• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

1.1. Latar Belakang

Salah satu wilayah pesisir yang paling rawan mendapatkan beban pencemar yang bersumber dari daratan adalah daerah estuaria. Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya percampuran massa air laut yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan air tawar yang berasal dari daratan. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya air payau dengan salinitas yang meningkat kearah mulut sungai. Pada musim kemarau volume air sungai berkurang dan air laut dapat masuk sampai ke arah hulu sehingga salinitas di wilayah estuaria meningkat, sebaliknya pada musim penghujan volume air tawar dari sungai sangat besar dan mengalir ke wilayah estuaria sehingga salinitas menjadi rendah.

Wilayah estuaria meliputi muara sungai dan delta-delta besar, hutan mangrove dekat estuaria dan hamparan lumpur dan pasir yang luas. Wilayah ini dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis karena terjadi proses dan perubahan pada lingkungan fisik, kimia dan biologi (Supriadi, 2001).

Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER 16/MEN/2008 pasal 1 menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Menurut undang-undang ini perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria, teluk, perairan dangkal, rawa, payau dan laguna.

Kawasan estuaria yang berada di kawasan pesisir ini tak luput dari pengembangan dan pembangunan kota. Hal ini memungkinkan terjadinya kerusakan ekosistem estuaria dan munculnya konflik kepentingan. Sebagai contoh di beberapa wilayah di Indonesia terjadi konflik antara konservasi dengan pengembang reklamasi pantai di Manado (Sulawesi Utara), konflik antara industri dan masyarakat pesisir atau konflik antara lahan konservasi mangrove dengan pembangunan perumahan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Kerusakan ekosistem yang mungkin ditimbulkan dari adanya

konflik kepentingan tersebut adalah meningkatnya konsentrasi limbah yang masuk ke perairan, volume sedimen, penurunan biomassa dan keanekaragaman hayati.

Pencemaran pantai dan laut telah menjadi penyebab utama perubahan struktur dan fungsi dari fitoplankton, zooplankton, bentos dan komunitas ikan pada area yang luas, termasuk dampak terhadap kesehatan masyarakat, khususnya pada perikanan dan penggunaan komersil habitat pantai dan laut (Tanaka, 2004).

Beberapa kasus pencemaran yang terjadi di muara sungai di Indonesia telah dilaporkan seperti pencemaran bahan organik dan anorganik di perairan di perairan pesisir Semarang (Sulardiono, 1997). Menurunnya kualitas perairan pantai Jakarta, Semarang, dan Jepara akibat limbah domestik (Suhartono, 2004). Pencemaran bahan organik di muara Sungai Cisadane (Saputra, 2009).

Pada perairan bagian Utara Kota Makassar, terdapat muara Sungai Tallo yang merupakan salah satu muara sungai terbesar di Kota Makassar. Berbagai aktivitas di sepanjang perairan muara Sungai Tallo seperti keberadaan PT. Industri Kapal Indonesia yang kegiatannya berhubungan dengan docking kapal-kapal, kawasan industri di sepanjang aliran sungai dan sekitar muara, pemukiman padat penduduk, dan di sepanjang perairan Sungai Tallo juga terdapat beberapa areal pertambakan yang diduga membuang limbah pestisida ke sungai ini. Padatnya aktivitas sepanjang Sungai Tallo mengakibatkan aliran sungai ini banyak membawa limbah yang akhirnya menumpuk dan mencemari daerah muara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan pantai kota Makassar mengalami peningkatan kekeruhan, kadar nitrat dan fosfat serta kandungan bahan organik (Samawi, 2001). Sepanjang pantai Utara Kota Makassar sudah mengandung limbah yang berasal dari penguraian bahan-bahan organik yang berasal dari limbah rumah sakit, rumah tangga, perhotelan, dan pedagang kaki lima. Kondisi ini secara fisik ditandai dengan perubahan warna air laut dan bau yang tak sedap. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa sumber pencemar yang dominan di perairan Sungai Tallo berasal dari limbah industri dan domestik dari kawasan Industri Makassar dan limbah pemukiman. Jenis limbah yang paling dominan adalah bahan organik, padatan tersuspensi dan logam berat.

3

Penelitian Roem (2006) tentang logam berat Pb di muara Sungai Tallo menunjukkan bahwa konsentrasi logam Pb pada sedimen dan air berturut-turut adalah 18,01 mg/kg berat kering dan 0,8 mg/l . Konsentrasi ini menunjukkan nilai yang telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 0,008 mg/l untuk logam Pb. Roem (2006) membandingkan dua lokasi muara sungai yang berada di kota besar, yaitu muara Sungai Karajae (Pare-Pare) dan muara Sungai Tallo (Makassar). Hasil analisis menunjukkan bahwa di muara Sungai Karajae konsentrasi Pb di sedimen dan air jauh lebih kecil (8,7 mg/kg bk dan 0,2 mg/l). Somba (2006) menyebutkan besarnya beban limbah yang masuk ke Sungai Tallo mengindikasikan Sungai Tallo telah mengalami penurunan kualitas perairan (tercemar).

Samawi (2007) mengemukakan bahwa daerah Estuaria Tallo pada saat ini telah mengalami pendangkalan di muara akibat pencemaran. Hasil penelitian ini juga menunjukkan jenis organisme yang ditemukan dominan adalah bivalvia dan polichaeta yang mengindikasikan bahan organik yang tinggi. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa pencemaran pantai perlu ditangani secara serius dan sistemik dari hulu ke hilir agar tidak meluas dan semakin parah dikemudian hari.

Kondisi Estuaria Tallo sudah mengalami sedimentasi. Berdasarkan laporan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Makassar (2005), proses sedimentasi di Sungai Tallo yang bermuara pada Estuaria Tallo yang memiliki debit alir 143,07 liter/ detik, dengan kecepatan sedimentasi Sungai Tallo berkisar antara 29,6 cm hingga 76,1 cm maka rata-rata kecepatan sedimentasi 52,85 cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran Sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi, menimbulkan kecenderungan mengalami perubahan alur dengan membentuk meander. Kondisi kemiringan yang landai (1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km, kecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan tradisional Paotere, daerah pemukiman dan termasuk Kawasan Industri Makassar (BAPEDALDA, 2004). Kerusakan ini semakin meningkat oleh semakin banyaknya penduduk yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Tallo yang cenderung membuang limbah ke sungai.

Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar terkait dengan pengendalian kualitas lingkungan di wilayah Estuaria antara lain adalah diterbitkannya

Peraturan Daerah No. 14 tahun 1999 tentang larangan membuang sampah ke perairan, program kali bersih (PROKASIH), pembuatan tanggul dan penataan pemukiman sepanjang aliran sungai. Namun demikian upaya tersebut belum dilaksanakan secara optimal dan kurang mendapat tanggapan dari masyarakat secara serius. Disamping itu kurangnya kerja sama antara pemerintah dan kalangan industri, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan mengakibatkan semakin menurunnya kualitas perairan di wilayah ini.

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan kota Makassar berkelanjutan memerlukan upaya keseimbangan antara dimensi sosial-ekonomi-budaya, dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum kelembagaan dalam setiap kegiatan pembangunan (Dahuri et al., 2001).

Konsep pembangunan berkelanjutan pada pengelolaan kawasan estuaria yang bersifat holistik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dinamika kualitas perairan karena tekanan eksternal dan internal estuaria itu sendiri. Dinamika perairan dapat dipahami dan dipelajari dengan pendekatan model dan beberapa pendekatan matematik untuk melihat perubahan fenomena kualitas perairan pada saat ini dan masa yang akan datang. Beberapa pendekatan model dinamik yang digunakan untuk menggambarkan kualitas perairan di estuaria adalah dengan menggunakan pendekatan model hidrodinamik, model transport senyawa terlarut, dan transport sedimen (Brebbia, 1995).

Model kualitas perairan dapat dikembangkan menjadi dasar pengelolaan estuaria dengan mempertimbangkan kondisi kualitas perairan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan khususnya wilayah perairan yang lestari. Konsep ini meliputi dimensi sosial, ekonomi, dan ekologi yang nantinya diharapkan mampu menghasilkan suatu model pengelolaan secara menyeluruh dan berkelanjutan serta dapat diterapkan dan diaplikasikan secara nyata di lapangan oleh berbagai pihak yang terkait.

1.2. Perumusan Masalah

Sungai Tallo merupakan sungai yang membelah Kota Makassar dan memanjang hingga Selat Makassar. Sungai ini bermuara di bagian Utara Kota Makassar. Sepanjang aliran sungai ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat

5

sebagai daerah permukiman, daerah industri, pertambakan dan pertanian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada wilayah tersebut menghasilkan limbah baik berupa limbah padat maupun limbah cair yang sebagian besar dibuang ke sungai sehingga memberikan beban ancaman terhadap perairan di sepanjang sungai hingga ke muara bahkan sampai ke laut. Wahab (2009) mengemukakan bahwa aliran Sungai Tallo membawa limbah yang berasal dari kawasan industri, pabrik seng sermani, limbah PLTU, limbah rumah sakit , dan limbah rumah tangga yang pada akhirnya menumpuk dan mencemari daerah muara. Selain itu keberadaan PT. Industri Kapal Indonesia di wilayah muara sungai yang aktivitasnya berkaitan dengan docking kapal-kapal turut memberikan masukan limbah ke perairan ini.

Pemerintah Kota Makassar Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar No.6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015 diatur bahwa Strategi Pengembangan Kawasan Khusus Pengembangan Sungai Tallo yaitu menata kawasan koridor Sungai Tallo sebagai upaya pengendali banjir dan penyedia ruang terbuka hijau, mendorong program peremajaan lingkungan kawasan hilir Sungai Tallo menjadi kawasan konservasi dengan peremajaan terbatas terhadap beberapa kegiatan pembangunan yang direncanakan didalamnya.

Namun pada kenyataannya di sepanjang bantaran sungai Tallo telah banyak terjadi alih fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukannya sehingga memberikan dampak negatif terhadap ekosistem di sepanjang aliran sungai khususnya masalah kualitas air di perairan tersebut yang pada akhirnya juga berdampak pada daerah muara sungai hingga ke laut lepas. Hasil penelitian Samawi (2007) mengemukakan bahwa adanya aliran dari beberapa sungai yang bermuara di pantai Kota Makassar mengakibatkan perairan ini dikategorikan tercemar ringan. Beban pencemaran terbesar yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar adalah dari jenis bahan organik sebesar 4.170.995,4 ton per tahun yang sebagian besar berasal dari Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang.

Menurunnya kualitas air di sepanjang DAS hingga ke muara Sungai Tallo pada dasarnya disebabkan karena lemahnya struktur kelembagaan dalam pengelolaan dan pengawasan serta faktor ekologis yang sensitif. Selain itu semakin padatnya penduduk yang bermukim di sepanjang DAS dan diikuti dengan pemanfaatan SDA yang tidak

berkelanjutan serta semakin bertambahnya industri yang membuang limbah ke sungai ini juga menambah tekanan ekologi terhadap perairan ini.

Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk menekan ancaman terhadap keberlanjutan fungsi perairan ini perlu dibuat rancangan model pengelolaan lingkungan estuaria yang melibatkan semua elemen yang terkait berdasarkan simulasi model kualitas air yang dapat diprediksi beberapa tahun ke depan, sehingga diharapkan dapat menjadi arahan bagi kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pelestarian lingkungan perairan pada masa yang akan datang.

Untuk dapat merancang strategi pengelolaan berkelanjutan pada perairan estuaria, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dirumuskan yaitu;

- Bagaimana kondisi terkini lingkungan di estuaria dan berapa besar dampak lingkungan serta tekanan yang muncul akibat menurunya kualitas perairan di wilayah ini.

- Mengidentifikasi bahan polutan yang masuk ke lingkungan sungai sebagai masukan model.

- Bagaimana model hidrodinamika perairan estuaria dan perubahan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model kualitas air.

- Bagaimana kondisi kualitas perairan estuaria pada musim barat dan musim timur dengan skenario yang berbeda (kondisi pasang dan surut) .

- Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan estuaria berdasarkan model kualitas perairan .

1.3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, pengelolaan lingkungan perairan Estuaria perlu memperhatikan kondisi kualitas perairan. Semakin meningkatnya beban limbah yang dibuang ke Sungai Tallo dapat mengakibatkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Perubahan tersebut tentunya lambat laun akan mengganggu kestabilan ekosistem estuaria. Terganggunya kestabilan ekosistem estuaria dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem pesisir dan laut.

Untuk dapat memprediksi beberapa tahun kedepan mengenai kondisi kualitas perairan estuaria, diperlukan suatu simulasi model matematik yang diharapkan mampu

7

memberikan gambaran kondisi ke depan agar dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan strategi pengelolaan. Hasil model matematis dibandingkan dengan baku mutu perairan yang berlaku.

Upaya pengelolaan lingkungan perairan estuaria merupakan suatu masalah kompleks dan melibatkan berbagai komponen dan stakeholders terkait. Metode pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian masalah pengelolaan lingkungan estuaria.

Penyusunan skenario untuk melihat berbagai fenomena kondisi perairan yang akan terjadi di masa depan didasarkan pada hasil simulasi model dengan program MIKE 21. Hasil ini kemudian akan dijadikan rekomendasi sebagai dasar menyusun strategi pengelolaan yang akan diterapkan. Bantuan pakar (expert judgment) juga ditentukan untuk menyusun strategi pengelolaan yang dilaksanakan saat ini dan pada masa yang akan datang. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran - Peraturan dan UU Lingkungan - Manajemen dan Perubahan regulasi - Strategi alternatif manajemen lingkungan - Eksploitasi SDA yang

berkelanjutan

Strategi pengelolaan Lingkungan Estuaria yang terpadu dan berkelanjutan

Baku Mutu Lingkungan Kondisi Lingkungan

Perairan Estuaria

Model Kualitas Air Perairan Estuaria

Model Hidrodinamika Kondisi Eksisting

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain model pengelolaan lingkungan perairan estuaria khususnya Estuaria Tallo Sulawesi Selatan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan berdasarkan model interaksi antar berbagai variabel dalam sistem kualitas air perairan estuaria. Adapun tujuan operasional dari penelitian ini adalah :

a. Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan Estuaria Tallo

b. Menggambarkan kondisi lingkungan perairan Estuaria Tallo berdasarkan model hidrodinamika dan kualitas air perairan Estuaria Tallo

c. Menentukan strategi pengelolaan lingkungan Estuaria berdasarkan pengembangan pemodelan kualitas perairan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi ilmu pengetahuan sebagai masukan konsep model kualitas perairan

Estuaria Tallo yang dapat dimanfaatkan untuk upaya pengelolaan lingkungan

b. Sebagai bahan informasi dalam membuat penilaian dampak menurunnya kualitas air di lingkungan perairan estuaria

c. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah kota Makassar dalam pengelolaan dan penanggulangan pencemaran di Sungai Tallo.

1.6. Kebaruan (Novelty)

Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan kualitas air di estuaria disajikan pada Tabel 1.

9

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

NO PENELITIAN PENELITI

1 Pendekatan model kualitas air pada estuaria Worall et al., 1998 2 Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Estuaria

Dengan Pendekatan Tata Ruang dan Zonasi (studi kasus Segara Anakan, Kbupaten Cilacap)

Murni,2000

3 Analisis Fungsi Ekosistem Dan Sumber Daya Estuaria Sebagai Penunjang Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus Sungai Sembilang Musi Banyuasin Sumatera Selatan)

Ginting, 2002

4 Perbandingan model kualitas air di estuaria untuk total buangan limbah harian

Stow et al., 2003 5 Kualitas Air Sungai Tallo Ditinjau dari Parameter Fisik

dan Kimia, Kota Makassar

Rasyid et al., 2003 6 Fungsi model hidrodinamika estuaria dalam pengelolaan

ekosistem mangrove

Soedradjad, 2003 7 Membangun model kualitas air DO dan SOD pada

estuaria

Zheng et al.,2004 8 Pendekatan model untuk evaluasi dampak kualitas air Santhi et al., 2005 9 Pengembangan model kualitas perairan di estuaria

khususnya logam berat

Wu et al., 2005 10 Model Penyebaran Logam Berat Akibat

Cemaran Industri Pada Perairan Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Ekonomi Air

(Studi Kasus Pada Kali Cakung Dalam Di Rorotan-Marunda, Jakarta Utara)

Mastaruddin, 2005

11 Pendekatan model ekologi untuk manajemen kualitas air Lee et al.,2005 12 Model hidrodinamika di estuaria dengan menggunakan

pendekatan kecepatan dan persamaan Euler

Novikov et al.,2006 13 Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan

muara Sungai Cisadane

Rochyatun et al., 2006

14 Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Pantai Kota (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)

Samawi, 2007 15 Pengembangan model nutrient berdasarkan variasi

pasang surut di estuaria

Neto et al., 2008 16 Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya

Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya

Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus Di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan)

Noor, 2009

17 Model transformasi flux massa dan nutrien Hu et al., 2009 18 Struktur komunitas makrozoobentos di estuaria Irmawan et al., 2010

Berdasarkan uraian diatas bahwa penelitian yang telah dilakukan umumnya masih bersifat parsial dan hanya melihat kondisi wilayah pada suatu periode untuk suatu peruntukan tertentu. Keterbaruan dalam penelitian ini adalah dihasilkannya profil hidrodinamika perairan yang berperanan dalam penyebaran suatu substansi terlarut dalam penentuan tingkat kualitas perairan baik pada kondisi pasang dan surut pada musim barat dan musim timur, selanjutnya hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk menyusun strategi dalam pengelolaan lingkungan estuaria secara berkelanjutan.

Dokumen terkait