• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

Pradiabetes merupakan kondisi dimana kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis diabetes. Kondisi ini disebut toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu, Orang dengan pradiabetes mengalami peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2. Hampir semua penderita DM tipe 2, mengalami kondisi pradiabetes sebelum akhirnya terdiagnosis diabetes, dimana kadar glukosa darah sudah tinggi namun belum memenuhi syarat untuk masuk dalam kategori DM (Codario, 2005).

Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko pradiabetes yang dapat dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari ras dan etnik, riwayat keluarga dengan diabetes serta usia. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia, pada usia <45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4 kg atau riwayat pernah menderita DM gestasional.

Menurut Soegondo (2011) beberapa faktor risiko yang berubah secara epidemiologis adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan Iebih lamanya obesitas kurangnya aktifitas jasmani dan kondisi hiperinsulinemia, dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya diabetes.

2.2.1. Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan komplek pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan beberapa faktor biologik spesifik dan secara fisiologis terjadi akumulasi jaringan lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan (Soegondo, 2007).

Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut WHO Asia Fasifik

Klasifikasi IMT (kg/m2) Resiko Ko-Morbiditas Lingkar pinggang < 90 cm (laki-laki) < 80 cm (perempuan) > 90 cm (laki-laki) >80 cm (perempuan)

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih

- Berisiko - Obes I - Obes II <18,5 <18,5 – 22,9 > 23,0 23,0 – 24,9 25,0 – 29,9 > 30,0 Rendah (resiko meningkat pada masalah klinis lain) Sedang Meningkat Moderat Berat Sedang Meningkat Moderat Berat Sangat berat Sumber WHO WRP/IASO/IOTF dalam Soegando, 2007

2.2.2. Aktifitas Fisik

Aktiftas fisik yang dilakukan secara teratur sangat penting selain untuk menghindari kegemukan, juga dapat menolong mencegah terjadinya penyakit akibat pola hidup seperti diabaetes, serangan jantung dan stroke (Johnson, 1998).

Pada waktu melakukan aktifitas fisik, otot-otot akan memakai lebih banyak glukosa daripada waktu tidak melakukan aktifitas fisik, dengan demikian konsentrasi glukosa daran akan turun. Melalui aktifitas fisik, insulin akan bekerja lebih baik sehingga dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar menjadi tenaga (Soegondo, 2008).

WHO merekomendasikan untuk melakukan aktifitas fisik dengan intensitas selama 30 menit perhari dalam seminggu atau 20 menit perhari selama 5 hari dalam seminggu dengan intensitas berat untuk mendapatkan hasil yang optimal dari aktifitas fisik atau olah raga (Rumiyati, 2008). Hal ini terbukti dari studi yang dilakukan di Amerika terhadap 21.000 orang dokter menyatakan bahwa berolahraga 5 kali

seminggu akan menurunkan 42% kasus yang diperkirakan akan menderita diabetes tipe 2 (Johnson, 1998)

Penelitian yang dilakukan terhadap lebih dari 10.000 lulusan Universitas Harvard yang dilakukan dalam waktu panjang, menunjukkan bahwa olahraga yang kuat dapat menambah kira-kira 10 bulan kehidup seseorang dan lebih lama lagi jika berolah raga sejak muda, kurang jika dilakukan pada usia lanjut (Johnson, 1998). Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun kepada 87, 353 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan resiko penyakit diabetes tipe 2 sebesar 33% atau RR 0,87 (Goldstein, Muller, 2008: Ilyas, 2009).

Rikesdas 2007, melaporkan 48,2% penduduk Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik (< 5 hari dan < 150 menit perhati). Kurang aktivitas fisik tertinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun keatas (76,0%) dan umur 10 – 14 tahun (66,9%), dilihat dari jenis kelamin, kurang aktivitas fisik lebih tinggi pada perempuan (54, 5%) dibanding laki-laki (41,4%) (Balibangkes, 2008). Sebelumnya menurut SKRT tahun 2004 mendapatkan aktivitas tidak cukup gerak pada usia > 15 tahun 68,7% dengan aktivitas tidak cukup gerak tinggi disemua propinsi (Herminta, 2006). Menurut Rahajeng, aktivitas fisik yang dilakukan selam 120 menit/hari mampu mencengah terjadinya diabetes mellitus dengan hazard ratio (HR) 0,56 pada kelompok yang telah mengalami TGT (Rahajeng, 2004)

Penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Purnawati terhadap 240 orang pasien rawat jalan di RSCM tahun 1998, menyatakan bahwa orang yang memiliki aktivitas fisik kurang berisiko untuk terkena diabetes mellitus 2 kali lebih mudah

dibandingkan dengan orang memiliki aktifitas fisik cukup. Hasil penelitian di RS M. Jamil Padang juga menemukan hal yang sama, bahwa orang yang memiliki aktifitas fisik kurang berisiko 3,2 kali lebih mudah untuk menderita diabetes mellitus tipe 2 dibanding dengan orang yang memiliki aktifitas fisik cukup (Yusmawati, 2008).

2.2.3. Merokok

Merokok berhubungan dengan sensitivitas insulin dalam menarik glukosa di dalam darah dan menghambat produksi insulin sehingga kadar gula didalam darah meningkat (Joshu , 1999). Menurut Smet . (1999) seseorang dikatakan sebagai perokok ringan apabila merokok ≥ I batang dalam satu minggu. Sementara menurut Shiffman (1994) menyatakan bahwa seorang dikatakan merokok apabila mengkonsumsi rokok 1-5 batang per hari, sedangkan yang dikatakan perokok berat apabila mengkonsumsi rokok 20-40 batang per hari. Aktif merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2, risiko diabetes lebih besar bagi perokok berat (RR 1,61; 95% CI 1,43-1,80) dibandingkan perokok ringan (RR 1.29; 95% CI, 1,13-1,48) dan lebih rendah untuk mantan perokok (RR 1.23; 95% CI 1,14 -1,33) dibandingkan dengan perokok aktif (Carole et al. 2007).

2.2. 4. Riwayat Keluarga

Seseorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Riwayat keluarga juga memiliki peranan penting sebagai pencetus timbulnya pradiabetes, sekitar 40% penderita diabetes terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap diabetes dan 60% sampai 90% kembar identik merupakan penyandang diabetes (Arisman, 2010). Menurut Codario (2005) jika seseorang memiliki saudara

yang menderita diabetes maka akan mempunyai risiko sebesar 40% untuk mengalami pradiabetes dan diabetes.

Prevalensi obesitas berkorelasi positif dengan kejadian diabetes, Timbunan lemak yang tergambar sebagai penambahan ukuran Iingkar pinggang akan mendorong perkembangan degenerativ seperti hipertensi, peningkatan kadar insulin plasma dan sindrom resistensi insulin. Keberhasilan mengurangi berat badan hingga 10 kg kemungkinan besar dapat menormalkan kadar glukosa darah, selain itu penurunan berat badan juga dapat memperlambat perkembangan dini dan perluasan pembentukan plak pada pembuluh darah (Arisman, 2008).

Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan system penunjang. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolism untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantar zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa, 2001).

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa berolahraga secara teratur merupakan intervensi pertama untuk mengendalikan berbagai penyakit degenerative (tidak menular).Hasilnya secara teratur terbukti bermanfaat untuk mencegah terjadinya diabetes, hipertensi, stroke dan serangan jantung.

Aktifitas fisik mempunyai peranan penting dalam mengurangi cadangan energi yang tertimbun di dalam tubuh sebagai sumber tenaga. Semakin lama dan semakin berat seseorang melakukan aktifitas fisik maka jumlah kalori yang digunakan akan semakin bertambah banyak. Sebaliknya semakin ringan dan semakin

sedikit waktu yang digunakan untuk melakukan aktifitas fisik maka semakin kecil pengaruhnya terhadap penurunan berat badan..Dampak aktifitas fisik berhubungan dengan kejadian diabetes.

Menurut penelitian yang dilakukan Fajrinayanti dan Ayubi (2008) di Kota Padang Panjang faktor risiko perilaku yang berhubungan dengan kejadain pradiabetes adalah konsumsi lemak, konsumsi serat, dan aktivitas fisik. Menurut Tandra (2008) semakin sedikit aktifitas fisik seseorang maka risiko terkena diabetes akan semakin tinggi, hal ini terkait dengan pemakaian glukosa sebagai energi.

2.3 Landasan Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor Resiko Pradiabetes (berdasarkan PERKENI, 2011; Suyono, 2011 dan Arisman, 2008)

Ras dan Etnik

Merokok Umur Pola Makan Aktifitas Fisik Riwayat DM Dalam Keluarga Riwayat DM Gestasional Obesitas Pradiabetes

Dokumen terkait