• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA GENTASARI

D. Latar Belakang Munculnya Industri Jamu Tradisional

Usaha industri Jamu Tradisional yang ada di Desa Gentasari pada awalnya adalah usaha pengisi waktu luang sehabis para petani mengerjakan usaha tani tanaman pangan (sawah). Sejalan dengan perkembangan pembangunan di negara kita, ternyata hal itu berdampak baik terhadap perkembangan pemasaran jamu tradisional di Desa Gentasari pada khususnya dan Cilacap pada umumnya., selain itu jamu Gentasari semakin mendapat tempat di hati para konsumen, sehingga kedudukan usaha jamu Gentasari semakin berkembang, dan menjadi usaha atau setidaknya mempunyai kedudukan sama dengan usaha pertanian.

Pada awalnya industri jamu ini hanya sebatas sambilan mengisi waktu luang dan dikerjakan hanya oleh beberapa orang saja dan produknya berupa jamu godok (rebus) dan jamu gandring (jamu yang dibuat dari campuran bermacam-macam tanaman obat yang ditumbuk dan dicetak dalam bentuk padat seperti kue satu) sampai tahun 1980-an . Awalnya masih sederhana dan merupakan usaha keluarga. Pemasaraannya juga masih dor to dor (membuat dan menjual sendiri). Ternyata jamu produk dari Gentasari ini diterima oleh masyarakat karena khasiatnya begitu terasa dan oleh karena itu menjadikan semakin luasnya pasar maka memunculkan distributor jamu yaitu pemasar dan pemasok bahan dasar jamu dari etnis Tionghoa antara lain dari Purbalingga, Banyumas, dan Purwokerto.

Sebelum usaha membuat jamu ini mempunyai hukum resmi yang berbentuk PT, maka kira-kira pada tahun 1978 usaha ini baru dimulai. Pada waktu itu membuat jamu tradisional masih bersifat home industry (industri rumah tangga). Bahan baku, proses produksi, daerah pemasaran masih sangat terbatas serta sederhana sekali. Dengan jalan berusaha mempelajari buku-buku yang ada kaitannya dengan jamu, apa fungsi obat-obatan atau jamu, dan dari berbagai pengalaman maka industri jamu tradisional Gentasari semakin berkembang.

Dari hal tersebut di atas maka pada tahun 1978 dibentuk Himpunan Pengrajin JamuJawa Asli (HPJA) sebagai wadah bagi para pengrajin jamu jawa yang ada di desa Gentasari dan sekitarnya dan sekaligus merupakan

Perkembangan pengrajin jamu jawa semakin meningkat maka para pembina terutama dari departemen koperasi, departemen perindustrian dan departemen perdagangan memandang perlu untuk menjadikan HPJA sebagai koperasi dan pada tanggal 10 juli 1985 Himpunan Pengrajin Jamu Jawa Asli (HPJA) dilikuidasikan menjadi Himpunan Pengrajin Indonesia (HIMPI) sektor jamu jawa sebagai wadah kelembagaanya dan koperasi pengrajin jamu jawa asli Gentasari sebagai bidang usahanya. Sedangkan badan hukum disahkan pada tanggal 10 Februari 1986 dengan badan hukum nomor 10485/ BH/ VI.

Mulai tahun 1990-an produksi jamu dari Gentasari tidak terbatas hanya jamu gandring dan jamu rebus saja, tetapi telah bermunculan berbagai aneka bentuk-bentuk industri jamu dengan berbagai merk jamu dan produknya berupa jamu rebus, jamu serbuk, dan jamu yang berbentuk pil dan juga sudah dikemas secara modern.

Industri jamu ini pada awalnya merupakan usaha sampingan tetapi karena dirasakan menguntungkan dan ternyata lebih menghasilkana dari pada mata pencaharian sebelumnya yaitu pertanian yang kurang memuaskan. Akhirnya sampai sekarang masyarakat Gentasari menekuni usaha jamu tersebut (Rakimin Hadi Sumarto, wawancara 26 Mei 2005).

Jumlah pengrajin jamu di Desa Gentasari hingga tahun 2000 yang menjadi anggota koperasi jamu (Kopja) Aneka Sari tercatat berjumlah 88 pengrajin, disamping perusahaan yang berdiri sendiri atau tidak termasuk anggota koperasi.

BAB III

PERKEMBANGAN INDUSTRI JAMU TRADISIONAL DESA GENTASARI KECAMATAN KROYA KABUPATEN CILACAP

A. Faktor-Faktor Penyebab Perkembangan Industri Jamu Gentasari

Usaha membuat jamu tradisional sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di Desa Gentasari. Masyarakat Gentasari memperkirakan bahwa usaha membuat jamu tradisional itu sudah ada sejak tahun 1887. menurut para pengrajin kegiatan membuat jamu tradisional ini adalah warisan dari nenek moyang yang ditularkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya di Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Diketahui bahwa pengrajin jamu tradisional di Gentasari dipelopori oleh Bapak Mertoyoso, yang pada awalnya hanya sambilan saja apabila telah selesai menggarap sawah (Rakimin Hadi Sumarto, Wawancara 26 Mei 2005).

Pada awalnya usaha jamu tradisional hanya dikerjakan oleh beberapa warga masyarakat Gentasari sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang saja. Sebagian dijual ke pasaran, itupun terbatas di daerah sekitar Desa Gentasari dan Kecamatan Kroya hanya terbatas di daerah sekitar kecamatan Kroya saja. Pada awalnya teknologi yang digunakan oleh para pengrajin jamu tradisional di Gentasari masih menggunakan teknologi yang masih sederhana yaitu dengan menggunakan alat tumbuk yaitu berupa lumpang dan alu serta pipisan dengan menggunakan ayakan atau saringan. Pembuatan jamu dengan cara seperti ini sangat tidak efektif karena memakan waktu relatif lama serta sangat

Industri jamu tradisional di Desa Gentasari mulai tumbuh sacara nyata sebagai sistim mata pencaharian masyarakat Desa Gentasari pada tahun 1978. Ketika HPJA (Himpunan Perajin Jamu Jawa Asli) mendapat ijin perusahaan dari pemerintah No. 3231 dan ijin Departemen Kesehatan RI No. 113140. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kualitas ramuan jamu tradisional dari Gentasari (Rakimin Hadi Sumarto, Wawancara 26 Mei 2005).

Dengan semakin berkembangnya pemasaran hasil produksi Jamu tradisional Gentasari, secara tidak langsung telah menggeser sistim mata pencaharian sebagian warga masyarakat Gentasari. Dari sektor pertanian ke sektor industri, sektor pertaian kemudian menjadi pekerjaan sampingan. Masyarakat Gentasari tetap mempertahankan sektor pertanian sebagai system mata pencaharian kedua mereka, setelah industri jamu tradisional (1) Masyarakat Gentasari menyadari bahwa sektor pertanian pada awalnya merupakan mata pencaharian pokok sebelum tumbuh dan berkembang industri jamu di Gentasari. (2) Perkembangan industri jamu senantiasa mengalami pasang surut baik dibidang produksi maupun dibidang pemasaran, dan ketika industri jamu mengalami surut, pengrajin jamu di Gentasari kembali menekuni sektor pertanian sebagai mata pencaharian. (3) Para pengrajin dan buruh yang masih memiliki lahan pertanian seperti sawah, mereka enggan untuk menjual sawah mereka. Mereka berpendapat meskipun sektor pertanian tidak begitu besar dalam memberikan sumbangan bagi kesejahteraan hidup masyarakat Gentasari namun sektor pertanian dapat diandalkan sebagai tambahan pemasukan ketika jamu sepi (Ngadirun, Wawancara 26 Mei 2005).

Tingkat pendidikan rata-rata pengrajin jamu di Desa Gentasari adalah tamatan dari Sekolah Dasar. Banyak dari para pengrajin jamu pada tahun 70-an tidak mengenyam pendidik70-an formal. Kondisi seperti ini mencermink70-an tingkat kesadaran untuk pendidikan masih rendah. Masyarakat Gentasari lebih menyukai bekerja daripada melanjutkan sekolah. Tidak mengherankan jika pola pengelolaan manajemen dalam industri yang mereka tekuni kurang dapat berjalan dengan baik. Pada perkembangan selanjutnya, para pengrajin jamu era 90-an telah banyak yang menamatkan sekolah sampai tingkat SLTP atau sederajat, dan SMU, bahkan bagi para pengrajin jamu tradisional yang cukup mampu bisa menyekolahkan anaknya sampai tingkat perguruan tinggi (universitas) atau akademi karena keberhasilannya dalam industri jamu tradisional di Gentasari. Dengan demikian maka bisa dikatakan kesejahteraan ekonomi masyarakat Gentasari meningkat dengan adanya industri jamu. Factor-faktor yang menyebabkan usaha industri jamu di Desa Gentasari dapat berkembang menjadi mata pencaharian masyarakat, antara lain keinginan masyarakat Desa Gentasari untuk melestarikan warisan dari nenek moyang, tidak meiliki ketrampilan selain membuat jamu, keinginan meningkatkan kesejahteraan dan kejenuhan masyarakat Gentasari pada bidang pertanian (Sutarman, Wawancara 25 Mei 2005).

1. Kejenuhan masyarakat pada bidang pertanian

Bidang pertanian yang ditekuni, tidak bisa memberikan kontribusi yang lebih baik bagi kesekahteraan masyarakat. Dilihat dari biaya produksi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan jumlah pendapatan dari

hasil panen yang diterima. Jamu produksi Desa Gentasari sudah mulai diterima di pasaran, sehingga memberi keuntungan untuk para pengrajin jamu. Jika usaha pertanian disini jarak antara masa tanam dengan masa panen relative lama, sedangkan biaya hidup senantiasa berjalan. Melihat kondisi seperti ini maka tindakan yang diambil oleh sebagian besar masyarakat Desa Gentasari adalah mengalihkan mata pencaharian sector pertanian ke sektor industri jamu. Industri jamu ternyata mampu memberikan kesejahteraan hidup mereka, dengan demikian mereka mulai menekuni industri jamu tradisional sebagai mata pencaharian pokok. 2. Melestarikan kegiatan membuat jamu sebagai warisan nenek moyang

Kegiatan membuat jamu tradisional merupakan warisan dari nenek moyang yang telah mendarah daging bagi masyarakat Desa Gentasari. Masyarakat Gentasari merasa wajib untuk melestarikan kegiatan membuat Jamu tradisional. Kerajinan jamu tradisional telah mejadi ciri khas atau ciri khusus mata pencaharian masyarakat Desa Gentasari.

3. Keinginan meningkatkan kesejahteraan

Ketika sektor pertanian sebagai mata pencaharian pokok sudah tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat, maka masyarakat berusaha mencari alternatif pekerjaan atau mata pencaharian lain yang bisa mencukupi kebutuhan. Alternatif mata pencaharian lain itu adalah jamu. Semakin lama ternyata industri jamu dirasa dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Gentasari. Karena itulah maka industri jamu tradisional Desa Gentasari ini kemudian menjadi mata

B. Sejarah Industri Jamu Tradisional Di Desa Gentasari

Sejarah industri jamu di Desa Gentasari senantiasa mengalami pasang surut, baik dibidang produksi maupun pemasaran.

Tahun 1978, industri jamu mulai berkembang dengan pesatnya. Terlihat dengan banyak diantara warga masyarakat mulai menekuni usaha membuat jamu tradisional sebagai mata pencaharian. Jamu tradisional Gentasari mulai dipasarkan ke luar daerah. Masyarakat mulai mencari daerah pasaran masing-masing guna memasarkan produksi jamu mereka. Sedikit-demi sedikit jamu tradisional masyarakat Desa Gentasari mulai dikenal di pasaran karena kasiat yang ditawarkan. Walaupun pada awalnya jamu tradisional Gentasari masih berwujud jamu “Gandring” yaitu jamu tradisional yang berbentuk padat yang berisi aneka macam bahan jamu yang diolah dijadikan satu ditumbuk kemudian di cetak seperti kue “Satu”. Pemasaran jamu gandring ini masih dari pintu-kepintu atau dari desa-kedesa.

Tahun 1990-1995, industri jamu tradisional ini meningkat pesat atau berada dipuncak kejayaannya ketika pemasaran produk jamu tradisional Gentasari ini sudah sangat menghasilkan keuntungan yang besar. Ditandai dengan makin banyaknya industri jamu di Desa Gentasari ini. Industri jamu tradisional ini sudah mulai dipasarkan keluar daerah. Untuk Pulau Jawa : Semarang, Rembang, Tegal, Pekalongan, Jakarta, Bandung, Bogor, Banyuwangi, Madura, Madura, Cilacap, Kroya, Purwokerto. Untuk luar Pulau Jawa antara lain: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Maluku, Lombok, Bali. Desa Gentasari menjadi sentra industri jamu yang cukup

potensial. Peralatan pengolahan juga sudah cukup modern. Pada tahun 90-an industri jamu tradisional Desa Gentasari sudah menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesejahteaan masyarakat meningkat pesat, mereka sudah dapat menikmati hasil dari produksi jamu mereka. Jamu tradisional Gentasari menjadi salah satu komoditi masyarakat kabupaten Cilacap.

Tahun 2000, produksi jamu tradisional Desa Gentasari mengalami kemerosotan dikarenakan beberapa faktor, antara lain terjadinya persaingan teknologi antar perusahaan atau antar pengrajin. Diantara pengrajin-pengrajin itu ada yang masih menggunakan alat-alat produksi jamu ini dengan alat-alat yang masih sederhana, yaitu dengan alat tumbuk, yang terdiri dari : lumpang dan alu, pipisan (alat penumbuk yang permukaanya datar dan terbuat dari batu), ayakan atau saringan, pada pengrajin yang masih menggunakan alat tradisional juga membutuhkan periuk untuk penggorengan dan memasak. Untuk pengrajin yang sudah menggunakan alat modern alat tumbuk tadi sudah berganti dengan mesin penggiling, dan periuk untuk penggorengan dan memasak diganti dengan oven (Jasmin, wawancara 27 Mei 2005).

Sering juga terjadi persaingan yang tidak sehat antar pengrajin, yaitu antara lain pemalsuan merk. Produk yang dirasa sudah terkenal kemudian dicontoh atau ditiru tetapi dengan kualitas yang berbeda atau lebih rendah, sehingga sangat merugikan pemilik produksi aslinya. Persaingan bentuk luar atau pembungkus juga pengaruh, karena dengan bungkus yang baik dan bagus otomatis akan menarik pembeli. Persaingan dengan jamu-jamu perusahaan lain di luar produksi daerah Cilacap juga sangat mempengaruhi industri jamu

Para pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya dapat diidentifikasikan antara lain karena:

1. Tidak atau jarang mempunyai perencanaan tertulis

2. Tidak berorientasi kemasa depan, melainkan hari kemarin atau hari ini 3. Tidak memiliki pendidikan yang relevan

4. Tanpa pembukuan yang teratur 5. Tidak mengadakan analisis pasar

6. Jarang mengadakan pembaharuan (inovasi) 7. Tidak ada atau jarang terjadi pengkaderan 8. Cepat puas

(Marbun, 1993 : 35).

Tabel 5

Perkembangan Industri Jamu Tradisional Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap Tahun 1990-2002

Anggota No Tahun

Pemasar Pengrajin percetakan distributor Jumlah

Ket. Jml agt. keluar 1 1990 184 3 2 - 189 - 2 1991 191 3 2 - 196 - 3 1992 198 6 3 - 207 - 4 1993 198 9 4 - 211 - 5 1994 373 85 10 - 468 - 6 1995 669 162 13 - 844 - 7 1996 861 270 16 - 1147 - 8 1997 1075 360 18 - 1453 - 9 1998 1202 380 19 - 1601 - 10 1999 1327 445 20 - 1826 34 11 2000 1401 492 22 2 1923 6

Jumlah pengrajin jamu di Desa Gentasari semakin bertambah, sebagian besar warga masyarakat di Desa Gentasari menjadi pengrajin jamu atau pekerjanya. Hal ini mengakibatkan, mulai terabaikannya sektor pertanian oleh masyarakat. Masyarakat Gentasari mulai menekuni sektor industri. Dengan berkembangnya industri jamu di Desa Gentasari, dapat mengurangi jumlah pengangguran. Dapat dikatakan Desa Gentasari terbebas dari pengangguran. Usia-usi non produktifpun dapat menjadi usia produktif. Usia non produktif dari umur 5-14 tahun, 60 tahun keatas tetap dapat berproduksi. Tingkat ketergantungan usia non produktif kepada usia produktif sangat rendah di Desa Gentasari.

Usia pengrajin jamu di Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap dapat diketahui pada tabel.

Tabel 6

Pengrajin Jamu di Gentasari berdasar Usia

No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah

1 24-30 16

2 31-37 26

3 38-44 25

4 >44 19

Jumlah 86

(Sumber : Koperasi Jamu Aneka Sari Cilacap)

Dari sini dapat diketahui bahwa usia pengrajin seimbang antara pengrajin tua dan muda. Pengrajin didominasi oleh kaum pria. Para wanitanya sekedar pekerja atau membantu dalam pengolahan produknya saja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri jamu tradisional di Desa Gentasari antara lain: 1). Keuntungan yang diperoleh dari usaha jamu. Kondisi ini mengakibatkan munculnya pengrajin-pengrajin baru di Desa

Gentasari karena tergiur dengan keuntungan yang akan diperoleh. Pengrajin tersebut berasal dari buruh pada industri jamu yang besar. Para pengrajin jamu yang besar atau biasa disebut sebagai pengusaha kemudian memberikan kepercayaan kepada para pekerjanya untuk mengembangkan usaha sendiri tanpa harus bergantung lagi kepada pengrajin besar. 2) Potensi-potensi sumber daya manusia telah tersedia cukup banyak, sehingga memudahkan untuk melakukan kegiatan produksi. 3) Merupakan usaha warisan turun temurun sudah dilaksanakan, mereka berpikir untuk melestarikan warisan nenek moyang.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh pengrajin di Desa Gentasari dalam mengelola industri yaitu: 1) Permodalan rata-rata para pengrajin dalam melakukan proses produksi menggunakan modal sendiri apalagi untuk para pengrajin jamu kecil modal merupakan kendala utama karena hasil dari industrinya belum seberapa. 2) Pemasaran, biasanya adalah kendala pembayaran yang tidak tunai (kredit) karena sebagian barang baru di bayar setelah barang laku sehingga menyebabkan proses produksi terhambat, untuk Pengrajin kecil terutama. Karena produksui yang dihasilkan lebih sedikit, untuk dijual keluar agak sulit karena tidak sebanding antara biaya produksi, biaya transportasi dengan penghasilan dari penjualan. 3) Kurangnya promosi, promosi adalah faktor penting dalam usaha pengenalan produk. Sekali lagi karena keterbatasan dana, sedangkan biaya promosi cukup besar maka promosi tidak dapat dilakukan secara optimal. 4) Persaingan antar pengrajin

dengan cara banting harga, sehingga menyebabkan kerugian untuk pengrajin yang lain. (Sutarman, Wawancara 25 Mei 2005).

Semakin ketat persaingan yang terjadi diantara pengrajin jamu di Desa Gentasari telah memacu pra pengrajin berlomba-loba untuk meningkatkan mutu hasil produksi jamu mereka. Hal ini bertujuan agar industri yang di geluti tetap dapat eksis di pasaran. Pengrajin-pengrajin jamu di Desa Gentasri mempunyai kiat-kiat sendiri dalam rangka meningkatkan produksi. Usaha-usaha yang dilakukan oleh perngrajin jamu di Desa Gentasari adalah :1) meningkatkan hasil produksi. 2) Pengontrolan mutu (menjaga mutu produksi). Menjaga mutu produksi bertujuan supaya mutu yang telah memenuhi syarat pemasaran tetap dapat diminati oleh pasar, walaupun dalam jumlah produksi yang besar, pengrajin tidak mau mengabaikan mutu karena akan membuat pelanggan enggan untuk membeli hasil produksinya. 3) Pemilihan bahan baku yang cermat. 4) Mendirikan kopersi bersama sebagai wadah untuk lebih memajukan keberadaan pengrajin jamu di Desa Gentasari, yang berfungsi sebagai penampung produk sekaligus penyalur kepada distributor atau pedagang bebas. Maka akan lebih menguntungkan karena dikelola guna kesejahteraan anggotannya. 5) Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah. Lewat koperasi juga mereka bekerjasama dengan LIPI dalam upaya meneliti khasiat tanaman obat apa saja yang bisa dijadikan bahan jamu. Bekerjasama dengan Kebun Raya Bogor dalam rangka penanaman tanaman obat, bekerjasama juga dengan percetakan dalam pembuatan merk jamu dan kemasan supaya lebih menarik. Dan juga bekerjasama dengan Departemen

Perdagangan dan Perindustrian (Deperindak) serta Departemen Kesehatan (Depkes) dalam usaha pengembangan industri jamu tradisional di Desa Gentasari. 6) Perluasan pemasaran, dalam menarik pelanggan tidak hanya memasarkan hasil produksi terisolasi di daerah itu-itu saja karena tidak akan berkembang hasilnya. Untuk mengatasi hal tersebut pengrajin mencari trobosan baru dengan cara mencari daerah baru yang digunakan sebagai tempat memasarkan dan mempromosikan produk hasil produksi jamu dari Gentasari (Rakimin, Wawancara 26 Mei 2005).

Pengrajin jamu di Desa Gentasari tidak jarang menghadapi kendala-kendala dalam memproduksi. Hal-hal yang menjadi hambatan, antara lain: 1) Bahan baku yang sukar didapat merupakan hambatan utama karena bahan baku untuk memproduksi akan menentukan berlangsung tidaknya kegiatan produksi. 2) Musim hujan, musim menjadi penentu dalam proses pengolahan jamu tradisional oleh para pengrajin.

C. Alat dan Proses Produksi Jamu Tradisional Di Desa Gentasari

Sebelum melakukan kegiatan produksi perlu adanya perencanaan-perencanaan yang matang dalam berproduksi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya hambatan-hambatan dalam melakukan kegiatan produksi. Untuk mempercepat proses pembuatan jamu dalam menghasilkan produk, para pengrajin besar atau pengusaha jamu yang berskala besar sudah menggunakan alat-alat modern. Tetapi untuk para pengrajin jamu kecil masih

menggunakan alat-alat modern tetapi tetap tidak meninggalkan alat-alat tradisional. Adapun alat-alat yang digunakan dalam proses tersebut adalah : 1. Meja untuk meracik

2. Mesin penggilingan 3. Alat tumbuk, yang terdiri :

a. Lumpang dan alu

b. Pipisan (alat penumbuk yang permukaannya datar dan terbuat dari batu)

4. Ayakan atau saringan

5. Periuk, tempat untuk penyangraian dan memasak

6. Drum plastic, tempat penyimpan tepung yang telah digiling. 7. Mesin cetak Hard Press

8. Oven Khusus

Sebelum digunakan untuk melakukan proses produksi, alat-alat tersebut telah dibersihkan. Selain untuk menjaga mutu dan kebersihan produk yang di hassilkan juga untuk memeperlancar proses produksi.

Produksi merupakan usaha atau kegiatan yang menyediakan barang dan jasa, yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam proses produksinya mereka menghasilkan 3 macam produk yaitu : jamu serbuk, jamu rebus, jamu pil.

Proses produksi merupakan susunan atau kegiatan merubah bahan mentah menjadi barang jadi. Adapun proses produksi mereka adalah bersifat terus menerus yang artinya adalah proses produksi dimana bahan dasar

mengalir secara berurutan melalui beberap tingkat pengerjaan sampai menjadi barang jadi. Jalannya proses produksi adalah sebagai berikut :

a. Proses produksi jamu berbentuk serbuk 1) Proses 1 (Penyortiran)

Semua bahan dasar yang diperlukan dipilih yang berkualitas baik sehingga akan menghasilkan jamu yang berkualitas baik pula.

2) Proses II (Pencucian)

Semua bahan dasar yang telah dipersiapkan selanjutnya dicuci sampai bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada.

3) Proses III (Penjemuran)

Semua bahan dasar di jemur agar jika disangrai dapat kering dengan baik.

4) Proses IV (Penyangraian)

Semua bahan dasar di jemur kemudian disangrai agar mudah digiling. 5) Proses V (Penggilingan)

Bahan baku yang sudah di sangrai digiling sampai menjadi serbuk yang halus.

6) Proses VI (Peramuan)

Setelah bahan menjadi serbuk, maka serbuk tersebut diramu sesuai dengan komposisinya.

7) Proses VII (Pembungkusan)

Proses Produksi Jamu Bentuk Serbuk

Gambar 1. Proses produksi jamu bentuk serbuk

b. Proses produksi jamu rebus 1) Proses I (Penyortiran)

Semua bahan yang diperlukan dipilih yang berkualitas baik sehingga akan menghasilkan jamu yang berkualitas.

2) Proses II (Pencucian)

Semua bahan yang telah dipersiapkan selanjutnya di cuci sampai bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada.

3) Proses III (Penjemuran)

Semua bahan yang sudah dicuci kemudian dijemur sampai kering. Penyortiran Pencucian Penjemuran Penyangraian Penggilingan Peramuan Pembungkusan

4) Proses IV (Peramuan)

Setelah semua bahan baku sudah kering maka diramu sesuai dengan jenis jamunya.

5) Proses V (Pembungkusan)

Bahan-bahan yang sudah diramu sesuai kebutuhan kemudian di kemas dan siap dipasarkan.

Proses produksi jamu rebus, dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 3. Proses produksi jamu rebus c. Proses produksi jamu bentuk pil

1) Proses I (Penyortiran)

Semua bahan dasar yang diperlukan dipilih yang berkualitas baik, sehingga menghasilkan jamu yang berkualitas baik pula.

2) Proses II (Pencucian)

Semua bahan dasar yang telah dipersiapkan selanjutnya dicuci sampai Penyortiran

Pencucian

Penjemuran

Peramuan

3) Proses III (Penjemuran)

Semua bahan dijemur agar jika disangrai cepat kering. 4) Proses IV (Penyangraian)

Bahan baku yang sudah di jemur kemudian disangrai agar mudah digiling.

5) Proses V (Penggilingan)

Bahan baku yang sudah disangrai digiling sampai menjadi serbk yang halus.

6) Proses VI (Peramuan)

Setelah bahan menjadi serbuk, maka serbuk diramu sesuai dengan komposisinya.

7) Proses VII (Pengadonan)

Serbuk yang sudah halus dibuat adonan yang kental. 8) Proses VIII (Pencetakan)

Adonan yang kental dimasukkan ke dalam cetakan untuk dicetak menjadi bentuk pil.

9) Proses IX (Pengovenan)

Pil-pil yang sudah dicetak dimasukkan dalam oven agar kering dan steril.

10)Proses X (Pembungkusan)

Jamu yang sudah berbentuk pil dibungkus atau dikemas dan siap untuk dipasarkan.

Proses Produksi Jamu Bentuk Pil

Gambar 4. Proses Produksi jamu bentuk pil

d. Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan jamu di Desa Gentasari

Dokumen terkait