• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN BAB I

I.1 Latar Belakang

Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu sektor yang vital bagi warga negara Indonesia. Terdapat 3 moda transportasi secara umum salah satunya adalah transportasi udara.

Transportasi udara merupakan moda transportasi yang dapat melayani dalam waktu yang lebih cepat dengan jangkauan yang lebih luas. Sebagai prasarana untuk transportasi udara, lapangan terbang harus memiliki infrastruktur yang aman dan terencana dengan baik. Perencanaan perkerasaan struktural merupakan bagian utama untuk membangun infrastruktur pada lapangan terbang.

Seiring dengan perkembangan waktu kebutuhuan untuk menggunakan transportasi udara semakin meningkat, sehingga dalam merencanakan lapangan terbang harus memperhitungkan kebutuhan untuk masa yang akan datang. Untuk merencanakan sebuah lapangan terbang dibagi dalam dua jenis perencanaan yaitu:  Perencanaan sistem lapangan terbang bertujuan untuk menentukan karakteristik, lokasi dan waktu yang di perlukan untuk membangun sistem yang baik pada lapangan terbang. Menurut horonjeff et al. (2010:136), proses perencanaan sistem bandara harus konsisten dengan negara, regional, maupun nasional tujuan transportasi, penggunaan lahan, dan lingkungan hidup.

 Perencanaan induk lapangan terbang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penerbangan, lingkungan, masyarakat dan transportasi lain dengan memberikan pedoman perkembangan pada masa yang akan datang

Lapangan terbang terbagi ke dalam dua bagian yaitu sisi darat (land side) dan sisi udara (air side). Terdapat gedung terminal sebagai pembatas antara sisi darat dan sisi udara seperti yang terlihat pada gambar 2.1 berikut ini :

Sisi darat pada lapangan terbang adalah landasan pacu (runway), landasan hubung (taxiway) dan apron. Runway adalah sebuah area pada lapangan terbang yang berfungsi sebagai tempat pesawat terbang melakukan lepas landas (take off) dan pendaratan (landing) dengan kecepatan tertentu. Taxiway sebuah jalan yang berfungsi sebagai jalur untuk pergerakan pesawat terbang dari runway ke apron atau hanggar dan sebaliknya. Dan apron adalah sebuah area untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, surat atau barang, pengisiaan bahan bakar, parkir dan pemeliharaan pesawat. Untuk merencanakan perkerasan struktural berarti mentukan merencanakan ketebelan setiap lapisan perkerasan.

Bagian struktural yang berhubungan langsung dengan pesawat terbang adalah runway, taxiway dan apron. Berdasarkan bahan pengikatnya terdapat tiga jenis perkerasan struktural yaitu perkerasan kaku, perkerasan lentur, dan perkerasan komposit yang merupakan kombinasi dari perkerasan kaku (rigid

pavement) dan perkerasan lentur (flexible pavement).

“Perbedaan penting antara kedua jenis perkerasan, lentur dan kaku, adalah

cara keduanya mendistribusikan beban diatas tanah dasar” (Yoder, 1975).

Perkerasan kaku terdiri dari lembaran PCC (Portland Cement Concrete) diletakkan diatas lapis pondasi yang didukung pada tanah dasar yang dipadatkan. Pada perkerasan kaku beban diberikan pada lapisan beton dan kekuatan tanah

dasar memberikan pengaruh kecil terhadap perkerasan. “Seperti perkerasan lentur, sebuah perkerasan kaku harus dirancang dengan baik agar lapis permukaan tidak selip dan dapat mencegah air masuk ke dalam tanah dasar sekaligus memberikan dukungan struktural untuk pesawat yang melintas diatasnya.” (Horonjeff , et.al.,

Pada masa sekarang kebanyakan lapangan terbang menggunakan perkerasaan lentur sebagai lapis perkerasan pada runway. Namun, bukan berarti perkerasan kaku tidak dapat digunakan. Beberapa contoh lapangan terbang di dunia maupun di Indonesia yang menggunakan perkerasan kaku, yaitu :

1. Los Angeles International airport yang terletak di kota Los Angeles. United State Of America Runway 06L/24R 06R/24L 07L/25R 07R/25L Dimensions 2720 x 46 m (8924 x 151 ft) 3135 x 46 m (10285 x 151 ft) 3685 x 46 m (12090 x 151 ft) 3382 x 61 m (11096 x 200 ft)

Suface Concrete Concrete Concrete Concrete

Sumber : www.worldairports.de

2. Soekarno Hatta Internasional Airport yang terletak di Jakarta, Indonesia

Runway Dimesions PCN Surface

07L/25R 3600 x 60 m (11811 x 197 ft) 120 RDWT Concrete 07R/25L 3660 x 60 m (12008 x 197 ft) 120 RDWT Concrete

Sumber : www.worldairports.de

Tidak hanya pada runway beberapa bagian tertentu pada lapangan terbang juga disarankan untuk menggunakan perkerasan kaku daripada perkerasan lentur

sebagai lapis perkerasannya. “Perkerasan rigid biasanya dipilih untuk : ujung landasan, pertemuan antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat

pengaruh panas blast jet, dan limpahan minyak” (Basuki,2008).

Perkerasan kaku juga digunakan untuk moda trasportasi darat pada jalan raya. Namun, terdapat beberapa faktor yang membedakan perencanaan perkerasan

antara lapangan terbang dan jalan raya adalah Jumlah repetisi beban pada perkerasan lapangan terbang biasanya lebih kecil yang perkerasanjalan raya. Pada perkerasan lapangan terbang yang dihitung sebagai repetisi adalah satu set roda, sedangkan pada perkerasan jalan raya repetisi merupakan sumbu kendaraan yang dikonfigurasikan terhadap sumbu standard. Beban repetisi pada jalan raya didasarkan oleh pengulangan beban sumbu dengan durasi tertentu, sedangkan pada desain perkerasan lapangan terbang didasarkan pada tipe sumbu kendaraan yang bergerak pada bagian tengah lapis perkerasan dan statis pada bagian pinggir lapis perkerasan

Perkerasan kaku pada lapangan terbang direncanakan agar dapat memikul beban pesawat terbang. Dalam merencanakan perkerasan kaku pada lapangan terbang terdapat beberapa faktor yang penting untuk diperkirakan.“Teknik desain

perkerasan kaku pada lapangan terbang didasarkan pada tekanan teoritis dalam lapis perkerasan yang dimodifikasi berdasarkan pengalaman lapangan dan faktor keselamatan yang tepat” (Yoder,et.al., 1975).

Untuk perkerasan kaku pada lapangan terbang terdapat beberapa metode yang digunakan. Menurut Basuki (2008) ada beberapa perencanaan perkerasan lapangan terbang antara lain adalah metode US corporation of engineers lebih di kenal dengan metode CBR, metode FAA, metode LCN dari Inggris, metode Asphalt Institute, metode Canadian department of Transportastion. Namun menurut Yoder, et.al., dalam Kosasih (2005) metode desain struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara yang umum dikenal antara lain adalah metode PCA dan Metode FAA.

Dalam FAA AC 150/5320-6E (2009) beberapa faktor yang diperlukan dalam perencanaan perkerasan kaku adalah kelangsungan desain standard untuk umur rencana perkerasan yaitu 20 tahun, campuran lalu lintas yang akan diubah menjadi pesawat desain tunggal dan semua keberangkatan tahunan dikonversi ke keberangkatan tahunan setara dengan pesawat desain, Pass To Coverage Rasio merupakan unit kerusakan ekivalen yang terjadi di dalam struktur perkerasan yang disebabkan oleh setiap lintasan roda pesawat, siklus keberangkatan tahunan dan Lalu Lintas Desain perkerasan Bandara menganggap hanya keberangkatan dan mengabaikan lalu lintas kedatangan ketika menentukan jumlah dari pesawat rencana, faktor kerusakan kumulatif umur kelelahan struktur perkerasan yang telah habis. Hal ini dinyatakan sebagai rasio pengulangan beban yang diterapkan untuk pengulangan beban yang diijinkan terhadap kegagalan.

Dalam engineering bulletin menurut Robert G. Packard (1995) faktor yang diperlukan dalam perencanaan perkerasan kaku yaitu :

1. Sifat beton

Kuat lentur yaitu tekukan perkerasan beton di bawah beban roda menghasilkan baik tegangan tekan dan lentur. Kekuatan lentur ditentukan oleh modulus rupture (MR)

Kelelahan seperti bahan struktural lainnya, beton harus sesuai dengan efek kelelahan. Kegagalan kelelahan lentur terjadi retak ketika material di bawah pengulangan terus beban yang menyebabkan rasio stres lentur kurang dari kesatuan.

Untuk setiap proyek campuran beton harus dirancang untuk memberikan daya tahan yang memadai, kekuatan lentur yang memadai, tahan lama, permukaan selip-tahan.

2. Kekuatan tanah dasar atau pondasi bawah-tanah dasar kombinasi

Dalam desain analisis asumsi yang dibuat mengenai kerja dari kombinasi tanah dasar atau pondasi bawah-tanah dasar. Kebanyakan desain perkerasan beton telah didasarkan pada modulus Westergaard reaksi tanah dasar (k) 3. Jenis pesawat dan beban yang ditanggung perkerasan dan frekuensi

perkiraan operasi tegangan lentur akibat beban pesawat disediakan untuk kemudahan ditentukan dengan grafik desain khusus untuk pesawat tertentu dan tepi luar landasan pacu, taxiway, apron atau tidak memerlukan penebalan karena roda pesawat jarang, jika seandainya, melakukan perjalanan dekat dengan tepi luar

4. Menentukan jenis perkerasan yang dirancang, seperti landasan pacu,taxiway, apron.

Dalam merencanakan desain perkerasan kaku untuk lapangan terbang kedua metode tersebut yaitu metode PCA (Portland Cement Association) dan FAA (Federal Aviation Administration) memiliki perbedaan dalam memperhitungkan tebal perkerasan. Untuk perbedaan PCA dan FAA pada jurnal berjudul “Analisis Desain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan Menggunakan Program Airfield, Djunaedi kosasih mengatakan “Perbedaan antara kedua proses disain struktur perkerasan ini mungkin dapat dijelaskan dari hasil perhitungan tingkat kerusakan struktur perkerasan yang diakibatkan oleh setiap jenis pesawat udara yang beroperasi”.

Metode PCA menggunakan setiap jenis pesawat untuk menghitung pengaruh sumbu roda pesawat tersebut dan metode FAA hanya memperhitungkan pesawat desain kritis saja dimana pesawat desain kritis adalah pesawat yang memberikan dampak kerusakan terbesar.

Oleh karena itu diperlukan kajian untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kedua metode tersebut dan untuk mengetahui metode yang lebih efisien dalam desain tebal perkerasan kaku pada lapangan terbang.

Dokumen terkait