• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1.1 Pengertian Motivasi

Istilah motivasi, dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi. Namun, apapun pengertiannya motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia, yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan manusia. Dasar utama pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku manusia yang dipimpinnya sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi.

Motivasi menurut Hasibuan (2001: 219) adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Pengertian motivasi menurut Handoko (1992: 9), yaitu suatu tenaga atau faktor

yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.

Berbagai hal yang terkandung dalam definisi motivasi menurut Siagian (1995: 142) memiliki tiga komponen utama, yaitu:

1. Kebutuhan.

Kebutuhan timbul dalam diri seseorang apabila orang tersebut merasa ada kekurangan dari dalam dirinya. Menurut pengertian homeostatik, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki, baik dalam arti fisiologis maupun psikologis.

2. Dorongan.

Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan dorongan. Hal tersebut merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah yang berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang yang dapat bersumber dari dalam maupun dari luar diri orang tersebut.

3. Tujuan.

Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Mencapai tujuan, berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang, baik bersifat fisiologis maupun bersifat psikologis. Tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.

Beberapa pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa motivasi kerja terbentuk dari adanya kebutuhan, sikap

(attitude) yang mendorong karyawan agar lebih bersemangat dan bergairah dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.

2.2.1.2. Teori-Teori Motivasi

Secara psikologis, aspek yang sangat penting dalam kepemimpinan kerja adalah sejauh mana pimpinan mampu mempengaruhi motivasi kerja sumber daya manusia yang dimiliki agar mampu bekerja produktif dengan penuh tanggung jawab. Hal ini karena beberapa alasan antara lain:

1. Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja sama dalam organisasi 2. Karyawan harus senantiasa didorong untuk bekerja dan berusaha sesuai dengan

tuntutan kerja.

3. Motivasi karyawan merupakan aspek yang sangat penting dalam memelihara dan mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi.

Teori motivasi dipahami agar pimpinan mampu mengidentifikasi apa yang memotivasi karyawan bekerja, hubungan perilaku kerja dengan motivasinya, dan mengapa karyawan berprestasi tinggi. Teori motivasi dalam penelitian ini didasarkan pada Teori Berprestasi (Achievement Theory).

Prof. DR. David C. McClelland (Mangkunegara, 2005) seorang ahli psikologi bangsa Amerika dari Universitas Harvard, dalam teori motivasinya mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh “virus mental” yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong

seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:

a. Kebutuhan untuk berprestasi (Need of achievement), merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu.

b. Kebutuhan berafiliasi (Need for affiliation), merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.

c. Kebutuhan kekuatan (Need for power), merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi dominan dan pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan kurang memperdulikan perasaan orang lain.

Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting dibinanya virus mental manajer dengan cara mengembangkan potensi karyawan melalui lingkungan kerja secara efektif agar terwujudnya produktivitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi. Atas dasar teori McClelland’s Achievement Motivation Theory tersebut dapat disimpulkan ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif. Ketiga dimensi dari motivasi tersebut diuraikan secara singkat pada bahasan berikut. a. Motif, yaitu suatu prangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja.

dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu.

b. Harapan, merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila karyawan meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional (memberikan harapan kepada karyawan) seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan.

c. Insentif yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan Edwin Locke (Mangkunegara, 2005: 74) yang menyimpulkan bahwa insentif berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan. Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam bentuk uang yang memadai agar karyawan terpecut motivasi kerjanya dan mampu mencapai produktivitas kerja maksimal.

Variabel motivasi kerja ini menurut Siagian (1995:30) dalam Tjahjono dan Gunarsih (2008:2) diukur dengan menggunakan 6 (enam) indikator, yaitu : tingkat kompensasi, kondisi kerja, perasaaan diikutsertakan, pemberian penghargaan, tugas pekerjaan yang sifatnya menarik, pendisiplinan kerja yang manusiawi.

2.2.2. Pelatihan

2.2.2.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan yang diberikan kepada karyawan dalam suatu perusahaan adalah menjadi tanggung jawab dari suatu perusahaan. Dalam pelaksanaan dari pelatihan tersebut, pimpinan perusahaan dapat menggunakan tenaga ahli atau pelatihan yang telah mempunyai pengetahuan dan kemampuan dibidang latihan tersebut. Walaupun demikian tanggung jawab dari tugas-tugas tersebut, tetap berada pada pimpinan perusahaan.

Dalam usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan karyawan, maka sebelumnya perlu diketahui pengertian dari pelatihan. Menurut Nitisemito (1996:86) pelatihan adalah suatu kegiatan dari perusahaan atau instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan dari pegawainya, sesuai dengan keinginan perusahaan yang bersangkutan.

Sedang menurut Ranupandojo (1993:77) training adalah kegiatan yang memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dalam aktifitas ekonomi. Moekijat (1991:15), menjelaskan latihan adalah proses membantu pegawai untuk memperoleh efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang dalam memegang keberhasilan program pelatihan.

Meskipun para karyawan baru telah menjalani operasi yang komprehensif, mereka jarang melaksanakan pekerjaan dengan memuaskan. Mereka harus dilatih

dan dikembangkan dalam bidang dan tugas-tugas tertentu. Begitu pula, para karyawan lama yang telah berpengalaman mungkin memerlukan latihan atau untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru yang akan meningkatkan prestasi kerja mereka.

Latihan mempunyai berbagai manfaat karier jangka panjang yang membantu karyawan untuk tanggug jawab yang lebih besar di masa yang akan datang. Program-program latihan tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga organisasi dan hubungan manusiawi dalam kelompok kerja, dan bahkan para negara. Barangkali cara paling mudah untuk meringkas manfaat-manfaat latihan adalah dengan menyadari sebagai investasi organisasi dalam sumber daya manusia. (Handoko, 1992:45). Disamping pengeluaran untuk biaya latihan, organisasi harus membayar “harga” karena pemborosan, absensi, pekerjaan yang buruk, keluhan yang berkepanjangan dan perputaran tenaga kerja. Bagaimanapun juga, orang seharusnya tidak berhenti belajar setelah menamatkan sekolahnya (pendidikan formal), karena belajar adalah proses seumur hidup (long life process). Oleh karena itu, program latihan karyawan herus bersifat kontinyu dan dinamis.

Sebagian proses latihan, departemen personalia dan para manajer harus menilai kebutuhan, tujuan-tujuan atau sasaran program, isi dan prinsip-prinsip belajar. Uraian langkah-langkah yang yang seharusnya diikuti sebelum kegiatan dimulai. Seperti yang ditunjukkan pada orang yang bertanggung jawab atas

program latihan (biasanya instruktor atau “pelatih”) harus mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan karyawan dan organisasi agar dapat menentukan sasaran yang ingin dicapai. Setelah sasaran-sasaran ditetapkan, isi dan prinsip-prinsip diperhatikan. Meskipun proses belajar ditangani oleh para instruktor dalam departemen personalia atau para penyelia lini pertama, langkah-langkah pendahuluan ini harus dilakukan untuk mengembangkan suatu program yang efektif.

Untuk memutuskan pendekatan yang akan digunakan, organisasi perlu mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Penilaian kebutuhan mendiagnosa masalah-masalah dan tantangan-tantangan lingkungan yang dihadapi organisasi sekarang. Kemudian, manajemen mengidentifikasikan berbagai masalah dan tantangan yang dapat diatasi melalui latihan jangka panjang.

Untuk mengetahui pengertian dan arti pentingnya pelatihan itu sendiri, menurut Tulus (1994:89):

a. Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktifitas ekonomi.

b. Pelatihan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan ketrampilannya. Kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya.

Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan tindakan atau langkah yang dilakukan suatu perusahaan untuk meningkatkan pengetahuan

karyawan secara praktis beserta penerapannya, guna meningkatkan ketrampilannya. Kecakapan dan sikap karyawan itu sendiri. Sehingga dengan adanya kegiatan pelatihan yang diadakan perusahaan diharapkan mampu meningkatkan kinerja, sehingga perusahaan mampu mencapai tujuannya.

2.2.2.2. Tujuan Pelatihan

Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah: a. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan

lebih cepat dan lebih efektif.

b. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerja sama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan.

Pada umumnya disepakati paling tidak terdapat tiga bidang kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen Hersey dan Blanchart (1992: 5) yaitu :

a. Kemampuan teknis (technical and skill), kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan dan training.

b. Kemampuan sosial (human atau social skill), kemampuan dalam bekerja dengan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi dan penerapan kepemimpinan yang efektif.

c. Kemampuan konseptual (conceptual skill) yaitu:kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit kerja masing-masing ke dalam bidang operasi secara menyeluruh. Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan kebutuhan keluarga sendiri.

Tujuan-tujuan tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan atau dicapai, kecuali apabila pimpinan menyadari akan pentingnya latihan yang sistematis dan karyawan-karyawan sendiri percaya bahwa mereka akan memperoleh keuntungan. Tujuan pengembangan pegawai jelas bermanfaat atau berfungsi baik bagi organisasi maupun karyawan sendiri.

2.2.2.3. Manfaat Pelatihan

Manullang (1990:47) memberikan batasan tentang manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi/perusahaan terhadap karyawannya, yaitu sebagai berikut:

a) Meningkatkan rasa puas karyawan. b) Pengurangan pemborosan.

c) Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan. d) Memperbaiki metode dan sistem kerja.

e) Menaikkan tingkat penghasilan. f) Mengurangi biaya-biaya lembur.

g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin. h) Mengurangi keluhan-keluhan karyawan. i) Mengurangi kecelakaan kerja.

j) Memperbaiki komunikasi.

k) Meningkatkan pengetahuan karyawan l) Memperbaiki moral karyawan.

m) Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.

Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (1997:24) antara lain:

a. Kenaikan produktivitas.

Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru, sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat ditingkatkan.

b. Kenaikan moral kerja.

Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis dan semangat kerja yang meningkat.

c. Menurunnya pengawasan.

Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani untuk setiap harus mengadakan pengawasan.

d. Menurunnya angka kecelakaan.

Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.

e. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.

Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan yang tidak hadir atau keluar.

f. Mengembangkan pertumbuhan pribadi.

Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau pertumbuhan pribadi karyawan.

Itulah berbagai manfaat dari pelatihan. Namun tidaklah berarti bahwa semua tujuan tersebut akan dapat dicapai dengan satu jenis pelatihan saja dan tentunya tujuan berbagai macam pelatihan itu berbeda antara yang satu dengan yang lain. Maka dari itu bila suatu pelatihan akan dilaksanakan, terlebih dahulu harus ditetapkan manfaat apa saja yang hendak dicapai serta jenis pelatihan mana yang akan digunakan.

2.2.2.4. Metode-Metode Pelatihan

Program latihan menurut Handoko (1995:110) dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program latihan manajemen:

a. Metode praktis.

Teknik-teknik “on the job trainning” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang baru dengan supervisi langsung, seorang “pelatih” yang berpengalaman. Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut: 1. Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada karyawan

pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.

2. Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.

3. Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman. Pendekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan program-program magang formal. Aksestensi dan internship adalah bentuk lain program magang.

4. Pengarahan merupakan latihan dengan penyelia atau atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan penyelia dan karyawan sehingga bawahan serupa dengan hubungan kotor-mahasiswa.

5. Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan

b. Metode simulasi.

Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Studi Kasus.

Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus. Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.

2. Permainan Rotasi Jabatan.

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam suatu periode

dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya. Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).

3. Permainan Bisnis.

Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melatih para karyawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.

4. Ruang Pelatihan.

Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan dilaksanakan

oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

5. Latihan Laboratorium.

Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.

6. Program-program pengembangan eksekutif.

Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

Pelatihan-pelatihan tersebut diatas diizinkan oleh pemerintah pada pihak swasta yang bersifat bisnis. Jadi kelembagaan swasta tersebut hanya semata-mata mengadakan usaha bisnis dibidang pelatihan seperti tersebut diatas. Kelembagaan swasta tersebut diberi kemudahan, kewenangan khusus dan pengaturan-pengaturan khusus dalam pajak, cukai, pemasukan alat-alat dan bahan pelatihan.

Dalam hal ini pemerintah menciptakan iklim yang baik bagi mitra usaha pelatihan tersebut.

2.2.3. Kinerja

2.2.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seorang karyawan selama periode waktu tertentu pada bidang pekerjaan tertentu. Seorang karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan baik dapat menunjang tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk dapat memiliki kinerja yang tinggi dan baik, seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya harus memiliki keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan pekerjaan yang dimilikinya.

Menurut Mangkunegara (2001:67), prestasi kerja sama dengan kinerja yang memiliki arti hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sementara As’ad (1998:12), mendefinisikan kinerja sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk suatu pekerjaan yang bersangkutan. Sedangkan Mitchell dan Larson (1998:23) mengatakan bahwa kinerja menunjukan pada suatu hasil perilaku yang dinilai oleh beberapa kriteria atau standart mutu suatu hasil kerja. Persoalan mutu ini berkaitan dengan baik buruknya hasil yang dikerjakan oleh pekerja. Bila perilaku pekerja memberikan hasil pekerjaan yang sesuai dengan standart atau kriteria yang ditetapkan organisasi, maka kinerjanya tergolong baik. Sebaliknya bila

perilaku pekerja memberikan hasil pekerjaaan yang kurang atau tidak sesuai dengan standart atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi, maka kinerjanya tergolong kurang baik. Beda yang dikemukakan oleh Hasibuan (1997:105), bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada pegawai yang didasarkan atas kemampuan, kedisiplinan, kesungguhan kerja dan hasil kerja pegawai.

Kinerja berasal dari kata Job Performance (prestasi sesungguhnya yang pernah dicapai seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Johns (1996:167) pengertian kinerja adalah suatu tingkat peranan anggota organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi, peranan yang dimaksud adalah pelaksanaan suatu tindakan untuk menjalankan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Menurut Robbins (1996:75) kinerja karyawan dapat dilihat dalam 3 kriteria, yaitu : Pertama adalah hasil-hasil tugas individual. Menilai hasil tugas karyawan dapat dilakukan pada suatu badan usaha yang sudah menetapkan standar kinerja sesuai dengan jenis pekerjaan, yang dinilai berdasarkan periode waktu tertentu. Bila karyawan dapat mencapai standar yang ditentukan berarti hasil tugasnya baik. Kedua adalah perilaku, perusahaan tentunya terdiri dari banyak karyawan baik bawahan maupun atasan dan dapat dikatakan sebagai suatu kelompok kerja yang mempunyai perilaku masing-masing berbeda karena itu seorang karyawan dituntut untuk memiliki perilaku yang baik dan benar sesuai

pekerjaan masing-masing. Ketiga adalah ciri atau sifat, ini merupakan bagian terlemah dari kriteria kinerja yang ada. Ciri atau sifat karyawan pada umumnya berlangsung lama dan tetap sepanjang waktu, tetapi adanya perubahan-perubahan dan campur tangan dari pihak luar seperti diadakannya pelatihan akan mempengaruhi kinerja dalam beberapa hal.

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang baik berupa produk atau jasa dan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaannya sesuai dengan beban tugas yang harus dilaksanakan dengan disertai adanya standart kerja yang telah ditentukan. Kinerja yang baik merupakan langkah awal untuk menuju tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja karyawan, meskipun hal tersebut tidaklah mudah karena banyaknya faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah penilaian kinerja itu sendiri.

2.2.3.2. Penilaian Kinerja

Kinerja karyawan dibawah standar mungkin disebabkan sejumlah faktor, mulai dari keterampilan kerja yang buruk sehingga motivasi yang tidak cukup atau suasana kerja yang buruk. Dalam kasus seorang karyawan yang memiliki

Dokumen terkait