BAB III. KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS
B. PERANAN KATEKESE DALAM MENINGKATKAN
2. Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis
komunikasi tentang pengalaman hidup antar peserta dengan proses yang
berkesinambungan. Model ini terdiri dari 5 (lima) langkah yang saling
mengemukakan lima langkah pokok, yang didahului langkah O. Kelima
langkah tersebut sebagai berikut: (Groome, 1997:5-50; bdk Sumarno Ds,
2011:19-24).
a. Langkah O (Awal) : Pemusatan Aktivitas
Langkah ini dimaksud agar umat menemukan topik pertemuan yang
bertolak dari kehidupan konkret yang selanjunya menjadi tema dasar
pertemuan. Dengan demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan
pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka.
Namun demikian pada langkah awal ini tidak mutlak karena sangat
tergantung dari keadaan peserta katekese.
Dalam langkah awal ini sarana yang bisa digunakan berupa simbol,
keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film, telenovela atau
sarana-sarana lainnya yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek
yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan.
Pemusatan aktivitas mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa
aktif mewahyukan diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia.
Melalui refleksi, sejarah hidup manusia dapat menjadi medan perjumpaan
antara pewahyuan Allah dan tanggapan manusia terhadap-Nya.
Adapun petunjuk pemilihan tema dasar hendaknya sungguh-sungguh
mendorong peserta untuk terlibat aktif dalam pertemuan, konsisten dengan
model ” Shared Christian Praxis” yang menekankan partisipasi dan dialog,
Peran pendamping pada langkah awal adalah menciptakan lingkungan
yang kondusif, memilih sarana yang tepat serta membantu peserta
merumuskan prioritas yang tepat (Sumarno Ds, 2011:19).
b. Langakah pertama : Pengungkapan Praxis Faktual
Kekhasan dalam langkah ini yaitu mengajak peserta untuk
mengungkapkan pengalaman hidup faktual yang sesuai dengan tema dasar.
Pengalaman hidup faktual berupa pengalaman peserta sendiri, keprihatinan
yang diperjuangkan, kehidupan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat
atau di dalam Gereja. Peserta membagi pengalaman yang sungguh-sungguh
dialaminya. Pengungkapan pengalaman dapat berupa lambang, tarian,
nyanyian, puisi, pantomim, drama, ekspresi dan sebagainya, sehingga
mempermudah peserta untuk menghayatinya.
Dalam proses pengungkapan, peserta dapat menggunakan perasaan
mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan dan keyakinan yang
melatarbelakanginya. Dengan cara itu diharapkan peserta menjadi sadar dan
bersikap kritis pada pengalaman hidupnya sendiri.
Pada langkah ini peran dan tanggungjawab pendamping menciptakan
suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk
membagikan praxis hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Selain itu
pendamping merumuskan pertanyaan secara jelas, terarah tidak menyinggung
harga diri seseorang, sesuai latar belakang, bersifat terbuka dan obyektif
Pada langkah pertama ini, para suster Carmelite Missionaries diarahkan
untuk dapat mengungkapkan pengalamannya yang sesui dengan penghayatan
kaul ketaatan. Lewat pengalaman berbagi yang disertai dengan suasana santai
dan terbuka, tentu akan memperkaya satu sama lain sehingga mempermudah
untuk masuk pada inti yang hendak dicapai yakni usaha meningkatkan
penghayatan makna kaul ketaatan.
c. Langkah kedua : Refleksi Kritis atau Sharing Pengalaman Faktual
Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis dan kreatif
dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri (tema-
tema dasar) maupun masyarakatnya. Dalam refleksi kritis, peserta diajak
untuk menggunakan sarana baik analisa sosial maupun analisa kultural.
Pada langkah ini tugas pendamping adalah menciptakan suasana
pertemuan yang meyenangkan, mengajak peserta merefleksikan secara kritis
pengalaman faktualnya, dan menghantarnya mencapai kesadaran kritis agar
terjadi perubahan hidup, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan
penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman,
kenangan dan imajinasi peserta. Pendamping juga mengajak peserta untuk
berbicara, namun tidak memaksa, tidak menginterogasi atau menggunakan
pertanyaan yang menggali, tidak mengganggu harga diri dan apa yang
dirahasiakan peserta, serta menyadari situasi dan kondisi peserta (Sumano Ds,
Para suster Carmelite Missionaries diarahkan untuk dapat menyadari
panggilannya sebagai orang berkaul dengan segala konsekuensinya secara
khusus kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. Hal ini dapat menggali
kembali secara lebih mendalam dan lebih tajam pengalaman mereka bersama
dari segi kenangan, dan segi imajinasi sehingga peserta semakin melihat
kemajuan dan kemunduran dalam penghayatan makna kaul ketaatan.
d. Langkah ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani
Lebih Terjangkau
Pokok dari langkah ketiga adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi
kristiani menjadi lebih terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada
zaman sekarang. Tujuan utama dari langkah ini supaya perbendaharaan iman
kristiani dapat terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang
konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan (Sumarno Ds, 2011:20;
Groome, 1997:6).
”Tradisi” dan ”Visi” hidup para suster Carmelite Missionaries
mengungkapkan pewahyuan dan kehendak Allah yang memuncak dalam
pribadi Yesus Kristus. Agar nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh relevan
dengan kehidupan para suster, maka ”tradisi” dan ”visi” kongregasi perlu
dijelaskan dan diinterpretasikan. Untuk membantu para suster menafsirkan
visi dan tradisi Carmelite Missionaries, pendamping dapat menggunakan
salah satu bentuk interpretasi baik sifatnya menegaskan, mempertanyakan
dan tradisi kongregasi. Maka nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi dan visi
kongregasi Carmelite Missionaries sungguh menjadi milik para suster
sendiri.
e. Langkah keempat : Interpretasi Dialektis Antara Praksis dan Visi
Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani
Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan,
mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok
penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua dengan isi
langkah ketiga. Dasar dialog mereka adalah mempertanyakan bagaimana
nilai-nilai tradisi dan visi kristiani meneguhkan, mengkritik atau mengundang
kesadaran peserta untuk melangkah pada kehidupan yang baru demi
terwujudnya Kerajaan di dunia (Groome, 1997:7; Sumarno Ds, 2011:21).
Tujuan utama pada langkah ini yaitu memampukan peserta untuk menghayati
dan mensosialisasikan visi dan tradisi kristiani menjadi miliknya sendiri atau
milik bersama. Dengan demikian peserta sampai kepada suatu perkembangan
hidup yang lebih dewasa (Groom, 1997: 7). Yang didialogkan pada langkah
ini yaitu perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi dan penegasannya yang
menyatakan kebenaran, nilai serta kesadaran yang diyakini. Dalam langkah
ini, pendamping berusaha menghormati kebebasan dan hasil penegasan
peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing, meyakinkan
peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidupnya
Pada langkah ini para suster Carmelite Missionaries diajak untuk
mendialogkan pengalaman yang telah disampaikan pada langkah pertama,
kedua dan ketiga supaya mampu untuk lebih menghayati dan
mensosialisasikan visi dan tradisi Carmelite Missionaries tentang kaul
ketaatan sehingga itu dapat menjadi miliknya sendiri atau milik bersama.
Maka para suster Carmelite Missionaries sampai kepada suatu perkembangan
hidup yang lebih matang.
f. Langkah kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya
Kerajaan Allah di Dunia
Kekhasan dalam langkah kelima ini yaitu menciptakan suatu dialog dan
dinamika yang secara eksplisit mengundang peserta untuk sampai pada
keputusan baik secara pribadi maupun kolektif sebagai puncak dan hasil
nyata dari model SCP. Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan
Allah mendorong peserta untuk sampai pada keputusan praktis yang dipahami
sebagai tanggapan peserta terhadap pewahyuan Allah. Keputusan praktis
berarti peserta sampai pada suatu niat yang akan diwujudkan secara pribadi
maupun bersama ke dalam suatu tindakan konkret dan mudah dijangkau
(Groome, 1997:34).
Tujuan langkah kelima adalah mengajak peserta agar sampai pada
keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap
manusia dalam kontinuitasnya dengan tradisi Gereja sepanjang sejarah dan
visi kristiani (Sumarno, Ds, 2011:22; Groome, 1997:34).
Tugas pendamping pada langkah ini adalah menyadari hakekat praktis,
inovatif dan tranformatif dari langkah ini. Merumuskan pertanyaan
operasional, menekankan sikap optimis yang relistis pada peserta,
merangkum hasil langkah pertama sampai keempat, supaya dapat lebih
membantu peserta, mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan
pribadi dan bersama, mengajak peserta merayakan liturgi sederhana untuk
mendoakan keputusan yang telah diambil (Sumarno Ds, 2011:22; Groome,
1997:34-38).
Dalam langkah ini diharapkan dapat mendukung peserta untuk
keterlibatan baru dengan mengusahakan pertobatan masing-masing pribadi
sehingga setiap suster dapat menemukan aksi konkret atau niat-niat yang akan
dilaksanakan dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan dalam hidup berkomunitas.