• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA LUBUK PAKAM

3.9 Laporan Hasil Pemeriksaan

Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu dengan menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak, pembuat laporan pemeriksaan pajak, pembuatan laporan pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa pajak dalam pembukuan atau dari wajib pajak.

3.10 Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan pasal 31 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksa pajak wajib menyampaikan surat Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pembahasan (closing conference)

dalam batas waktu yang ditentukan. Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Berdasarkan pasal 36 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 Direktur Jendral Pajak karena jabatan atau permohonan wajib pajak dapat membatalkan Hasil Pemeriksaan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.

Tata cara pemberitahuan pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan terdapat dalam pasal 22 , pasal 23, pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 antara lain :

1. Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya dan kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

2. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui kurir, faksimili, pos atau jasa pengiriman lainnya.

3. Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh wajib pajak. 4. Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian

tanggapan untuk jangka waktu 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka waktu ditentukan.

5. Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.

6. Dalam rangka melksanakan pembahasan akhir, kepada wajib pajak harus diberikn undangan secara tertulis yang mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya pembahasan akhir.

7. Undangan secara tertulis harus disampaikan kepada wajib pajak dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak :

a. Diterimanya tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dari wajib pajak sesuai jangka waktu yang ditentukan. b. Berakhirnya jangka waktu dalam jangka waktu yang telah

ditentukan , dalam hal wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

8. Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana yang telah ditentukan, Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada tanggapan yang disampaikan wajib pajak dan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

9. Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang ditentukan dan tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana yang telah ditentukan, Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada tanggapan yang disampaikan wajib pajak.

10.Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dalam jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis. 11.Apabila wajib pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis yang

Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana yang telah ditentukan.

12.Apabila wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan secara tertulis atas hasil pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan hadir dalam PAHP sesuai dengan hari dan tanggal yang telah ditentukan, Pemeriksa Pajak tetap melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan wajib pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

13.Apabila wajib pajak tidak menyampaikan tanggapan secara tertulis dan tidak hadir dalam PAHP sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan yang tertulis, Pemeriksa Pajak membuat berita acara yang menjelaskan tidak adanya tanggapan secara tertulis dan menjelaskan ketidakhadiran wajib pajak sebagaimana telah ditentukan yang ditanda tangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

14.Dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam PAHP dan tim Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berit acara ketidakhadiran wajib pajak dalam PAHP sebagaimana yang telah ditentukan , Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan. 15.Dalam hal terdapat hasil pemeriksaan yang belum disepakati antara tm

pemeriksa pajak dengan wajib pajak dalam PAHP berdasarkan risalah pembahasan , wajib pajak dapat mengajukan permohonan agar hasil

pemeriksaan yang belum disepakati tersebut dibahas terlebih dahulu Tim Quality Assurance Pemeriksaan.

16.Hasil Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan.

17.Berdasarkan risalah pembahasan dan/atau risalah Tim Quality Assurance Pemeriksa , tim Pemeriksa Pajak membuat berita acara PAHP yang ditandatangani tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. 18.Dalam hal wajib pajak menolak menandatangani berita acara PAHP,

tim Pemeriksa Pajak membuat catatan penting tentang penolakan tersebuat dalam berita acara PAHP.

19.Jangka waktu PAHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan baik dalam Pemeriksaan Kantor maupun Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu yang dihitung sejak wajib pajak harus hadir sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan tertulis.

20.Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilanjutkan dengan peeriksaan bukti permulaan. 21.Risalah Pembahasan dan berita acara PAHP, dan/atau risalah tim

Quality Assurance Pemeriksaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan hasil pemeriksaan.

22.Pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan pajak dihitung sesuai dengan PAHP kecuali dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir tetapi menyampaikan tanggapan tertulis, pajak terutang dihitung berdasar hasil pemeriksaan yang telah

diberitahukan kepada wajib pajak dengan memperhatikan tanggapan tertulis dari wajib pajak dan dalam hal wajib pajak tidak hadir dan tidak menyampaikan tanggapan tertulis , pajak yang terutang dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah diberitahukan kepada wajib pajak dan wajib pajak dianggap menyetujui hasil pemeriksaan.

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

Sejak awal tahun 1984 sistem self assesment dibidang perpajakan di Indonesia telah diberlakukan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan untuk Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn&PPnBM) dimulai sejak 1 April 1985. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum sepenuhnya diberlakukan sistem self assesment, sebagian masih diberlakukan sistem

official assesment.

Sistem self assesment adalah sebuah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak (WP) diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Wewenang untuk menentukan pajak yang terutang seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan Fiskus. Sistem self assesment diberlakukan sampai sekarang karena sistem

official assesment yang sebelumnya diberlakukan dinilai tidak efisien, dan menimbulkan kecendrungan Wajib Pajak kurang bertanggung jawab, dan sering terjadi perlawanan pajak dengan cara menghindar dari kewajiban perpajakannya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan tersebut maka sistem self assesment yang diberlakukan.

Dalam sistem self assesment pemberdayaan masyarakat (empowering people) adalah hal yang pokok, dimana prinsip iktikad baik (good faith) merupakan tuntutan moral menyelenggarakan pembukuan untuk keperluan pajak. Berdasarkan sistem ini perlu setiap wajib pajak diwajibkan :

1. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jendral Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Kewajiban memahami peraturan perpajakan yang berlaku,

3. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan untuk keperluan administrasi pajak dengan disertai oleh moral dan etika bertanggung jawab.

Dalam rangka penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan terjadinya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, selain dalam bentuk tax evasion dapat juga terjadi karena kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan disebabkan

a. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

b. Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai peraturan peraturan perundangan perpajakan, tetapi salah dalam menerapkan dan penghitungan datanya,

Memperkecil kemungkinan Wajib Pajak tidak mampu bayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar.

Dalam rangka pengawasan atas sistem self assesment,

Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan tindakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sampai dengan tahun 2012, wajib pajak yang telah diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah sebagai berikut :

Tabel VI.1

Jumlah Wajib Pajak yang diperiksa

NO

TAHUN

PAJAK RUTIN KHUSUS

TUJUAN LAIN JUMLAH WP 1 2010 189 0 24 213 2 2011 158 4 5 167 3 2012 136 5 8 149

Sumber : KPP Pratama Lubuk Pakam 2013

4.1 Prosedur dan Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim pemeriksa pajak yang susunanya terdiri dari beberapa supervisor, seorang ketua tim, dan beberapa pemeriksa/penilai yang tergabung dalam kelompok fungsional.

1. Tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03.2011 Tentang Tata Cara Pemeriksaan pajak.

2. Pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan pemeriksaan. 3. Tim Pemeriksa Pajak harus mencantumkan dasar hukum

berupa ketentuan pelaksanaannya serta bukti-bukti pendukungnya, atas setiap temuan pemeriksaan.

4. Temuan pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyimpanan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang penyampaiannya hanya dapat dilakukan satu kali.

5. Wajib Pajak harus diberi kesempatan hadir untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pembahasan akhir harus dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan yaitu 1 (satu) bulan untuk pemeriksaan lapangan dan 3 (tiga) minggu untuk pemeriksaan kantor.

6. Dalam hal dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas , baik Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksa maupun Tingkat Kantor Wilayah , harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Tim Pembahas dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan atau Kepala Kantor Wilayah DJP dan atas nama Direktur Jendral Pajak.

b. Tim pembahas akan melaksanakan tugasnya dalam hal terdapat permohonan dari Wajib Pajak.

c. Pembahasan olen Tim Pembahas hanya dilakukan antara Tim Pemeriksa Pajak dan Tim Pembahas tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak.

7. Apabila hasil pemeriksaan ternyata berbeda dengan profil Wajib Pajak, Tim Pemeriksa Pajak harus menjelaskan perbedaan tersebut dalam Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan serta mengirimkan data perbedaan tersebut kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi terkait.

8. Dketetapan Pajak harus dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan yang meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan satu atau beberapa masa pajak, maka Nota Perhitungan dan Surat Ketetapan Pajak harus diterbitkan untuk setiap Masa Pajak dan Masa Pajak.

Adapun prosedur Pemeriksaan Pajak yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pajak adalah sebagai berikut :

a. Mengevaluasi data-data yang dilaporkan oleh wajib pajak. b. Menganalisa angka-angka yang tercantum dalam laporan

keuangan Wajib Pajak.

c. Meminta Keterangan Lisan dan/atau tulisan Wajib Pajak yang diperiksa.

d. Memasuki penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada nomor 4 (empat), apabila wajib pajak atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud.

4.2 Penyebab-penyebab Dilakukannya Pemeriksaan Pajak Oleh Fiskus

Dalam hal menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Wajib Pajak, maka Wajib Pajak dapat diperiksa :

a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau Rugi.

b. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau tidak tepat yang sudah ditentukan.

c. Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jendral untuk diperiksa.

d. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban lainnya. Pemeriksa pajak juga dapat dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan self assesment yaitu :

1. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban intern, yaitu dalam pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT PPn setiap bulan.

2. Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban tahunan, yaitu dalam menghitung pajak atas dasar sistem self assesment dan melaporkan perhitungan pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pada akhir tahun pajak serta melunasi hutang pajaknya. 3. Ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan materil dan

yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.

Sedangkan pemeriksaan khusus juga dapat dilakukan fiskus antara lain dapat dilakukan dalam hal :

1. Adanya dugaan melakukan tindakan pidana

2. Pengaduan masyarakat, termasuk melalui pos 5000

3. Terdapat data baru atau data semula yang belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang Direktur Jendral Pajak.

4. Permintaan wajib pajak

5. Pertimbangan Direktur Jendral Pajak.

6. Untuk memperoleh informasi dan/atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4.3 Usaha-usaha Untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh

Pada umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang atau bahkan tidak mengerti pelaksanaan sistem self assesment yang berlaku dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal tersebut mengakibatkan sampai saat ini masih banyak penyelewengan pajak yang terjadi, baik yang tidak sengaja akibat kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai sistem tersebut maupun yang disengaja oleh Wajib Pajak itu sendiri karena ketidakpatuhannya terhadap Undang-undang perpajakan yang berlaku.

Semakin tinginya penyelewengan yang terjadi dibidang perpajakan mengakibatkan pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini semakin gencar dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak. Untuk itu perlu usaha-usaha yang harus dilakukan oleh pihak fiskus untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh tersebut adalah hendaknya pemerintah banyak melakukan penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi kepada Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut adalah kegiatan menyampaikan informasi, konsultasi, bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak guna meningkatkan pengetahuan Wajib Pajak terhadap sistem self assesment

tersebut serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan, pengalaman, keahlian, dan keterampilan dibidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai :

a. Prosedur pelaksanaan sistem self assesment

Cara menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan pajak sendiri.

b. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan kepada Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang tercantum dalam Undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana.

c. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan. Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assesment sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari wajib pajak yang tidak patuh.

4.4 Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaksanaan Tindak Pemeriksaan

Dalam melaksanakan tindakan pemeriksaan perlu didahulukan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapatkan pengawasan yang seksama terhadap wajib pajak yang akan diperiksa. Jadi untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak dalam pelaksanaan tindakan pemeriksaan maka diperlukan upaya-upaya yang harus diterapkan oleh pihak pemerintah perpajakan.

Dalam hal Direktorat Jendral Pajak perlu meningkatkan efisiensi dekaligus profesionalisme serta integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Upaya peningkatan efisiensi institusional, prefesionalitas, integritas, aparat perpajakan. Upaya peningkatan efisiensi institusional, profesionalitas, integritas aparat perpajakan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :

a. Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi beberapa kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.

b. Memperbaiki sistem dan prosedur yang mengarah pada sistem yang dapat mempermudah pelayanan dan mendorong efektifitas dalam pelaksanaan pengawasan.

c. Menerapkan sistem reward (hadiah) dan punishment

d. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap aparat perpajakan.

e. Perbaikan kinerja Direktorat Jendral Pajak juga terkait dengan koordinasi pihak-pihak lain.

Namun jika semua upaya yang dilakukan tetap tidak mencapai hasil dan walaupun telah dilakukan pemeriksaan wajib pajak tetap tidak mau melakukan pembetulan dengan kesadaran sendiri maka dapat ditindaklanjuti dengan upaya penyidikan yaitu tindakan yang dilakukan apabila ditemukan bukti pendahuluan berupa bukti baik tulisan maupun lisan, perbuatan, keterangan ataupun benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa tindakan tersebut merugikan Negara. Upaya penyidikan merupakan upaya trakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dalam bab ini dibaha kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada baba-bab sebelumnya, dan kesimpulan yang diperoleh dari teori pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKLM) antara lain sebagai berikut :

1. Sistem Perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment dimana wajib pajak diberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak terutang tersebut serta melaporkan kewajiban tersebut melalui Surat Pemberitahuan (SPT) kepada Kantor Pelayanan sesuai dengan jenis pajak dan batas waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

2. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu upaya Direktorat Jendral Pajak dalam menerapkan Pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan diharapkan juga Wajib Pajak dapat memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan segera memperbaiki jika terdapat kekeliruan dan kesalahan

yang berlaku dalam melaporkan kewajiban perpajakannya serta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghindari kewajibannya sebagai warga negara.

3. Dalam pelaksanaaanya sistem self assesment harus dengan data yang sebenarnya, dan harus dilaksanakan dengan tepat waktu, sehingga tidak terkena sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

5.2 Saran

1. Meningkatkan upaya penyuluhan dan sosialisasi guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

2. Agar meningkatkan kualitas pelayanan publik terutama dalam bidang kebutuhan yang menyangkut kepentingan orang banyak.

3. Dalam melakukan pemeriksaan pajak, Tim Pemeriksa hendaknya memperhatikan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak dan beersikap sesuai dengan etika pemeriksa pajak. 4. Menjalin koordinasi yang baik antara Direktorat Jendral Pajak

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2008, Perpajakan, Penerbit Andi, yogyakarta

Resmi, Siti,2005, Perpajakan Teori dan Kasus, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Sihaloho, Cyrus, Modul dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Rajawali Pers, Jakarta

Soemitro, Rochmat, 1998, Azas dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama, Jakarta,

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tatat Cara

Perpajakan

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

82/PMK.03/2011 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak

Surat Edaran, Nomor: SE-85/PJ/2011, Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Dokumen terkait