• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI SOSIAL SOEKARNO DAN M. NATSIR

2. Latar Belakang Pendidikan

nasionalis dimulai, Soekarno kecil duduk malam demi malam di muka layar, hasrat akan kemerdekaan dihidupkan terus oleh dalang.103

Dari wayang, Soekarno banyak belajar filosofi kebudayaan orang Jawa. Filosofi kebudayaan Jawa yang amat menonjol adalah sinkretisme. Sifat sinkretisme memungkinkan orang Jawa untuk menerima apa yang baik dari luar dan kemudian memadukannya dengan budaya mereka. Melalui proses perpaduan itu terjadi perubahan pola pikir, tanpa kehilangan landasan dasar kebudayaan itu sendiri sebagai tempat berpijak.104 Sinkretisme itu bukan saja terlihat dalam kehidupan politik Soekarno, melainkan juga dalam keberagamaannya.

2. Latar Belakang Pendidikan

Sekolah di masa Soekarno dipengaruhi politik etis atau hutang budi di bidang pendidikan. Kaum kolonial Belanda di bawah pengaruh J.H. Abendanon menginginkan pendidikan gaya Eropa dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya bagi kaum elit Indonesia yang terpengaruh Barat. Dengan model ini diharapkan dapat mengambil alih pekerjaan yang ditangani oleh pegawai yang berkebangsaan Belanda, dan dengan ini membuat pribumi berterima kasih dan mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Pada tahun 1908 didirikannya sekolah Ongkoloro (sekolah untuk kaum Bumiputra), dan pada tahun 1915 didirikan Inlandsche Vervolgsholen dengan tujuan untuk membawa para murid

Ongkoloro melanjutkan jenjang pendidikannya ke yang lebih tinggi.105

103

Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 27.

104 Alfian, Politik, Kebudayaan, dan Manusia Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1982), 63.

105 Simorangkir, Renungan Bapak Marhaen Indonesia (Jakarta: Universitas Krisnadwipayana, 2002), 4-5.

Pendidikan dasar ditempuhnya di Tulung Agung, ia tinggal bersama kakeknya. Di sinilah masa pembentukan kepribadiannya sesuai nilai-nilai dan tradisi Jawa, yang berdasarkan karakter cerita pewayangan. Soekarno pindah sekolah dari Tulung Agung ke Sekolah Angka Dua di Sidoardjo. Ketika ia berusia 12 tahun, Soekarno pindah ke Sekolah Angka Satu di Mojokerto dan duduk di kelas 6. Disana Soekarno menjadi siswa yang terpandai.106 Ayah Soekarno yaitu Raden Soekemi Sosrodihardjo adalah seorang guru, sehingga wajar ia amat memerhatikan pendidikan Soekarno. Di lingkungan keluarga, Raden Soekemi mengajari Soekarno dengan keras. Sekalipun Soekarno telah berjam-jam belajar, Soekarno masih diharuskan belajar membaca dan menulis oleh ayahnya.

Karena kecerdasan Soekarno yang gemilang itu, Soekarno lantas dipindahkan ayahnya ke Europe Lagere School (ELS)107 Mojokerto dan turun ke kelas lima. Di sekolahnya yang baru ini, Soekarno sangat giat belajar. Ia menjadi seorang siswa yang menonjol disbanding teman-temannya. Pelajaran yang amat Soekarno sukai yaitu pelajaran ilmu bahasa, menggambar dan berhitung. Di luar jam sekolah, Soekarno mengambil les bahasa Prancis pada Brynette de La Roche Brune, sehingga pengetahuan yang dimilikinya maju pesat.108

Setamatnya dari Europe Lagere School (ELS) di Mojokerto, Soekarno berkesempatan melanjutkan pendidikannya di Surabaya. Melalui jasa teman baik

106

Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 8.

107 ELS merupakan sekolah lanjutan Belanda, pada masanya sekolah lanjutan Belanda lebih mudah didapat daripada sekolah bumiputera.

108 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, 8.

ayahnya, yakni Oemar Said Cokroaminoto, ayahnya mendaftarkannya ke HBS (Hogere Burger School)109, dan menitipkannya di rumah Cokroaminoto.

Di HBS, Soekarno untuk pertama kalinya mengenal teori Marxisme dari seorang guru di HBS yaitu C. Hartogh. Hartogh adalah seorang penganut paham sosial demokrat. Paham sosial demokrat adalah sebuah aliran Marxis yang dianut oleh kalangan buruh yang secara ekonomis bernasib lebih baik dari golongan yang lain, yang sering juga disebut dengan Arbeiders Aristocratie. Juga dianggap lebih lebih modern dan tidak revolusioner.110

Kesempatan tinggal di rumah Cokrominoto tidak disia-siakan oleh Soekarno untuk magang politik dari Cokrominoto yang merupakan pemimpin politik orang Jawa.111 Dialah orang yang kemudian merubah seluruh kehidupannya. Disinilah Soekarno mulai berkenalan dengan dunia intelektual, dunia pemikiran, pemikiran bagi bangsanya. Ditempat Pak Cokro inilah tokoh-tokoh politik berkumpul seperti Muso dan Alimin mereka saling tukar pikiran demi melepaskan bangsa dari penjajah. Waktu makan, adalah waktu yang amat disukai Soekarno. Karena pada waktu itu, ia dapat mengikuti dan meresapi percakapan tentang politik. Sesekali Soekarno mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan perkembangan politik di dalam negeri.112

Apalagi sejak Soekarno menikahi putri dari Cokroaminoto yaitu Oetari. Soekarno selalu membuntuti kemanapun Cokroaminoto pergi. Dialah yang selalu

109 Pada waktu itu HBS merupakan sekolah favorit dan mahal. Tidak mudah bagi seorang inlander bersekolah di HBS.

110

Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 18.

111 Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan penerjemah; Hasan Basari (Jakarta: LP3ES, 1987), 37.

112 Badri Yatim, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, 10.

menemani Cokroaminoto ke berbagai pertemuan untuk berpidato. Dengan serius pula, Soekarno memerhatikan semua isi pidato tokoh pergerakan itu. Jadi sangat bisa dipahami Soekarno menganggap Cokroaminoto sebagai orang yang amat mempengaruhi hidupnya, bahkan dialah orang yang mengubah seluruh hidupnya. Soekarno mengatakan:

“Cerminku adalah Tjokrominoto. Aku memperhatikannya, mengumandangkan suaranya. Aku melihat gerak tangannya dan kupergunakan penglihatanku ini pada pidatoku sendiri... aku menghirup udara lebih banyak lagi persoalan politik di rumah Pak Tjokro, dapur daripada nasionalisme”.113

Pada tanggal 10 Juni 1921 ia lulus dari HBS114 dan bermaksud melanjutkannya ke Belanda, namun ibunya tidak mengizinkannya. Ibunya menginginkan agar Soekarno melanjutkannya di dalam negeris aja. Akhirnya Soekarno mendaftarkan diri di Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hogeschool) di Bandung.115

Untuk menyelesaikan studinya ia memerlukan waktu satu tahun lebih lama daripada yang telah ditetapkan secara resmi, yaitu empat tahun. Hal tersebut disebabkan karena tak lama setelah menjadi mahasiswa ia terpaksa meninggalkan Bandung untuk beberapa lama, sebab Cokroaminoto ditangkap, dan Soekarno harus mengambil alih urusan rumah tangganya. Ia menyelesaikannya dengan sebuah skripsi tentang rencana pelabuhan dan dinyatakan lulus pada tahun 1926 sebagai seorang insinyur.

113

Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, 66.

114 Dari 67 pelajar, yang lulus hanya 52 orang. Soekarno termasuk satu dari lima orang pribumi dan Tionghoa yang lulus ujian.

115 Simorangkir, Renungan Bapak Marhaen Indonesia, 9.

Dokumen terkait