• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Pustaka

1. Landasan Teori

Sosiologi adalah induk ilmu sosial yang mengkaji secara ilmiah mengenai kehidupan manusia. Sosiologi merupakan suatu ilmu dimana didalamnya mempelajari hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola dan perilaku manusia yang terjadi secara teratur dan bisa berulang-ulang. Perlu dikatahui juga bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari banyak hal dan banyak bidang dengan tujuan dan persepsi khusus yang satu sama lain berbeda-beda pula. Dalam Sosiologi ada 3 paradigma yang biasa digunakan untuk menelaah masalah-masalah sosial yang ada. Ketiga paradigma tersebut adalah Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial dan Paradigma Perilaku Sosial.

Paradigma sosiologi adalah pandangan yang mendasar dari para sosiolog tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang

82

semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma dianggap mampu membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dijawab, dan bagaimana harus menjawabnya. Serta terkait dengan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam mengintepretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan tersebut (Ritzer, 2009 : 8).

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan paradigma perilaku sosial. Paradigma perilaku sosial ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Lingkungan terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan non-sosial. Prinsip yang menguasai antar hubungan individu dengan obyek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek non sosial. Hubungan antara individu dengan obyek sosial dan hubungan antara individu dengan obyek non sosial dikuasai oleh prinsip yang sama.

Teori yang termasuk dalam paradigma perilaku sosial adalah Teori Behavioral Sociology. Teori ini dibangun dalam rangka menerapkan prinsip perilaku kedalam sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Teori ini juga menerangkan bahwa tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Selain itu, terdapat hubungan historis antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan aktor

83

dengan tingkah laku yang terjadi sekarang. Konsep dasar Behavioral Sociology yang menjadi pemahamannya adalah “reinforcement” yang dapat diartikan sebagai reward. (Ritzer, 2009 : 73)

Teori kedua yang mendukung paradigma perilaku sosial ini adalah Teori Pertukaran (exchange theory). Teori ini menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Sehingga tindakan yang dilakukan seseorang bergantung pada ganjaran (reward)

dan hukuman (punishment) yang diberikan terhadap tindakan tersebut. George Hommas menggunakan teori behaviourism dari ahli psikologi Skinner dalam usahanya menjelaskan proses pertukaran dalam perilaku individu dan kelompok. Dengan mendasarkan pemikirannya pada temuan Skinner, kemudian Hommas mengembangkan beberapa proposisi, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Proporsi Sukses (The Success Proposition)

Dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh individu, semakin sering hadiah atau reward yang diterima menyebabkan makin sering tindakan itu dilakukan.

b. Proporsi Pendorong (The Stimulus Proposition)

Dalam hal ini terdapat kecenderungan memperluas perilaku keadaaan yang serupa. Jika dimasa lalu tindakan individu sebagai tanggapan stimulus dari suatu stimulus tertentu ternyata mendapatkan imbalan positif, maka jika stimulus serupa timbul lagi, individu cenderung melakukan tindakan yang serupa atau sama. Pengalaman masa lalu sangat penting dalam penentuan perilaku individu selanjutnya.

c. Proporsi Nilai (The Value Proposition)

Proporsi ini menyatakan bahwa makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, maka semakin besar kemungkinan ia melakukan tindakan itu.

84

d. Proporsi Depriasi - Kejemuan (The Deprivation-Satiation Proposition)

Semakin sering individu atau seseorang menerima ganjaran khusus dimasa lalu, maka semakin kurang bernilai baginya setiap unit ganjaran atau reward berikutnya.

e. Proporsi Persetujuan - Agresi (The Aggression - Approval Proposition).

Bila tindakan individu tidak mendapat ganjaran sesuai dengan yang ia harapkan, atau menerima hukuman tapi tidak sesuai dengan yang ia harapkan, maka ia akan marah dan cenderung melakukan tindakan agresif yang mengakibatkan tindakan tersebut lebih bernilai baginya. Dan bila tindakan individu mendapat hadiah yang ia harapkan, terutama hadiah yang kebih besar daripada yang ia harapkan, atau tidak menerima hukuman seperti yang ia bayangkan, maka ia akan puas dan cenderung melakukan tindakan yang disetujui yang mengakibatkan tindakan tersebut makin bernilai baginya.

f. Proporsi Rasionalitas (The Rationality Proposition)

Dalam memilih diantara berbagai tindakan alternatif, seseorang akan memilih satu diantaranya, yang dia anggap saat itu memiliki value (nilai) sebagai hasil yang dikallikan dengan probabilitas untuk medapatkan hasil yang lebih besar.

(Ritzer, 2005 : 361-366)

Dalam proposisi ini Homans menekankan bahwa proposisi itu saling berkaitan dan harus diperlakukan sebagai suatu perangkat. Masing-masing proposisi hanya menyediakan sebagian penjelasan untuk menjelaskan seluruh perilaku, kelima proposisi tersebut harus dipertimbangkan.

Paradigma perilaku sosial (Social Behavior) menekankan pendekatan obyektif empiris terhadap kenyataan sosial. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku aktor serta memusatkan pada hubungan antara sejarah dan reaksi lingkungan atau akibat dan sifat perilaku tertentu

85

yang menentukan perilaku masa kini. Perilaku ini dapat bersifat positif maupun negatif ataupun netral, yang mempengaruhi aktor berikutnya.

Para sosiolog pernah mengadakan klasifikasi antara masyarakat statis dan dinamis. Masyarakat yang statis adalah masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan dan berjalan lambat, sedangkan masyarakat dinamis adalah masyarakat yang mengalami perubahan yang cepat. Perubahan bukan semata-mata berarti suatu kemajuan (progress) namun dapat pula diartikan sebagai kemunduran dari bidang-bidang kehidupan tertentu. Perubahan yang terjadi belakangan ini, khususnya perubahan yang terjadi pada baik pria maupun wanita merupakan gejala dinamin yang normal. (Soekanto, 2001 : 334)

Proses perubahan masyarakat terjadi karena manusia adalah makhluk yang berfikir dan bekerja. Manusia disamping itu selalu berusaha untuk memperbaiki nasibnya dan sekurang-kurangnya berusaha untuk mempertahankan hidupnya. Dalam keadaan demikian, terjadilah sebab-sebab perubahan, yaitu antara lain : inovasi (pembaharuan), invensi (penemuan baru), adaptasi (penyesuaian secara sosial dan budaya), serta adopsi (penggunaan dari penemuan baru/ teknologi). Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa perubahan masyarakat terjadi karena keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya atau disebabkan oleh ekologi, dimana dianggap bahwa persoalan perubahan masyarakat adalah hasil interaksi dari banyak faktor. Karena interaksi terjadi di segala bidang, maka

86

dengan sendirinya bukan saja perubahan terjadi dalam bidang sosial budaya akan tetapi juga dalam bidang ekonomi dan politik. Sebab utama dari perubahan masyarakat adalah : keadaan geografi tempat pengelompokan sosial, keadaan biofisik kelompok, kebudayaan, dan sifat anomi manusia. Sifat anomi manusia merupakan sifat yang ingin menjauhkan diri dari masyarakat, karena merasa mampu untuk melakukan segala aktivitasnya tanpa bantuan banyak pihak.

(Susanto, 1983 : 165).

Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Secara singkat Samuel Koenig

mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab intern maupun sebab-sebab ekstern. Adapun sebab-sebab-sebab-sebab intern adalah berasal dari dalam diri, sedangkan sebab-sebab ekstern salah satunya adalah berasal lingkungan keluarga dan masyarakat. (Soekanto, 2001 : 337).

Disamping menggunakan paradigma perilaku sosial, penelitian ini juga menggunakan teori aksi yang terdapat dalam paradigma definisi sosial yang menekankan pada tindakan sosial karya Max Weber. Secara definitif Max Weber merumuskan sosiologi sebagai

87

ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai pada penjelasan kasual. Dalam definisi sosial ini terkandung dua konsep dasarnya, yaitu tindakan sosial dan konsep tentang penafsiran serta pemahamannya. (Ritzer, 2009 : 39)

2. Batasan Konsep