• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank Indonesia dalam posisinya sebagai lembaga tinggi negara mengamanatkan bahwa perlu dibentuknya suatu lembaga yang baru untuk mengatur dan mengawasi seluruh sektor jasa keuangan. Sesuai dengan Pasal 34 UU BI mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pension, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.69

Secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam hal pengawasan sektor jasa keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sebaiknya dilakukan oleh institusi tunggal. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan sektor jasa keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh beberapa institusi.

70

Lembaga pengawas sektor jasa keuangan tersebut diatas pada hakikatnya merupakan lembaga yang bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah. Lembaga ini berkewajiban untuk menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan

69 Ismail, Op.Cit., hlm.124.

70 Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan”, Jurnal

Perwakilan Rakyat.71 Dan pembentukan lembaga yang independen tersebut bertujuan untuk mewujudkan perekonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, serta menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, dan memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia. Maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Lembaga yang independen tersebut dinamakan lembaga Otoritas Jasa Keuangan .72

OJK didirikan dengan alasan telah terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas di berbagai subsector keuangan antar lembaga jasa keuangan didalam sistem keuangan. Permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem

71 Hermansyah, Op.Cit., hlm.216.

keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi.73

Praktik moral hazard, di sektor keuangan tidak saja dilakukan oleh lembaga keuangan namun mungkin juga dilakukan oleh nasabah ataupun rumah tangga. Sumber dari praktik moral hazard ini bermuara pada kenyataan lemahnya koordinasi dan tidak adanya pertukaran informasi (data sharing dan data interfacing) antar lembaga pengawas lembaga keuangan.

74

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, dana pensiun dan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi oleh lembaga pengawas jasa keuangan.75

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.76

73 Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas OTORITAS JASA KEUANGAN dalam Menjaga StabilitasSistem Keuangan” (Disampaikan pada Seminar Nasional Keberadaan OTORITAS JASA KEUANGAN untuk Mewujudkan Perekonomian yang Stabil dan Berkelanjutan) dilaksanakan oleh Bina Hukum di Politeknik Negeri Medan pada 25 November 2014.

74

Ibid.

75 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

76 Ibid.

semakin kompleks dan bervariasi, seperti produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu salah satu alasan rencana Otoritas Jasa Keuangan adalah karena pemerintah beranggapan bahwa Bank Indonesia, sebagai bank sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997 sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu.

Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan lainnya serta Kementerian Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan .77

Hamud M. Balfas mengemukakan bahwa alasan didirikannya Otoritas Jasa Keuangan disebabkan pengawasan atas industri jasa keuangan dengan struktur seperti sekarang dianggap sudah tidak memadai. Dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan atas semua industri jasa keuangan akan disatukan dalam satu atap yaitu perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga keuangan non bank. Undang-Undang hanya mengecualikan industri perdagangan berjangka saja dari pengawasan Otoritas Jangka Panjang. Selain itu, latar belakang didirikannya Otoritas Jasa Keuangan ini juga karena semakin rumitnya produk keuangan serta pemasaran atas produk ini jika dilakukan lintas

77 Pengawasan Bank,

industri seperti produk pasar modal (seperti reksa dana) ditawarkan juga oleh bank atau produk asuransi yang juga ditawarkan oleh bank.78

Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk melahirkan pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga dua belas tahun sampai lembaga ini lahir.79

1. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.

Adapun sejarah lahirnya OJK tahun 1999 pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997-1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas dimasukkan dan menjadi perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Di dalam Pasal 34 disebutkan bahwa :

2. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002.

Selanjutnya pada tahun 2004, tenggang waktu yang diberikan sampai tahun 2002 dalam pembentukan Otoritas Jasa Keuangan tidak juga lahir di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah dan DPR hanya bisa merevisi UU BI. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, amandemen UU BI tersebut merupakan sebuah perselisihan pandangan antara Bank Indonesia dan

78 Wawancara Hamud M. Balfas dengan medianotaris.com yang dimuat dalam http://www.medianotaris.com/otoritas_jasa_keuangan_hatihati_investasi_bodong_berita155.html (diakses pada 17 Februari 2016)

79 Selamat datang wasit baru industri keuangan, http://lipsus.kontan.co.id./v2/Otoritas Jasa Keuangan /read/86/selamat-datang-wasit-baru-industri-keuangan (diakses pada 17 Februari 2016)

Departemen Keuangan (Kementerian Keuangan). Objek dari perselisihan ini berupa perebutan wewenang dalam mengontrol industri perbankan. Hal inilah yang mati-matian dilawan oleh Bank Indonesia dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amandemen yang telah disepakati, pemindahan kekuasaan insdustri perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan masih dapat diulur selambat-lambatnya sampai akhir tahun 2010.

Tahun 2010, Undang-Undang ini kembali meleset dari yang diharapkan. Batas waktu kembali terlewati. Sampai tutup buku tahun 2010, UU Otoritas Jasa Keuangan masih belum juga selesai. RUU Otoritas Jasa Keuangan yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada 17 Desember 2010 malah menemui jalan buntu, karena pemerintah dan DPR tidak menemukan kata sepakat terhadap struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Tahun 2011, tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, terutama bagi sistem keuangan di Indonesia. Pimpinan DPR, Budi Santoso akhirnya mengetuk palu tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis, 27 Oktober 2011. Dalam keputusan tersebut disebutkan supaya panitia seleksi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan harus terbentuk pada awal tahun 2012.

Awal tahun 2012, presiden telah membentuk Panitia Seleksi dalam pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang secara keseluruhan terdiri dari 9 (sembilan) orang. Menteri Keuangan terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan anggota lainnya adalah Gubernur

Bank Indonesia, Direktur Jenderal Pajak, Wakil Menteri BUMN, dan Deputi Gubernur, kemudian Komisaris Bank Mandiri mewakili lembaga keuangan/perbankan. Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (Ketua DK OJK) terpilih. Seluruhnya berjumlah Sembilan (9) orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat.

Tahun 2013, Bapepam-LK melebur ke Otoritas Jasa Keuangan dan sebagian besar pekerja dari lembaga ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah, Otoritas Jasa Keuangan akan mulai melakukan penarikan iuran dari industri keuangan non bank.Tahun 2014, setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur Otoritas Jasa Keuangan, pada tahun ini telah dilakukan serah terima pengawasan perbankan dari tangan bank sentral kepada Otoritas Jasa Keuangan.80

Sejak lama pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan ini diamanatkan oleh UU BI sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia. Setelah keluarnya UU OJK, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan kepada OJK. Dalam UU OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai mek/anisme koordinasi yang lebih efektif dalam

menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.81

B. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Lembaga OJK adalah lembaga baru yang didirikan berdasarkan UU OJK.82

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat diartikan bahwa OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya Undang-Undang tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian tanpa pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan

Lembaga ini didirikan untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu. Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan OJK sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Inodesia perlu untuk diperhatikan dengan baik dalam segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.

Secara yuridis, menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 OJK, dirumuskan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

81

Penjelasan Umum UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

82HamudM.Balfas.,Op.Cit.

http://www.medianotaris.com/otoritas_jasa_keuangan_hatihati_investasi_bodong_berita155.html (diakses pada 18 Februari 2016)

didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan agar dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan.

Adapun yang menjadi visi dan misi dalam pembentukan lembaga OJK ini adalah :

1. Misi

a. Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.

b. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil

c. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 2. Visi

Menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar bagi perekonomian nasional yang memajukan kesejahteraan umum.

Dengan terbentuknya lembaga ini, OJK bermaksud agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan tersebut :

a. Terselenggara secara adil, transparan dan akuntabel.

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk mengawasi seluruh lembaga jasa keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:83

a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan. c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum.

d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dengan

tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.

g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Tujuan lain dari pembentukan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dalam konsep berkelanjutan (sustainable development). Sebagaimana menurut The World Business Council for Sustainable Development yang menggambarkannya dengan kalimat:

“business commitment to contribute the sustainable economic development, working with employees, their the local community, and society at large to improve their quality in life.”84

Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam rangka mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.

Terjemahan bebas dari kalimat di atas adalah sebagai suatu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pegawai, keluarganya, komunitas dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.

85

84 https://ilhams1993.wordpress.com/otoritas-jasa-keuangan-ojk/ (diakses pada tanggal 22 Februari 2016).

85 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

pengaturan dan pengawasan (audit) yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Berdasarkan itu, seluruh kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan tunduk pada sistim pengaturan dan pengawasan OJK. Seperti sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.86

Di dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 2 ayat (2) UU Otoritas Jasa Keuangan bahwa Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.87

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen, maksudnya independen adalah “bebas”, “merdeka”.

Pihak lain tidak diperbolehkan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan agar menjamin terselenggaranya pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang optimal dan mampu meningkatkan daya saing nasional. Dengan demikian, seperti ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa Otoritas Jasa Keuangan harus bebas dari campur tangan pihak lain.

88

86

Bismar Nasution, Op.Cit.,hlm.3.

87 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

88 Pengertian Independensi, http://id.wikipedia.org/wiki/independensi (diakses pada tanggal 22 Februari 2016)

Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terkait dengan pihak manapun dan darimanapun. Istilah independensi tersebut dapat diartikan sebagai ide untuk tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh pihak lain, independensi setiap badan regulator dapat

dilihat dari empat sudut yang terkait satu sama lain, yaitu regulasi, pengawasan, institusional, dan anggaran.89

Lembaga pengawasan yang independen (supervisory independence) sangat penting untuk sektor keuangan.90 Menurut penjelasan umum UU OJK, dikemukakan bahwa independensi OJK diwujudkan dalam 2 hal, yaitu : secara kelembagaan OJK tidak berada di sistem pemerintahan Republik Indonesia dan pimpinan OJK memiliki kepastian atas jabatannya. Persoalan lain yang mempengaruhi independensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan.91

Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK, sehingga alangkah lebih baik apabila dana OJK berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Akan tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK. Independensi OJK tercermin di dalam kepemimpinan OJK itu sendiri. Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan kecuali memenuhi alasan secara tegas yang diatur dalam Undang-Undang ini. Disamping itu, dalam mendapatkan pimpinan OJK yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan melibatkan

89 Kenneth Kaoma Mwenda, "Legal Aspects of Financial Services Regulation and the Concept of a Unified Regulator", the World Bank, 2006, hlm. 20

90 Ibid, hal. 21.

91 Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri dari pemerintah, Bank Indonesia dan masyarakat sektor jasa keuangan.92

Independensi bagi BI dan OJK juga tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini secara mutlak. Hal ini dapat dilihat dari dalam urusan penyehatan perbankan menyangkut persoalan ekonomi sebagaimana yang dapat ditentukan dalam Pasal 39 UU OJK. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang independen.93

Secara umum, struktur regulasi yang independen dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut:94

a. Independensi dari segi regulasi (Regulatory Independence).95

92Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

93 Wiwin Rahyani, “Independensi OTORITAS JASA KEUANGAN dalam Perspektif Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OTORITAS JASA KEUANGAN ”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume IX No.3, Januari 2013, hlm.369.

94 Bismar Nasution, Op.Cit.,hlm.12 dan 13.

95 Ibid.,hlm.11.

Regulasi di bidang keuangan haruslah didesain untuk memberi keleluasaan untuk OJK dalam membentuk kebijakan yang tepat. Undang-undang yang ada harus memberi ruang dan fleksibilitas kepada OJK untuk dapat mendesain dan merubah kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi. Undang-Undang yang terlalu detail menjadi indirect intervention dimana secara tidak langsung OJK diarahkan dan dikekang untuk mengeluarkan sebuah kebijakan yang belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada.

b. Independensi dari segi pengawasan (Supervisory Independence).96

1) Perlindungan hukum kepada jajaran OJK dalam melakukan tugasnya. Jajaran OJK harus mendapat perlindungan hukum ketika mengeluarkan kebijakannya. Hal ini untuk menghindari adanya keragu-raguan dalam mengambil keputusan karena adanya ancaman tuntutan hukum. Selain itu tuntutan hukum juga dapat menyebabkan lambatnya pengambilan keputusan dimana hal ini dapat mengakibatkan hasil yang negatif mengingat sifat perekonomian yang sangat kontekstual. Di banyak negara, undang-undang melindungi regulator dari kewajiban pelaksanaan tugasyang timbul dari kekuasaan negara, kecuali regulator yang beritikad buruk. Perlindungan regulator penting, agar mereka bekerja dengan rajin, kompeten, mandiri dan profesional.

Tanpa pengawasan yang konsisten dan menyeluruh, regulasi tidak akan menjadi efektif dalam membentuk rezim sistem keuangan yang efisien dan stabil. Ada beberapa aspek dalam membentuk pengawasan yang independen sebagai berikut:

97

2) Adanya sistem dan standar yang jelas dalam peraturan OJK mengenai pengawasaan dan pengenaan sanksi. Sistem dan standar yang jelas dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjadi alat check and balances karena keputusan yang diambil bukanlah berdasarkan kebijakan indvidu tetapi harus mengacu pada peraturan yang ada. Hal ini dapat meminimalisasi adanya kebijakan yang bersifat subjektif dan menjaga konsistensi dalam pengawasan regulasi.

3) Sistem remunerasi yang jelas dan terjamin. Harus ada standar gaji yang cukup dan sistem jenjang karir yang berdasarkan merit. Hal

96 Ibid.

ini ditujukan untuk meminimalisir potensi korupsi dan juga memastikan bahwa OJK diisi oleh orang-orang yang professional dan kompeten dalam bidangnya.

4) Adanya sistem sanksi dan banding yang jelas. Struktur yang ada harus memberikan kejelasan dalam proses pengenaan sangsi dan upaya hukum yang dapat dilakukan serta jangka waktu dalam prosesnya. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk menjaga kepastian hukum, tetapi juga untuk memastikan bahwa otoritas jasa keuangan dapat mengambil tindakan dan kebijakan yang tepat. c. Independensi dari segi institusi (Institutional Independence) mengacu

pada status dari otoritas jasa keuangan yang terpisah dari lembaga eksekutif dan legislatif. Mengingat fungsinya yang sangat krusial untuk menyeimbangkan keadaan perekonomian dan kegagalan fungsi otoritas jasa keuangan yang tidak independen, menjadi sangat penting untuk menjaga independensi sebuah otoritas jasa keuangan dari pengaruh politik dan pemerintah.

Dokumen terkait