• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Neoliberalisme merupakan sebuah paham yang menghendaki penghapusan batasan untuk mempermudah perdagangan. Batasan yang harus dihapus tersebut diantaranya adalah penghapusan hambatan tarif, aturan (Regulasi), standarisasi, hingga penghapusan pada batasan untuk arus modal dan investasi. Neoliberalisme pada akhirnya mempromosikan mekanisme perdagangan global dan investasi yang bertujuan untuk mencapai kebebasan dalam mengelola sumber daya guna mencapai kesejahteraan serta pembangunan yang adil dan berimbang disemua negara.1 Namun dalam kenyataannya model ini justru berujung pada eksploitasi yang mengedapankan keuntungan semata. Hal ini termasuk di dalamnya adalah dalam hal pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan melalui agenda privatisasi dan komersialisai sumberdaya air.

Upaya privatisasi dan komersialisasi air telah terjadi diberbagai negara, oleh berbagai perusahaan multinasional. Beberapa contoh diantaranya adalah di Argentina, Colombia, Bolivia, Maxico, Banglades, Nepal, Pakistan, Filiphina, Thailand, Pantai Gading, Srilanka, Madagaskar, Maroko, Nigeria, Sinegal, Tunesia, Hongaria, Ghana. Diberbagai negara tersebut privatisasi sumberdaya air

1

A Primer on Neo-Liberalism diakses dalam http://www.globalissues.org/article/39/a-primer-on-neoliberalism#Neoliberalismis 02/09/2014 20:16.

2 mendorong peningkatan biaya akses atas air mencapai 300% atau senilai dengan 25% dari total pendapatan kelompok miskin di negara tersebut.2

Fenomena privatisasi air yang berujung pada meningkatnya kesulitan pada kelompok ekonomi lemah akibat ketidak mampuan mengakses air, karena harganya yang cukup tinggi. Hal ini pada akhirnya memicu kelompok-kelompok organisasi yang perduli terhadap kesejahteraan bagi seluruh elemen masyarakat guna memperjuangkan kesejahteraan masyarakat tersebut, salah satunya adalah FoEI. FoEI melihat air sebagai hak mendasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia beberapa yang menjadi fokus permasalahan disektor air yang diangkat oleh FoEI diantaranya disebutkan dalam breifing yang bertajuk Water : Our Global Impact yang menyebutkan mengenai krisis air yang terjadi dan mendunia saat ini harus menjadi perhatian khusus.3 Selain itu dalam breifing yang lain dalam tajuk pembahasan Stealing Our Water : Implications of GATS for Global Water Resourses dalam pembahasan ini juga FoEI menitik beratkan adanya agenda internasional yang menggunakan neoliberalisme sebagai prasarana komersialisasi sumberdaya air.4 Lainnya adalah dalam laporan tahunan FoEI yang berjudul Economic Drivers of Water Financialization di laporan ini FoEI

2

Anonymous, 2003, Fact Down to Earth tentang lembaga-lembaga keungan internasional. No.28 maret 2003. Dilihat dalam Bunasor Sanim, 2011.

3

Breifing FoEI, Water Our Global Impact diakses dalam

http://www.foe.co.uk/sites/default/files/downloads/water_global_impact.pdf diakses 20/08/14 13:45

4

Breifing FoEI, Stealing Our Water : Implications of GATS for Global Water Resourses diakses dalam http://www.foe.co.uk/sites/default/files/downloads/gats_stealing_water.pdf diakses 20/08/14 13:55

3 menunjukkan privatisasi dan komersialisasi air pada akhirnya mendunia dan terajadi di banyak negara maju dan negara berkembang.5

Pernyataan PBB pada tahun 2002, terkait krisis sumberdaya air yang diprediksi akan menjadi semakin buruk pada tahun 2025, menjadi pertanda tentang fenomena krisis air yang terjadi saat ini. Dalam laporan tersebut diperkirakan terdapat 3,4 juta jiwa meninggal pertahunnya akibat mengkonsumsi air yang tidak layak, serta akibat kelangkaan air.6 Terlebih lagi Middleton7 memperkirakan akan terjadi peningkatan penduduk dari 5,3 milyar jiwa menjadi 8,5 milyar jiwa pada 2025 mendatang. Middleton juga menjelaskan bahwa dari 1,4 ribu juta kilometer kubik air dibumi hanya 0,003% saja yang benar-benar bisa dikonsumsi secara normal sementara sisanya 97% adalah air di samudera dan lautan dengan kadar garam tinggi sisanya adalah air yang tersimpan didalam lapisan kutup dan terletak sangat dalam pada lapisan tanah.

Air yang dimanfaatkan sebesar 0,003% itu adalah air yang dikonsumsi oleh umat manusia selama ini jumlahnya terus berkurang akibat penggunaanya yang tidak seimbang dengan pemberdayaannya. Kerusakan ekosistem merupakan penyebab utama dari kelangkaan ini, kerusakan hutan, pengeboran perut bumi untuk pertambangan dan lain sebagainya yang merupakan dampak langsung kemajuan teknologi serta perkembangan peradapan manusia.8 Kelangkaan ini lah

5

Laporan tahunan FoEI, Economic Drivers of Water Financialization diakses dalam

http://www.foei.org/wp-content/uploads/2013/12/Economic-drivers-of-water-financialization.pdf diakses 20/08/14 14:00

6

Joseph Alcamo, Thomas Henrichs, Thomas Rosch, 2000, World Water in 2025 diakses melalui http://www.env-edu.gr/Documents/World%20Water%20in%202025.pdf 5/19/2014 pkl 03:04 7

Ricard Middleton, Air Bersih, data merupakan dokumen yang diperoleh penulis dari Kedai Baca WALHI Jatim. Untuk mengakses data dapat langsung mengunjungi kantor WALHI Jatim di Jl. Kutisari Indah Barat IX, No. 15

4 yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk menjadikan air sebagai komoditas perdagangan. Sifatnya terus semakin langka dan merupakan kebutuhan utama yang dicari konsumen memberikan peluang yang besar bagi keuntungan pengelolaan sumberdaya air.

Di Indonesia privatisasi air masuk melalui berbagai bentuk pinjaman dana yang diberikan ke Indonesia oleh berbagai lembaga moneter Internasional seperti IMF, World Bank, ADB, serta lembaga Internasional seperti WTO dan UNESCO. Dorongan utama sebagai pemicu penerapan privatisasi sektor air di Indonesia dilakukan melalui tekanan untuk menerapkan aturan terkait pembukaan pengelolaan salah satunya adalah pada sektor air. Situasi tersebut pada akhirnya melahirkan kebijakan UU No. 07 Tahun 2004 tentang sumberdaya air. Meskipun UU ini menyatakan bahwa penguasaan ada ditangan negara dan pengelolaan air harus mempertimbangkan fungsi sosial dan lingkungan. UU ini tetap memberikan ruang yang sangat terbuka bagi komersialisasi dan komodifikasi air. Indikasi tersebut terlihat jelas melalui pemberian kesempatan yang luas untuk penyertaan swasta dalam pengusahaan air melalui hak guna usaha. Perubahan mendasar terlihat jelas dimana peran swasta bukan hanya pada pengusahaan dan pengelolaan air minum, melainkan termasuk kebebasan pengelolaan seluruh bidang perairan mulai dari penyediaan air bersih, air minum, hingga pemenuhan air baku untuk sektor pertanian.9

Di Indonesia FoEI adalah salah satu INGO yang mengupayakan penolakan terhadap isu privatisasi air ini. Akan tetapi FoEI mengupayakan penolakan ini

9

Bunasor Sanim, 2011, Sumber Daya Air dan Kesejahteraan Publik (suatu kajian teoritis dan kajian public), IPB Press: Bogor. Hlm 75.

5 melalui kemitraan lokal dengan WALHI. Upaya penolakan melalui kemitraan lokal ini lah yang akan menjadi fokus penelitian ini. Hal ini penting untuk memunculkan kesadaran terkait permasalahan yang terjadi perihal kelangkaan air yang dapat menjadi permasalahan di Indonesia di masa mendatang. Selain itu hal ini penting untuk menunjukkan ancaman dan bahaya privatisasi sektor air serta adanya gerakan perlawanan atas privatisasi.

FoEI merupakan organisasi lingkungan non pemerintah yang bergerak pada level internasional. FoEI adalah jaringan lingkungan akar rumput terbesar di dunia, menyatukan 5000 kelompok aktivis lokal disetiap dunia. Dengan lebih dari 2 juta anggota dan pendukung seluruh dunia, FoEI menentang model neoliberalism dalam bentuk globalisasi ekonomi dan korporasi serta mempromosikan solusi yang akan membantu menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial masyarakat.10 Di Indonesia FoEI menjalin kemitraan lokal dengan WALHI, kemitraan ini dibangun melalui perjuangan pergerakan yang sama untuk menentang model terkini dari globalisasi ekonomi dan korporasi. Keduanya juga menyelaraskan tujuan guna mencapai penciptaan lingkungan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Dalam melaksanakan agenda perjuangan mereka.11 FoEI memiliki garis kordinasi yang sangat terdesentralisasi, artinya FoEI memberikan keleluasan ruang bagi setiap mitra lokal diberbagai negara termasuk WALHI di Indonesia. Namun bentuk kemitraan ini tetap mengusung isu dan landasan perjuangan yang sama sebagai bagian dari

10

FoEI Members Group diakses melalui http://www.foei.org/member-groups/ diakses 16/07/2014 00:01 lihat pula Keith Suter, 2002, Friend of the Earth International diakses melalui

http://www.fni.no/ybiced/02_06_suter.pdf 15/07/2014 23:24. 11

FoEI Indonesia WALHI diakses melalui http://www.foei.org/news/foei-indonesia-walhi/ diakses 20/08/14 14:05

6 angenda besar bersama, meskipun dalam pengupayaan dan pergerakan yang dilakukan oleh berbagai aktivis pada level lokal diberikan kewenangan sendiri tanpa harus berkoordinasi secara langsung dengan FoEI yang berpusat di Belanda.12

Dalam mengupayakan privatisasi air di Indonesia, FoEI berkemitraan dengan WALHI melalui penyelarasan isu dan landasan dalam melawan pergerakan tersebut. Diantaranya melihat privatisasi sebagai bentuk neoliberalisme yang harus di lawan, serta melihat air sebagai bagian dari hak asasi manusia yang harus diperjuangkan dari kepemilikan privat untuk mencapai lingkungan yang berkeadilan sosial serta berkelanjutan. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mengangkat permasalahan penolakan privatisasi air di Indonesia yang dilakukan oleh FoEI melalui kemitraannya dengan WALHI dalam judul Peran FoEI (Friend of The Earth Internasional) dalam Upaya Penolakan Privatisasi dan Komersialisasi Sumberdaya Air di Indonesia Melalui Kemitraan Global (Study Kasus Kemitraan FoEI dengan WALHI).

Dokumen terkait