• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subyek berasal dari Watu Cie, Manggarai Timur, saat kecil pindah bersama orang tua ke desa Satar Teu. Sehingga Satar Teu lah tempat ia dibesarkan. Mendapat istri orang Satar Teu sehingga menetap di desa tersebut. Menikah ditahun 2000, kini subyek menjadi bapak dari empat orang anak, anak yang pertama duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), anak ke dua duduk di bangku SMP kelas VIII, sedangkan anak ke tiga subyek duduk di kelas IV sekolah dasar (SD) dan anak terakhir duduk di kelas I

SD. Hanya berpendidikan hingga SMP namun berpengalaman menjadi tukang keliling. Bakat tukang berasal dari bapak subyek sehingga sebelum hadirnya tambang subyek mengasah keahliannya dengan mengikuti tukang-tukang senior hingga dapat mandiri dan dipanggil oleh orang-orang yang membutuhkan tenaganya.

2) Kehidupan Saat Ada Tambang

Perusahaan tambang telah masuk tahun 1997 tetapi subyek memutuskan untuk mulai bekerja di tambang tahun 2002, menimbang sedikitnya peluang bekerja menjadi tukang dan saat itu tambang masih membuka lowongan pekerjaan. Posisi pertama subyek di tambang adalah sebagai anggota eksplorasi (mencari mangan dengan menggali, menggunakan alat, dan perlengkapan lainnya hingga kedalaman tertentu), setelah beberapa lama masih tetap di tempatkan di bagian eksplorasi yang menjadi perbedaan dalam proses eksplorasi melibatkan alat bor dan bahan peledak. Subyek tidak bisa menjelaskan perasaannya di tempatkan dalam posisi tersebut, subyek merasa bersalah karena menggunakan bahan peledak yang

dapat berdampak pada lingkungan, di sisi lain bekerja di tambang memberikan penghasilan tetap sehingga di posisikan jadi apa saja akan diterima subyek.

Subyek menjelaskan, perusahaan tidak banyak memberikan informasi seputar banyaknya mangan atau hal lainnya. Subyek menambahkan ada beberapa warga yang harus menjual tanahnya karena pihak perusahaan ingin mendirikan bangunan di atasnya, subyek sendiri tidak mengizinkan pihak tambang mengambil tanahnya karena tanah bisa menjadi sumber kehidupan untuk selanjutnya.

Pendapatan tetap dari bekerja di tambang sangat membantu ekonomi keluarga subyek apalagi dengan budaya hidup di Manggarai yang harus membantu menyumbang keluarga jika ada acara-acara tertentu, walaupun menurut subyek hasil kerja di tambang kadang tidak bisa menutup keperluan seperti itu, tetapi peluang untuk membantu keluarga menjadi lebih banyak. Penghasilan tetap menjadi gaya hidup baru, tidak hanya kebutuhan pokok, biaya sekolah anak bisa terpenuhi hingga anak subyek dapat menempuh sekolah menengah atas, subyek tidak mencemaskan hari yang akan datang.

Diakui oleh subyek 4 bahwa saat ada tambang subyek dapat menyumbang diberbagai kesempatan yang ada, berbeda ketika tidak ada tambang, subyek hanya bergantung pada hasil bertukang dan kebun.

“Eme emang nggo koe ta ibu itu bagian dari kelebihan

dan kekurangan karena dapat pendapatan setiap bulan tu ge rajin bantang ge yang namanya kaeng keluarga. . . Du manga tambang kita pergi terus ai manga seng nganceng ikut sana sini. “ (Wawancara Subyek 4, Juli 2017, Satar Teu)

Relasi sosial berjalan baik walaupun diawal terjadi masalah dengan beberapa pihak yang kontra dengan tambang.

Ada kebahagiaan tersendiri ketika menjadi buruh, subyek dapat menyumbang diberbagai kesempatan, ini membuatnya merasa bangga dipandang sebagai orang berada.

“Du manga tambang kuat ngo bantang, akhirnya elo ise ga, di‟a mose dami du kerja one tambang” (Wawancara Subyek 4, Juli 2017, Satar Teu)

[Saat ada tambang sering ikut membantu, akhirnya mereka melihat bahwa hidup kami baik saat kerja di tambang]

3) Kehidupan Saat Tutup Tambang

Subyek hanya mengetahui tambang akan tutup tanpa penjelasan lebih lanjut dari perusahaan. Gaya hidup dengan pendapatan bulanan berubah menjadi tidak menentu, karena hanya bergantung pada kebun yang tidak tentu hasil panennya. Bertambah susah dengan lapangan pekerjaan yang minim di wilayah Satar Teu.

Relasi sosial secara umum masih berjalan baik walaupun subyek terkadang menjadi bahan pembicaraan orang karena kehilangan pekerjaan.

“Manga ritak ai tombo-tombo data....” (Wawancara

Subyek 4, Juli 2017, Satar Teu) [Malu karena orang membicarakanya]

Hilangnya pekerjaan menjadi bahan pergunjingan orang beberapa yang senang dengan kondisi subyek seperti sekarang ini, hal tersebut membuat subyek merasa malu.

Subyek mengatakan bahwa ada tidak ada uang hidup dibawa bahagia, tidak boleh merasa kekurangan, tidak boleh menunjukkan kekurangan di hadapan orang lain, berpura-pura untuk terlihat sama dengan orang lain sehingga tidak menjadi beban pikiran. Bagi subyek

tambang memberikan dampak positif karena membantunya dapat membangun rumah.

4) Pemaknaan Kerja di Tambang

Subyek secara terang-terangan menyatakan bahwa, tidak menyukai posisi sebagai pekerja bor yang menggunakan bahan peledak karena jelas merupakan tindakan yang merusak lingkungan, namun demi mendapat pekerjaan memperbaiki keadaan ekonomi harus dijalankan. Selain itu bekerja di tambang dapat berarti bertambah relasi mendapat teman bercerita.

5) Alienasi yang Muncul Pasca Tutup Tambang

a) Ketidakberdayaan

Subyek menilai menyempitnya lapangan pekerjaan membuatnya tidak dapat melakukan apa-apa. Masalah ekonomi menjadi sumber ketidakberdayaan subyek. Hilangnya pekerjaan menyebabkan hilangnya pendapatan tetap bagi subyek, kebutuhan yang semakin bertambah apalagi anak subyek yang akan melanjutkan pendidikan, membuat subyek merasa tidak berdaya, tidak dapat mengambil keputusan, subyek menunggu adanya

perubahan dari perusahaan untuk mempekerjakannya kembali, juga menunggu panggilan kerja, di tengah lapangan pekerjaan yang semakin menyempit, banyak pendatang yang telah mengambil kesempatan untuk bekerja di sekitar daerahnya, subyek menunggu perubahan dari perusahaan tambang.

“Diawal ibu aku ho‟o toe ngancen pande apa-apa gereng kaut eme manga perubahan one tambang ai susah kawe kerja di Manggarai ho‟o mau kerja kayu sebentar sudah banyak, kerja bantu orang di bawah orang Bima sudah isi.” (Wawancara Subyek 4, Juli 2017, Satar Teu)

b) Keterasingan diri

Walaupun tidak merasakan isolasi namun ada sedikit keterasingan diri yang dirasakan subyek. Subyek pandai berpura-pura tidak terbawa keadaan yang ada, namun subyek mengakui, merasa sangat kekurangan dan merasa sendiri saat ada di rumah tidak melakukan apa-apa. Gunjingan orang sekitar membuatnya malu dan rendah diri.

“Tapi kalau balik ke rumah ada rasa kekurangan begitu banyak sekali, sudah beda dengan yang lain, rasa sendiri sudah. Manga ritak ai tombo-tombo data....” (Wawancara Subyek 4, Juli 2017, Satar Teu)

Subyek saat bersama teman-teman mampu menyembunyikan perasaan, namun ketika sendiri merasa banyak kekurangan yang dirasakan, subyek

pun sebenarnya sangat merindukan untuk dapat bekerja kembali, tidak adanya penghasilan membuat subyek malu.

Alienasi Mantan Pekerja Tambang

1. Ketidakberdayaan: merasa tidak dapat mengontrol keadaan, tergantung pada orang lain, apatis terhadap keadaan, masih berharap pada pemerintah

2. Keterasingan diri, dirasakan subyek dengan adanya kekurangan jika dibandingkan dengan orang lain setelah tutup tambang, merasa malu akibat penyindiran

Kondisi Psiko-sosial saat Tutup Tambang

1. Hilangnya Pekerjaan, sumber ekonomi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

2. Relasi sosial tidak masalah,hanya beberapa yang menyindir, kurangnya prososial karena keterbatasan ekonomi

3. Subyek merasa kekurangan, merasa sendiri, merasa malu akibat komentar negatif, adanya penyangkalan atas kesulitan yang dihadapi

Pemaknaan Kerja di Tambang

1. Manifes, bekerja sebagai sumber ekonomi untuk memenuhi kebutuhan 2. Laten, sebagai kontak sosial dapat berbagi ceritera dengan karyawan

lain.

Kondisi Psiko-sosial saat Ada Tambang 1. Tambang menjadi sumber ekonomi

2. Sistem kelas dengan adanya waktu kerja yang teratur serta adanya diferensiasi keahlian pada pekerja

3. Masalah diawal tambang hadir, namun tidak mengganggu relasi sosial 4. Secara psikologis tambang membuat subyek senang dan bangga

karena dapat melakukan prososial lebih sering SUBYEK 4

Gambar 4.5 Kerangka Berpikir Alienasi Pasca Tutup Tambang pada Subyek 4

6) Analisa Kasus Subyek 4

Mempertahankan modal kehidupan seperti tanah menjadi sebuah kewajiban, tanah menjadi pegangan hidup masa depan, sehingga subyek tidak mengijinkan adanya pemonopolian lahan seperti yang diinginkan perusahaan. Tanah ini membantu subyek untuk bertahan hidup baik sebelum ada tambang maupun setelah tutup tambang, walaupun demikian ketidakberdayaan masih dirasakan.

Subyek tidak begitu menyukai posisi dalam pekerjaan, Forsyth (2007) menggambarkan hal ini sebagai adanya konflik peran individu, ketika peran tidak sesuai dengan keinginan pemeran, akan berdampak pada suasana hati yang tidak baik, kesejahteraan psikologis, serta kepuasaan berada di dalam kelompok. Subyek mengetahui menggunakan bahan peledak dalam proses eksplorasi dapat merusak lingkungan namun tetap menjalankan peran tersebut demi kebutuhan ekonomi. Peran yang tidak sesuai dengan keinginan subyek ini pun membuat pemaknaan laten yang lemah, pekerjaan tidak menjadi status dan identitas yang membanggakan.

Pemaknaan manifes yang kuat akan pekerjaan membawa subyek mengalami ketidakberdayaan yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan untuk membuat keputusan sendiri, berharap ada orang lain yang mempekerjakannya, tidak melakukan apa-apa.

Setelah tutupnya tambang subyek mengalami keterasingan diri yang kuat dengan merasakan kekurangan dibandingkan dengan orang lain, malu karena kehilangan pekerjaan. Penyangkalan atas situasi yang dialami merupakan mekanisme diri untuk beradaptasi terhadap situasi (Myers, 2010), berkumpul dengan orang juga menjadi cara subyek mengurangi tekanan psikologis akibat tutup tambang. Bekerja di tambang sebagai sarana untuk mendapatkan kontak sosial membuat subyek merasa kesepian ketika tidak beroperasi lagi.

Adanya komentar negatif berupa penyindiran menambah buruk keterasingan diri karena hal tersebut mengurangi self esteem seseorang, dapat menilai dirinya lebih rendah dari orang lain, melihat dirinya tidak berarti, menimbulkan kecendrungan apatis, bahkan penarikan diri dari lingkungan sosial yang ada, menimbulkan isolasi (Kapuvari, 2011).

Benang merah kasus subyek 4 terletak pada kehilangan pekerjaan mendasari terjadinya ketidakberdayaaan, ketidakberartian, dan keterasingan diri serta membuat prososial menjadi jarang dilakukan.

Hilangnya sistem kerja menciptakan ketidakberaturan karena tidak adanya perencanaan aktivitas keseharian bagi subyek. Subyek cenderung memaknai bekerja di tambang sebagai pemenuhan fungsi ekonomi ketimbang fungsi laten disebabkan oleh posisi yang tidak dikehendaki oleh subyek.

Deskripsi Subyek 5

a. Identitas Subyek 5

Domisili : Satar Teu , desa Satar Punda Asal : Satar Teu, Flores

Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 54 tahun Pendidikan akhir : SMK Pekerjaan : Petani Status : Menikah Lama Kerja di Tambang : 15 Tahun

Posisi di Tambang : Mandor pekerja bor tangan

b. Hasil Observasi

Peneliti menemui subyek di rumahnya, subyek yang paruh baya ini sedang bekerja mengangkat beberapa karung berisi buah asam yang baru saja dipetiknya dari halaman belakang, rumah sepi hanya beliau seorang diri, istri dan anaknya sedang pergi ke kampung, sehingga beliau mengerjakan sendiri beberapa karung asam; mengupas dan membersihkannya. Berbadan ramping, rambut lurus keabuan serta kulit sawo matang, wajah berbentuk persegi dengan tulang pipi yang cukup menonjol.

Sambil duduk di lantai yang telah dialasi loce (tikar dari anyaman pandan) subyek memilih dan memilah buah asam, sambil mulai berceritera mengenai tambang. Subyek berbicara sangat hati-hati, serta wawasan yang dimiliki mengenai tambang sangat banyak dan beliau mengakui mengetahui semua itu dari membaca dan bertanya kepada ahli-ahli tambang saat bekerja dulu.

Kedatangan peneliti selanjutnya subyek sedang bersantai sambil menemani istrinya yang saat itu sedang menjahit baju. Pertemuan terakhir berlangsung singkat karena subyek hendak pergi ke kampung karena ada anggota keluarga yang meninggal. Sehingga peneliti hanya mewawancarai dan melakukan observasi singkat.

c. Hasil wawancara

Dokumen terkait