Bab ini menguraikan secara terinci tahap-tahap yang harus dijalani oleh instansi pemerintah dalam melaksanakan pengawasan fisik atas aset, disesuaikan dengan daftar uji pengendalian.
Bab IV Penutup
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Pengertian
Kegiatan pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan instansi pemerintah, untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk meminimalkan risiko, sehingga membantu memberi keyakinan yang memadai bahwa tujuan instansi pemerintah dapat dicapai. Kebijakan dibuat untuk mengarahkan apa yang seharusnya dikerjakan dan berfungsi sebagai dasar bagi penyusunan prosedur. Prosedur adalah rangkaian urutan tindakan, dilakukan oleh satu atau beberapa orang, dengan peralatan dan waktu tertentu dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Kebijakan dan prosedur harus dibuat secara tertulis.
Pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian, sesuai dengan ukuran, kompleksitas, serta sifat dari tugas, dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian, sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi pemerintah;
2. Kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
3. Kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus instansi pemerintah;
4. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
5. Prosedur yang ditetapkan harus dilaksanakan sesuai dengan yang tertulis;
6. Kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
Kebijakan dan prosedur pengendalian harus dibuat berdasarkan hasil penilaian risiko dari kegiatan pokok dan karakter khusus dari instansi pemerintah. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa atas semua risiko yang relevan, pimpinan instansi pemerintah telah mengidentifikasi tindakan dan kegiatan pengendalian yang diperlukan dalam menangani risiko tersebut. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Identifikasi Analisis Respon/Kelola Risiko Tujuan Instansi Pemerintah
Kegiatan pengendalian meliputi kegiatan pengendalian yang bersifat detektif dan preventif. Setelah terdeteksi adanya penyimpangan atau kelemahan, harus dilakukan tindakan koreksi untuk menyempurnakan kegiatan pengendalian, sehingga diperoleh keyakinan yang memadai bahwa tujuan organisasi dapat tercapai.
Kegiatan pengendalian terjadi di semua tingkat organisasi, kegiatan, unit, dan fungsi instansi pemerintah. Kegiatan pengendalian merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan, penerapan, serta reviu kinerja dari instansi pemerintah. Dalam menetapkan kegiatan pengendalian, harus dipertimbangkan hubungannya dengan proses penilaian risiko, dan kecukupan kegiatan pengendalian.
Penerapan pengendalian pada suatu instansi pemerintah dapat berbeda dengan instansi pemerintah lainnya. Perbedaan penerapan tersebut antara lain disebabkan oleh perbedaan: 1. visi, misi, dan tujuan;
2. lingkungan dan cara beroperasi; 3. tingkat kerumitan organisasi;
4. sejarah atau latar belakang serta budaya; dan 5. risiko yang dihadapi.
Meskipun instansi pemerintah mempunyai misi, tujuan, sasaran, dan struktur organisasi yang sama, dapat menerapkan kegiatan pengendalian yang berbeda. Hal ini karena pertimbangan pimpinan, implementasi, dan manajemen. Semua faktor tersebut memengaruhi kegiatan pengendalian intern sehingga pengendalian tersebut harus dirancang untuk memberikan sumbangan dalam pencapaian misi, tujuan, dan sasaran instansi.
Kegiatan pengendalian terdiri dari sebelas sub unsur, yaitu: 1. reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan; 2. pembinaan sumber daya manusia;
3. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; 4. pengendalian fisik atas aset;
5. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; 6. pemisahan fungsi;
7. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9. pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; 10.akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan 11.dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern,
serta transaksi dan kejadian penting.
Dalam pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 dinyatakan bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib melaksanakan pengendalian fisik atas aset. Tujuan pengamanan fisik atas aset yang dimiliki oleh instansi pemerintah adalah agar aset tersebut aman dari risiko hilang, rusak, atau digunakan oleh pihak lain tanpa hak. Untuk itu, pimpinan instansi pemerintah harus menetapkan kebijakan dan prosedur pengamanan fisik, mengimplementasikan, serta mengomunikasikan kepada seluruh pegawai.
Untuk mencapai tujuan pengamanan fisik atas aset, diperlukan pedoman teknis sebagai penjabaran lebih lanjut dari pedoman teknis penyelenggaraan SPIP.
B. Tujuan dan Manfaat
Pedoman Sub Unsur Pengendalian Fisik atas Aset ini merupakan pedoman teknis bagi pimpinan instansi pemerintah, baik instansi pemerintah pusat maupun daerah, guna mewujudkan pengendalian fisik atas aset yang efektif. Diharapkan, pedoman teknis ini dapat diaplikasikan secara nyata oleh pimpinan instansi pemerintah dalam mengamankan fisik aset dari risiko hilang, rusak, dan penggunaan/pemanfaatan oleh pihak yang tidak berhak.
C. Peraturan Perundang-undangan Terkait
Pengendalian fisik atas aset yang dibangun oleh setiap instansi pemerintah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan yang terkait dengan pengendalian fisik atas aset instansi pemerintah antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006; 5. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara; 7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007
tentang Penggolongan dan Pengodifikasian Barang Milik Negara;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah; 9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Nomor
38/PB/2006 tentang Pedoman Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan dan Nomor 40/PB/2006 tentang Pedoman Akuntasi Persediaan;
10. Keputusan Menteri/Kepala Lembaga/Gubernur/Bupati terkait dengan Pengamanan Fisik atas Aset;
Keputusan pimpinan instansi pemerintah, kepala satuan kerja/satuan kerja perangkat daerah, terkait pengamanan fisik atas aset harus mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D. Parameter Penerapan
Parameter penerapan pengendalian fisik atas aset adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan instansi pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan mengomunikasikan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik aset kepada seluruh pegawai. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan dan prosedur pengamanan fisik aset telah ditetapkan, diimplementasikan, dan dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.
b. Instansi pemerintah telah mengembangkan rencana untuk mengidentifikasikan dan mengamankan aset infrastruktur. c. Aset yang berisiko hilang, dicuri, rusak, digunakan tanpa
hak, seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, secara fisik diamankan, dan akses ke aset tersebut dikendalikan.
d. Aset, seperti uang tunai, surat berharga, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, secara periodik dihitung dan dibandingkan dengan catatan pengendalian. Setiap perbedaan diperiksa secara teliti.
e. Uang tunai dan surat berharga yang dapat diuangkan, dijaga dalam tempat terkunci, dan akses ke aset tersebut secara ketat dikendalikan.
f. Formulir, seperti blangko cek dan Surat Perintah Membayar/Surat Perintah Pencairan Dana, diberi nomor urut tercetak (prenumbered), secara fisik diamankan, dan akses ke formulir tersebut dikendalikan.
g. Penanda tangan cek mekanik dan stempel tanda tangan secara fisik dilindungi dan aksesnya dikendalikan dengan ketat.
h. Peralatan yang berisiko dicuri, diamankan dengan dilekatkan atau dilindungi dengan cara lainnya.
i. Identitas aset dilekatkan pada mebeler, peralatan, dan inventaris kantor lainnya.
j. Persediaan dan perlengkapan disimpan di tempat yang aman secara fisik dan dilindungi dari kerusakan.
k. Seluruh fasilitas dilindungi dari api dengan menggunakan alarm kebakaran dan sistem pemadaman kebakaran. l. Akses ke gedung dan fasilitas dikendalikan dengan pagar,
penjaga, atau bentuk pengendalian lainnya.
m. Akses ke fasilitas di luar jam kerja dibatasi dan dikendalikan.
2. Pimpinan instansi pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan mengomunikasikan rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan) kepada seluruh pegawai.
Setiap pimpinan instansi pemerintah harus menetapkan dan mengembangkan parameter penerapan SPIP dengan mengacu kepada Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan risiko masing-masing instansi pemerintah (lihat Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah-Pendahuluan, paragraf ke-6).
BAB III
LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN
Penerapan sub unsur pengendalian fisik atas aset ditandai dengan adanya rencana identifikasi, kebijakan dan prosedur, serta rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan), yang dibangun sesuai dengan karakteristik organisasi dan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi, serta dikomunikasikan kepada seluruh jajaran pimpinan dan pegawai dalam organisasi instansi pemerintah.
Pedoman ini memberikan panduan dalam penerapan sub unsur pengendalian fisik atas aset yang sesuai dalam tiga tahap utama, yaitu:
1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi yang ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai pengamanan fisik atas aset dan pemetaan atas kondisi yang ada, sebagai masukan dalam menentukan kebutuhan untuk pembangunan dan penerapan infrastruktur yang diperlukan untuk terciptanya suatu aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset.
2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas pemetaan, yang meliputi kegiatan pembangunan infrastruktur, internalisasi, dan pengembangan aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset yang berkelanjutan.
3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap penginformasian atas kemajuan pelaksanaan/implementasi aktivitas pengendalian dalam pengamanan atas aset secara menyeluruh, mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pelaksanaan, yang mencakup kemajuan kegiatan pembangunan infrastruktur, internalisasi, dan pengembangan aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset, serta hambatan yang dihadapi, dan langkah mengatasinya.
Tahapan untuk implementasi aktivitas pengendalian dalam pengendalian fisik atas aset, mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
A. Persiapan
Tahap persiapan, merupakan tahap awal dalam penyelenggaraan SPIP, yang terdiri dari proses pemahaman dan pemetaan, yaitu:
1. Penyiapan Peraturan, Sumber Daya Manusia, dan Rencana Penyelenggaraan
Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan penyelenggaraan SPIP, selanjutnya instansi pemerintah membuat rencana penyelenggaraan, yang antara lain memuat:
a. jadwal pelaksanaan kegiatan; b. waktu yang dibutuhkan;
c. dana yang dibutuhkan; d. pihak-pihak yang terlibat.
Berdasarkan peraturan tersebut, Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP, yang diberi tugas mengawal pelaksanaan penerapan kebijakan dan praktik pengendalian fisik atas aset yang ditetapkan. Satgas tersebut terlebih dahulu diberi pelatihan tentang SPIP, khususnya sub unsur terkait agar dapat menyelenggarakan sub unsur tersebut. 2. Pemahaman (Knowing)
Tahap pemahaman adalah suatu langkah untuk memberikan pemahaman bagaimana pembentukan
dalam penyelenggaraan aktivitas pengendalian, yang mendukung secara keseluruhan berfungsinya sistem pengendalian intern instansi pemerintah.
Tahap pemahaman, diawali dengan pengomunikasian pentingnya aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset, yang mencakup rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur yang ditetapkan dalam rangka pengamanan fisik atas aset, serta rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan). Pengomunikasian pentingnya aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset akan menghasilkan kesamaan persepsi dan kepedulian pentingnya pengamanan fisik atas aset.
Komitmen seluruh pegawai perlu dibangun untuk mengamankan fisik aset. Instansi pemerintah dapat memberikan pemahaman dan membangun komitmen pegawai melalui sosialisasi. Metode yang dapat ditempuh untuk melakukan sosialisasi dapat dipilih dari beberapa metode komunikasi penyampaian informasi yang dirasa cocok dan tepat bagi instansi dalam membangun pemahaman yang dimaksudkan. Adapun metode tersebut antara lain menggunakan:
a. metode tatap muka;
b. metode penggunaan situs jaringan (website) penyampaian informasi;
c. metode penyampaian dengan menggunakan multimedia interaktif;
d. metode penyampaian yang menggunakan majalah atau buku saku;
e. metode penyampaian dengan penggunaan saluran komunikasi yang umum; dan
f. metode pemberian akses ke jaringan informasi (network), dengan menggunakan password.
Beberapa kasus tidak optimalnya instansi pemerintah menyelenggarakan aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset, tercermin dari belum adanya aktivitas pengendalian yang memadai, dan jika pun telah ada kebijakan dan prosedur yang jelas dalam pengamanan fisik atas aset, ternyata terdapat faktor lain yang kurang mendukung berjalannya aktivitas pengendalian, yaitu tidak dipahaminya kebijakan dan prosedur pengamanan fisik atas aset tersebut oleh jajaran pimpinan dan pegawai. Salah satu indikator yang tampak jelas adalah saling lempar tanggung jawab di dalam penyelesaian masalah yang terjadi. Tidak jelasnya siapa mengerjakan apa, siapa melapor kepada siapa, dan siapa yang bertanggung jawab, merupakan cerminan yang menggambarkan tidak berfungsinya aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset.
Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengomunikasian dan penyebaran informasi mengenai aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset adalah adanya masukan (feedback) dari para pejabat dan pegawai yang memiliki posisi sebagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan aset, berupa dorongan kepada pimpinan instansi pemerintah untuk melakukan pembaruan atau perbaikan atas rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur, dalam rangka pengamanan fisik atas aset, serta perbaikan untuk rencana pemulihan setelah
Dengan demikian, yang ingin dicapai dari tahap pemahaman tersebut adalah seluruh pimpinan dan pegawai memahami kedudukan, peran, dan tanggung jawab dalam pengamanan fisik atas aset, serta mendorong timbulnya kepedulian dari pimpinan instansi pemerintah, untuk selalu melakukan koreksi atau perbaikan atas rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik aset ke arah yang lebih sempurna, serta perbaikan untuk rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan), sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik, khususnya yang terkait dengan terwujudnya pengamanan atas aset negara.
3. Pemetaan (Mapping)
Setelah dilakukan kegiatan sosialisasi, diperlukan suatu kegiatan pemetaan atau diagnostic assessment terhadap keberadaan infrastruktur untuk menerapkan pengendalian fisik atas aset tersebut. Keberadaan infrastruktur diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur. Pemetaan juga diarahkan untuk mendapatkan gambaran bagaimana kondisi penyelenggaraan SPIP yang sudah berjalan, kesesuaian penyelenggaraan dengan kebijakan sehingga didapatkan areas of improvement (AOI).
Pemetaan dilakukan untuk memperoleh informasi atau gambaran mengenai:
a. Sejauh mana instansi pemerintah telah memiliki peraturan/ kebijakan yang mendasari pengendalian fisik atas asset.
b. Peraturan/kebijakan yang ada telah sesuai dengan ketentuan di atasnya.
c. Instansi pemerintah telah memiliki SOP atau pedoman untuk melaksanakan peraturan tersebut.
d. Pedoman atau petunjuk dimaksud telah sesuai dengan peraturan yang ada dan/atau yang akan dibangun.
e. SOP atau pedoman tersebut telah dipraktikkan dan didokumentasikan dengan baik.
Dari pemetaan ini, diharapkan dapat memberikan masukan atas rencana tindak yang paling tepat untuk pembentukan infrastruktur dan internalisasi aktivitas pengendalian untuk sub unsur pengamanan fisik atas aset, yang sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah.
B. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan terdiri dari proses pembangunan infrastruktur dan internalisasi, serta pengembangan berkelanjutan mengenai aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset, yang terdiri dari rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan fisik aset, serta rencana pemulihan setelah bencana (disaster recovery plan).
1. Pembangunan Infrastruktur (Norming)
Pada tahap pembangunan infrastruktur, pimpinan instansi pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur pengamanan aset berupa perangkat keras pengamanan atas fisik, yang sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam membangun infrastruktur pengendalian fisik atas aset dapat dilakukan dengan cara:
a. Identifikasi Kebijakan dan Prosedur Pengendalian Fisik atas Aset
Salah satu tugas dan fungsi instansi pemerintah adalah mengelola aset negara. Jenis fisik aset negara yang dikelola oleh instansi pemerintah secara umum dapat dibedakan dalam dua kategori besar, yaitu aset kas dan aset nonkas.
Untuk mengelola aset negara, baik yang berbentuk kas maupun nonkas, maka dalam setiap organisasi instansi pemerintahan, secara umum harus ditetapkan satuan kerja yang bertanggung jawab untuk mencatat, memantau, melakukan pengecekan fisik aset secara periodik, dan melaporkan aset negara tersebut. Untuk melakukan pengelolaan aset negara tersebut, diperlukan adanya kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah.
Pada tahap awal pembangunan infrastruktur pengendalian fisik atas aset, pimpinan instansi pemerintah harus menyusun rencana untuk melakukan identifikasi terhadap semua kebijakan dan prosedur tertulis yang diperlukan, dalam rangka pengamanan aset negara. Kebijakan dan prosedur tersebut, merupakan bagian dari komitmen pimpinan instansi pemerintah, dalam rangka mengantisipasi hasil penilaian risiko atas pengelolaan aset.
Dalam hal hasil identifikasi kebijakan dan prosedur menunjukkan adanya suatu kelemahan yang dapat memengaruhi pencapaian tujuan organisasi, pimpinan instansi pemerintah harus segera menindaklanjuti hasil identifikasi tersebut dengan menyempurnakan kebijakan dan prosedur pengendalian atas fisik aset.
Hasil identifikasi diharapkan juga dapat mengungkapkan secara lebih jelas mengenai keselarasan kebijakan dan prosedur pengendalian aset, yang berlaku untuk setiap jenjang organisasi instansi pemerintah, serta keselarasannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Identifikasi Fisik atas Aset Yang Dimiliki oleh Instansi Pemerintah
Rencana identifikasi atas aset, juga mencakup kebutuhan aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset, melalui kegiatan pengidentifikasian yang dilaksanakan secara berkala, sehingga jumlah, jenis, dan sebaran aset instansi pemerintah dari waktu ke waktu dapat diketahui, baik kondisi maupun nilainya.
Kebijakan dan prosedur pengendalian dalam rangka identifikasi fisik atas aset yang harus diakomodasi oleh instansi pemerintah, sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Untuk fisik aset berupa kas atau setara kas, maka pengidentifikasian keberadaan dan keamanannya harus dilakukan secara teratur, sekurang-kurangnya sebulan sekali atau waktu yang lebih pendek, sesuai dengan kebutuhan, melalui pembandingan fisik kas dan setara kas dengan catatan dan laporan. Demikian juga, dalam hal aset berupa kas dan setara kas tersebut ditempatkan di bank, maka identifikasi melalui prosedur rekonsiliasi dan konfirmasi perlu dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah.
2) Untuk mengetahui bahwa aktivitas pengendalian dalam pengamanan fisik atas aset berupa kas dan setara kas telah berjalan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku, maka atasan langsung bendahara pada instansi pemerintah melakukan identifikasi, melalui pemeriksaan fisik kas dan setara kas secara mendadak, tanpa diketahui lebih dulu oleh bendahara terkait.
Demikian pula, untuk pengamanan fisik atas aset bersifat nonkas, setiap pengelola aset harus melakukan identifikasi secara berkala, minimal sekali dalam satu periode tahun buku, atau sesuai dengan kebutuhan/ketentuan yang berlaku bagi instansi pemerintah yang bersangkutan, terutama untuk mengetahui keberadaan, penguasaan, kondisi, dan kebutuhan untuk menambah, atau mengurangi fisik aset. Identifikasi dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan atau observasi atas fisik aset.
3) Untuk memastikan bahwa aset nonkas seperti persediaan barang pakai habis telah dijaga secara aman, maka perlu ditetapkan secara jelas bendahara/penyimpan barang, yang juga berkewajiban untuk menyelenggarakan administrasi dan pencatatan kartu persediaan. Untuk inventaris kantor, aset tetap yang bergerak, dan tidak bergerak, termasuk infrastruktur lain yang dikuasai instansi pemerintah, perlu diberi tanda/label/ atau plang nama yang dapat menunjukkan tahun perolehan, dan status kepemilikannya.
Kegiatan pengidentifikasian aset kas dan setara kas serta aset bersifat nonkas tersebut, harus tertuang dalam rencana identifikasi yang diketahui oleh pimpinan instansi pemerintah.
c. Pengendalian Fisik atas Aset dari Risiko Hilang, Pencurian, Rusak, dan Digunakan Tanpa Hak
Pimpinan instansi pemerintah harus menjaga secara aman semua fisik aset dari risiko kehilangan, rusak, dan digunakan tanpa hak. Tingkat pengamanan fisik atas aset bergantung pada sifat dari fisik aset tersebut, yaitu:
1) Fisik aset berupa perlengkapan, persediaan, dan peralatan ditempatkan pada tempat serta ruang yang terjaga secara aman, dibuat catatan yang dapat menunjukkan mutasi penerimaan dan penggunaan, serta saldonya. Barang persediaan yang rusak segera dipisahkan, dicatat, dan dilaporkan sebagaimana mestinya.
2) Fisik aset berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak harus dikendalikan, dengan cara penetapan pejabat dan pegawai yang diberi wewenang untuk mengelola aset bergerak dan tidak bergerak, oleh pimpinan instansi pemerintah.
3) Pimpinan instansi pemerintah harus menjaga secara aman semua surat-surat yang membuktikan kepemilikan atas aset bergerak dan tidak bergerak, serta menyimpannya pada tempat yang aman dan terjaga. 4) Fisik aset tidak bergerak berupa tanah dan bangunan
harus dilindungi batas-batasnya dan diberi tanda/label/plang yang dapat dilihat secara jelas bahwa kepemilikan aset tersebut berada pada instansi
d. Penanganan/Tindakan yang Dilakukan Apabila Aset Hilang, Rusak, dan Bermasalah
Pimpinan instansi pemerintah harus menangani semua fisik aset yang hilang, rusak, dan bermasalah, untuk mengurangi dampak atau kerugian yang ditimbulkannya. Proses penanganan atas aset yang hilang, rusak, dan bermasalah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
1) Pengenaan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR);
2) Penghapusan atas fisik aset yang hilang dan rusak; 3) Penyelesaian secara hukum atas fisik aset yang
bermasalah.
Kebijakan dan prosedur untuk pengamanan terhadap kehilangan, kerusakan, dan aset-aset bermasalah tersebut dibuat secara tertulis dan dikomunikasikan kepada semua unit dalam organisasi pemerintah.
e. Inventarisasi Fisik Aset Instansi Pemerintah
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian yang tepat untuk mencatat dan melaporkan aset. Aset berupa kas dan setara kas, perlengkapan, persediaan, dan peralatan, harus dicatat secara uptodate dan teratur mengenai mutasi penerimaan dan penggunaan, serta saldonya setiap saat. Untuk menjaga secara aman atas fisik aset tersebut, prosedur