filsafatnya. Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya dapat tercapai.27

Hasil belajar adalah merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui kegiatan belajarnya.28 Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.

Hasil belajar adalah nilai hasil pengajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa dalam jangka waktu tertentu. Menurut Syaiful Djamarah ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan menjadi beberapa kriteria, yaitu:

1) Istimewa/maksimal, apabila seluruh (100%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

2) Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76%-99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

3) Baik/minimal, apabila hanya 60%-75% bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.29

Hasil belajar menurut Bloom seperti dikutip oleh Purwanto, “hasil belajar mencakup pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), danketrampilan (psikomotor).”30

27

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar …, h. 119.

28

Nashar, Peranan Motivasi & Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran, (Jakarta: Delia Press, 2004), h. 77

29

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar …, h. 121.

30

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 24

Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi 3 ranah, yaitu:31

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang tersiri dari 6 aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang tersiri dari 5 aspek yakni penerimaan jawaban atau reaksi, peneilaian, organisasi,dan

Dokumen terkait