• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya nrgara Republik Indonesia sebagai yang berdasar atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka, maka sistem terminal harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin adanya bagi usaha pengelolaannya.

Dengan dikeluarkannya Perda No. 2 Tahun 2014 didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah , maka Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002 tentang Retibusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum, Tempat Parkir Khusus, Dan Perizinan Pelataran Parkir (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2002 Nomor 1 Seri C) dan Peraturan Daersh Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Dan Izin Di Bidang Perhubungan (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2002 Nomor 21 Seri C), sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini baik ditinjau dari segi penetapan tarif maupun dasar hukum pembentukannya, sehingga perlu dilakukan penyesuaian bahwa berdasarkan pertimbangan dibentuk Peraturan Daerah Di Bidang Perhubungan, maka oleh pemerintah daerah mengadakan kegiatan-kegiatan menggali kekayaan daerah. Sehingga terminal yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) mempunyai peraturan tersendiri.

Menyinggung tentang Retribusi terminal, yakni berpedoman kepada Perda no 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Daerah di Bidang Perhubungan, dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan daerah sebagai dasar hukum.

B. Kewenangan Pemerintah dalam Menjalankan Retribusi Terminal

Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Kewenangan pemerintah dalam menjalankan retribusi terminal untuk mengatur berjalannya PERDA no 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Terminal. Dalam melaksanakan kegiatan pemungutan tarif retribusi yang telah di keluarkan oleh Dinas Perhubungan kota Medan, dapat berjalan dengan baik dan terib.

Pemerintah membuat pembagian kewenangan secara vertical yang melahirkan daerah otonom tersebut tentunya tidak lepas sebagai sarana untuk mempermudah atau mempercepat terwujudnya kesejahteraan. Menurut beberapa pendapat, pembentukan daerah otonom bertujuan :

1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil pada tingkat lokal serta memberikan koordinasi pada tingkat lokal.

2. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari kontribusi kegiatan mereka.

3. Penyusunan program-program untuk memperbaiki ekonomi pada tingkat lokal sehingga lebih realistis.

4. Pembinaan Kesatuan Nasional

Ada juga yang berpendapat bahwa pembentukan daerah otonom juga didasarkan adanya kemungkinan:

1. Pemanfaatan sebesar-besarnya potensi daerah sendiri.

2. Untuk memusatkan masyarakat didaerah- daerah karena aspirasi dan kehendak terpenuhi.

3. Pembangunan daerah-daerah akan lebih pesat, karena tiap-tiap daerah akan membanggakan daerahnya sendiri.

Pembagian kewenangan tersebut merupakan salah satu sistem kerja pemerintahan dalam mengatur retribusi. Pemerintah memberikan kepada setaiap penajaga terminal agar memungut tarif retribusi terminal setiap harinya dari pagi sampai sore, yang akan di kumpulkan dan dimasukkan pada Pendapatan Asli Daerah.

C. Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Kenaikan Tarif Retribusi

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapakan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Sebagaimana dimaksud meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas di terima oleh pengusaha sejenis yang beroperasi secara efesien dan berorientasi pada harga pasar.

Dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang dimaksud adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efesien dan berorientasi pada harga pasar.

Struktur dan besarnya tarif Retribusi terminal ditetapkan sebagai berikut: a. Retribusi Pelayanan Terminal :

1. Angkutan Kota (MPU) Rp 1.000,00 sekali masuk;

2. Bus Kota Rp 1.000,00 sekali masuk;

3. Angkutan perkotaan / mobil Penumpang

Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Rp 1.000,00 sekali masuk;

4. Bus AKDP Rp 2.500,00 sekali masuk;

5. Bus Antar Kota Dalam Provisi Rp 5.000,00 sekali masuk; 6. Angkutan barang roda 4 (empat) Rp 2.000,00 sekali masuk;

7. Angkutan barang roda 6 (enam) Rp 3.000,00 sekali masuk; 8. Akutan barang diatas roda 6 (enam) Rp 5.000,00 sekali masuk; b. Retribusi pelayanan penggunaan Fasilitas penunjang terminal:

1. Kamar mandi Rp 1.000,00 sekali masuk;

2. Parkir / sekali parkir

a) Kendaraan roda 2 (dua) Rp 1.000,00 b) Kendaraan roda 3 (tiga) Rp 1.500,00 c) Kendaraan roda 4 (empat) Rp 2.000,00 3. Loket / hari :

a) Bus cepat / antar provinsi Rp 20.000,00 b) Bus lambat / antar kota Rp 10.000,00 c) Mobil penumpang umum antar kota Rp 5.000,00 d) Taksi antar kota Rp 5.000,00 4. Lokasi usaha / m2 / tahun dengan tarif dasar minimum :

a) Bangunan permanen pada lokasi bangunan utama Rp 200.000,00 b) Bangunan permanen diluar lokasi banguna utama Rp 150.000,00 c) Bangunan semi permanen diluar lokasi bangunan utama Rp 100.000,00 5. Pelayanan kebersihan / bulan:

a) kantor / loket Rp 15.000,00

b) Toko / kios Rp 20.000,00

c) Rumah makan Rp 20.000,00

Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis fsilitas, jenis kendaraan dan jangka waktu pemakaian.

Besarnya tarif retribusi dihitung dengan mempertimbangkan:

1. Biaya langsung yang meliputi biaya belanja pegawai termasuk pegawai yang tidak tetap, belanja barang, belanja pemeliharaan sewa tanah dan bangunan, biaya listrik, dan semua biaya rutin yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa.

2. Biaya tidak langsung meliputi biaya administrasi umum, dan biaya lainnya yang mendukung penyediaan jasa.

3. Biaya modal yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang berjangka menengah dan panjang, yang meliputi angsuran. 4. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam menetapkan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta jenis yang beroperasional secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan izin di lapangan, penegakkan hukum, penata usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

A. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Terminal 1. Tata Cara Pemungutan Retribusi Terminal

Pengelolaan Retribusi Terminal merupakan wewenang dan tanggung jawab dari Dinas Perhubungan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh SUB Dinas Perhubungan sebagai unsur koordinasi kegiatan Dinas Pendapatan Daerah di bidang pengelolaan terminal.

Sistem pemungutan retribusi daerah adalah official assesment, yaitu pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Retribusi setelah penerimaas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah ( SSRD ).

Pemungutan retribusi terminal di Kota Medan didasarkan pada peraturan Daerah No. 5 tahun 1999, yaitu pemungutan secara langsung dengan menggunakan sistem pemungutan benda berharga berupa karcis atau disebut dengan sistem offical assessment, sebagai berikut :

1. Pemungutan retribusi diserahkan sepenuhnya kepada kepala terminal yang bertanggung jawab sepenuhnya atas ketertiban terminal.

2. Dalam melaksanakan pemungutan retribusi terminal, kepala terminal dibantu oleh beberapa petugas yang berpakaian seragam dan tanda pengenal.

3. Pelaksanaan pungutan retribusi terminal dilaksanakan setaiap hari.

4. Besarnya tarif retribusi terminal sesuai dengan besarnya tarif yang ditentuka dalam perda yang berlaku pada saat pemungutan retribusi terminal.

5. Setelah semua retribusi terminal terkumpul, kepala terminal menyerahkan uang hasil setoran ke kas daerah Dinas Perhubungan.

B. Kendala yang Dihadapi Pemerintahan dalam Melaksanakan Retribusi Terminal.

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif.

Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, faktor-faktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu :

a) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu;

b) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah;

c) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum;

d) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik;

e) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.24

Dalam melaksanakan retribusi terminal pihak Dinas Perhubungan mengahadi kendala dari pihak supir angkutan kota dan menemukan beberapa hambatan mengakibatkan penmungutan kurang baik:

a. Bis yang masuk ke terminal sudah banyak berkurang sehingga berkurang pula penerimaan pungutan retribusi.

b. Banyak nya kendaraan pribadi sekarang ini.

c. Cuaca buruk yang menyebabkan berjalannya retribusi terminal kurang baik.

24

Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 144.

d. Penggunaan pembayaran sewa kios, loket penjualan tiket oleh penyewa Kendala yang di hadapi dalam pemungutan retribusi terminal di lapangan adalah kurangnya kesadaran pengguna jasa terminal untuk membayar retribusi yang sudah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan.

Hambatan eksternal merupakan hambatan yang besumber dari luar institusi Dinas Perhubungan kota Medan, dengan kata lain hambatan eksternal muncul dari masyarakat sebagai pengguna retribusi terminal, yakni kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi terminal. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi pasar sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal di kota Medan.

Peningkatan retribusi pasar akan berdampak juga pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pembangunan dan perkembangan daerah karena berkaitan erat dengan pembiayaanya. Dengan adanya otonomi daerah maka setiap daerah dituntut untuk membiayai segala urusan rumah tangganya sendiri, yang sangat memerlukan biaya besar. Oleh karena itu setiap daerah harus mampu untuk meningkatkan pendapatan daerahnya dari tahun ke tahun.

Untuk dapat meningkatkan retribusi terminal guna memperoleh pendapatan daerah yang maksimal maka Dinas Perhubungan kota Medan melakukan upaya-upaya dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal. Dilihat dari hasil penelitian dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi pasar antara lain :

1. Meningkatkan koordinasi dengan semua petugas pemungut untuk mempercepat pencapaian target;

2. Meningkatkan kualitas SDM pemungut retribusi melalui pimpinan SKPD; 3. Meningkatkan pemanfaatan sarana dan prasarana kerja untuk

menyelesaikan tugas;

4. Mengupayakan untuk menambah petugas pemungut retribusi di setiap UPTD;

5. Membuat pedoman dan prosedur kerja yang jelas;

6. Peningkatan sosialisasi atau/penyuluhan-penyuluhan terhadap wajib retribusi terminal, baik melalui tatap muka maupun melalui media massa dan media lainya;

7. Meningkatkan pengawasan terhadap petugas dalam pelaksanaan pemungutan retribusi di setiap UPTD dan pada wajib retribusi pasa.

Pengawasan terhadap petugas pemungut retribusi pasar di setiap UPTD terminal agar tidak terjadi penyimpangan terhadap ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan terhadap wajib retribusi pasar ditujukan terhadap wajib retribusi yang kurang dan tidak melaksanakan kewajiban untuk membayar retribusi atau menunggak.

C. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Hambatan yang Terjadi.

Peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun

unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu :

a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas

hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.

c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.

d. Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan.25

Dalam megatasi hambatan yang terjadi di dalam lingkungan terminal, pemerintah berupaya untuk semaksimal mungkin memberikan pengarahan kepada

25Ibid, hal. 158

setiap pengguna jasa terminal sadar untuk membayar tarif retribusi terminal yang sudah ditentukan oleh Dinas Perhubungan.

Ada beberapa upaya untuk mengatasi hambatan yang terjadi di lingkungan terminal, sebagai berikut:

11.Mengurangi beban pemakaian listrik dengan cara pemisahan penggunaan listrik untuk penerangan terminal dengan konsumsi listrik untuk kios. 12.Menertibkan semua SIP ( Surat Izin Penempatan )

13.Pendataan ulang penyewa kios ,dan loket penjualan.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Peranan Dinas Perhungan dalam melaksanakan Perda No. 2 tahun 2014 dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Sistem pemungutan retribusi daerah adalah official assesment, yaitu pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Retribusi setelah penerimaan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah ( SSRD ).

2. Hambatan eksternal merupakan hambatan yang besumber dari luar institusi Dinas Perhubungan kota Medan, dengan kata lain hambatan eksternal muncul dari masyarakat sebagai pengguna retribusi terminal, yakni kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi terminal. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi pasar sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal di kota Medan.

3. Dalam mengatasi hambatan yang terjadi di dalam lingkungan terminal, pemerintah berupaya untuk semaksimal mungkin memberikan pengarahan kepada setiap pengguna jasa terminal sadar untuk membayar tarif retribusi terminal yang sudah ditentukan.

A. Konsep dan Defenisi Retribusi 1. Konsep Retribusi

Kebijakan daerah dalam memungut retribusi harus melihat kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dalam jangka panjang, sebaiknya bisa menunjukan dan adanya kewenangan penuh oleh pemerintah daerah sehingga dapat memberikan insentif pajak dan retribusi daerah, mengupayakan menjadi daerah yang diminati oleh pelaku bisnis untuk menanamkan investasinya.

Kebijakan Desentralisasi yang efektif dilaksanakan sejak tahun 2001 pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan bagi Pemerintahan Daerah untuk memberikan alternatif pemecahan secara inovatif dalam menghadapi tantangan yang dihadapi. Pemerintah Daerah dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan publik serta meningkatkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan. Desentralisasi dapat diartikan penyerahan atau pengakuan hak atas kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri, dalam hal ini daerah diberi kesempatan untuk melakukan suatu kebijakan sendiri. Pengakuan tersebut merupakan suatu bentuk partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan yang merupakan ciri dari negara demokrasi. Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan pada level bawah pada suatu organisasi . Ten Berge

mengartikan desentralisasi sebagai suatu penyerahan atau pengakuan hak (mengenai keadaan yang telah dinyatakan) atas kewenangan untuk pengaturan dan pemerintahan dan badan–badan hukum publik yang rendahan atau organ–organ dalam hal mana ini diberi kesempatan untuk melakukan suatu kebijaksanaan sendiri. Istilah otonomi lebih cenderung pada Political Aspect (aspek politik–kekuasaan negara), sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administrative aspect (aspek administrasi negara). Namun jika dilihat dari konteks pembagian kewenangan dalam prakteknya, kedua istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Artinya jika berbicara mengenai otonomi daerah tentu akan menyangkut pertanyaan seberapa wewenang yang akan diberikan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, demikian sebaliknya. Pembagian kewenangan secara vertikal yang melahirkan daerah otonom tersebut tentunya tidak lepas sebagai sarana untuk mempermudah atau mempercepat terwujudnya kesejahteraan. Menurut beberapa pendapat, pembentukan daerah otonom bertujuan :

2. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah– masalah kecil pada tingkat lokal serta memberikan peluang untuk koordinasi pada tingkat lokal;

3. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari kontribusi kegiatan mereka itu;

4. Penyusunan Program – program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal sehingga lebih realistis;

5. Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri (Self Goverment); 6. Pembinaan Kesatuan Nasional.

Ada juga yang berpendapat bahwa pembentukan daerah otonom juga didasarkan adanya kemungkinan :

1. Pemanfaatan sebesar – besarnya potensi daerah sendiri;

2. Untuk memusatkan masyarakat didaerah–daerah karena aspirasi dan kehendaknya terpenuhi;

3. Masyarakat setempat lebih banyak ikut serta didalam memikirkan masalah – masalah pemerintahan, jadi lebih cocok dengan susunan pemerintahan yang demokratis;

4. Pembangunan didaerah–daerah akan lebih pesat, karena tiap tiap daerah akan berusaha untuk menciptakan kebanggaannya sendiri.

Berdasarkan pendapat tersebut nampak bahwa otonomi daerah sangat berkaitan dengan demokrasi, kesejahteraan rakyat, efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.

Dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah tentu membutuhkan dana. Dana ini diperoleh daerah dari Pemerintah Pusat dan dari pendapatan daerah sendiri. Salah satu sumber pendapatan daerah yang berasal dari daerah adalah retribusi daerah. Retribusi Daerah diatur dalam Undang Nomor 18 tahun 1997 yang mana telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara.

Rochmat Sumitra mengatakan bahwa retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.6

Menurut Marihot Pahala Siahaan bahwa “Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

7

6

Rochmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Bandung: Eresco, 1974), hal. 5

7

Marihot Pahala Siahaan, Pajak daerah dan Retribusi Daerah (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal. 616

Sedangkan Mahmudi mengatakan bahwa “Retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa yang tertentu yang disediakan pemerintah”.8

Munawir menyatakan bahwa retribusi adalah adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk, paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah ia tidak akan dikenakan iuran tersebut.9

Dari pendapat para ahli diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau badan karena jasa yang nyata

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan “Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

Retribusi Daerah menurut PP No. 66 Tahun 2001 adalah “Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberizn izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.”

8

Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta :Penerbit Erlangga, 2010), hal. 25 9Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan, (Jogjakarta: Liberty, 1995), hlm. 151

pemerintah daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, atau usaha milik daerah yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

Khusus pajak dan retribusi dasar hukum pemungutannya berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sedangkan aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tantang Pajak

Dokumen terkait