• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIS

B. E-Learning

1. Pengertian Learning

Terdapat banyak definisi belajar (learning) yang dikemukakan oleh para peneliti. Dalam psikologi, istilah belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang relatif permanen dan diperoleh melalui pengalaman, yaitu interaksi dengan lingkungan (Lahey, 2007). Dalam hal ini, perubahan perilaku yang disebabkan oleh efek biologis bukan merupakan hasil dari belajar.

Tidak ada organisme yang akan bertahan hidup lama jika dia tidak belajar tentang objek lingkungan mana yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (Hergenhahn & Olson, 2008). American Heritage Dictionary (dalam Hergenhahn & Olson, 2008) menyatakan bahwa manusia belajar untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau studi. Sedangkan, menurut Piaget (dalam Zimmerman & Schunk, 2003), belajar merupakan perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh pengalaman. Hampir

sama dengan pendapat Jung (dalam Widianto, 2010) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.

Secara umum, belajar merupakan perubahan perilaku yang relatif permanen, yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman. Dalam hal ini, apabila perubahan perilaku disebabkan oleh maturitas atau perubahan biologis, hal tersebut bukan termasuk proses belajar. Belajar tidak hanya dilakukan secara tatap muka, tetapi juga dapat dilakukan secara jarak jauh dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi adalah sesuatu yang universal, bahkan internet telah memasuki 99% kampus. Lebih dari sepertiga institusi perguruan tinggi menyediakan kuliah secara online yang ternyata banyak diminati oleh mahasiswa (Williams & Sawyer, 2007). Para mahasiswa menyatakan bahwa mereka lebih senang dengan fleksibilitas yang ditawarkan, yaitu karena mereka tidak perlu hadir di kelas untuk kuliah. Adapun pembelajaran yang seperti ini dikenal dengan sebutan e-learning.

2. Pengertian E-Learning

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tentu sangat memudahkan aktivitas manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup direspon positif adalah pembelajaran jarak jauh atau e-learning. The American Society for Training and Development (2001) menyatakan bahwa e-learning merupakan segala sesuatu yang dikirim atau difasilitasi dengan teknologi elektronik untuk

pembelajaran (dalam Fee, 2009). Melalui e-learning, penyedia pendidikan seakan-akan membuka kelas di berbagai tempat.

E-learning sendiri memiliki berbagai macam definisi. Menurut Williams & Sawyer (2007), e-learning merupakan sebuah nama untuk program pendidikan secara online. Hampir sama dengan pendapat Henderson (2003) yang menyatakan bahwa e-learning merupakan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, biasanya internet. Menurut Naidu (2006), e-learning merupakan penggunaan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang disengaja dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Hampir sama dengan pendapat oleh Rosenberg (2006), e-learning merupakan penggunaan teknologi internet untuk menciptakan atau mengirimkan lingkungan pembelajaran yang meliputi sekumpulan sumber instruksi, informasi, dan solusi, yang bertujuan untuk meningkatkan performansi individu dan organisasi. Sedangkan, menurut Munir (2008), e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak semua e-learning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi dari ketiganya.

Ketika berpikir mengenai e-learning, orang-orang cenderung memiliki gambaran mengenai seseorang yang sedang duduk sendirian, menatap layar komputer, dan mengerjakan tugas atau ujian sendirian. Menurut Fee (2009), adanya pemikiran ini akan membuat orang-orang cenderung menganggap bahwa e-learning merupakan self-study yang kurang memiliki interaksi. Pemikiran

seperti ini juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena proses belajar tetap berlangsung meskipun seseorang sedang duduk sendirian. Hanya saja, interaksi yang berlangsung tidak terlihat secara kasat mata.

Secara umum, e-learning adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari komunikasi melalui komputer.

3. Kelebihan E-Learning

Pembelajaran melalui e-learning tentu memiliki kelebihan. Munir (2008) menyatakan bahwa pembelajaran dengan e-learning memiliki banyak kelebihan, antara lain:

a. Memberikan pengalaman yang menarik dan bermakna bagi pelajar karena kemampuannya dapat berinteraksi langsung, sehingga pemahaman terhadap materi pembelajaran akan lebih bermakna, mudah dipahami, mudah diingat dan mudah pula untuk diungkapkan kembali.

b. Dapat memperbaiki tingkat pemahaman dan daya ingat seseorang terhadap pengetahuan yang disampaikan, karena konten yang bervariasi, interaksi yang menarik perhatian, umpan balik yang didapat secara cepat, dan adanya interaksi dengan pengajar.

c. Adanya kerja sama dalam komunitas online yang memudahkan berlangsungnya proses transfer informasi dan komunikasi, sehingga setiap elemen tidak akan kekurangan sumber atau bahan ajar.

d. Administrasi dan pengurusan yang terpusat, sehingga memudahkan dilakukannya aksses dalam operasionalnya.

e. Pusat perhatian dalam pembelajaran tertuju pada pelajar, dimana pelajar tidak bergantung sepenuhnya kepada pengajar. Pelajar belajar secara mandiri untuk menggali atau mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui internet.

4. Kekurangan E-Learning

E-learning juga tidak terlepas dari adanya kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997; dalam Suyanto, 2005) mengenai e-learning antara lain adalah:

a. Apabila interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar kurang, hal ini dapat memperlambat terbentuknya nilai-nilai dalam proses belajar dan mengajar.

b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial.

c. Pelajar yang tidak memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung ketinggalan atau gagal.

d. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.

e. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan internet.

f. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

5. Faktor-faktor yang Menghambat Seseorang Melakukan E-Learning

Terdapat beberapa faktor yang menghambat seseorang untuk melakukan e-learning. Muilenburg dan Berge (2005) menemukan bahwa terdapat delapan faktor yang menghambat seorang pelajar mau melakukan pembelajaran secara online atau e-learning, antara lain:

a. Masalah administratif atau pengajar, yaitu pelajar merasa bahwa masalah-masalah pembelajaran ada pada pengajar. Misalnya, pengajar kurang memahami pengelolaan e-learning, pengajar telat memberikan umpan balik, dan lain-lain.

b. Interaksi sosial, yaitu pelajar merasa bahwa interaksi sosial terhadap teman-teman atau pengajar sangat kurang, dimana hal ini dapat membuat pelajar merasa terisolasi dalam pembelajaran dengan e-learning.

c. Kemampuan akademik, yaitu pelajar merasa kurang memiliki kemampuan dalam hal mengarang, membaca, ataupun berkomunikasi. d. Kemampuan teknis, yaitu pelajar merasa kurang memiliki kemampuan

untuk mengelola media e-learning.

e. Motivasi pelajar, yaitu pelajar merasa lingkungan pembelajaran dengan menggunakan e-learning tidak menyenangkan, dimana hal ini dapat membuat pelajar sering melakukan prokrastinasi.

f. Waktu dan dukungan, yaitu pelajar yang merasa kurang mendapat waktu dan dukungan dari orang tua dan teman-teman akan cenderung menolak e-learning.

g. Biaya untuk mengakses internet yang mahal.

h. Masalah teknis, seperti browser atau software, juga dapat menghambat pelajar untuk melakukan e-learning.

E-learning merupakan proses pembelajaran melalui internet dengan berbasis web. Salah satu contoh pembelajaran berbasis web dapat dilakukan dengan menggunakan web log, atau lebih dikenal dengan sebutan blog.

6. Pengertian Web log

Web log, atau lebih dikenal sebagai blog, dapat dikatakan sebagai cerminan jati diri seseorang di internet. Sebenarnya, istilah blog terdiri dari dua kata yaitu web dan log (Gardner & Birley, 2010). Blog berfungsi hampir sama dengan situs pribadi. Aktivitas memperbaharui blog disebut sebagai blogging (Nacht & Chaney, 2007). Orang yang menulis blog disebut sebagai blogger, bukan weblogger. Semua blog merupakan situs, tetapi tidak semua situs merupakan blog (Hill, 2006). Semua orang yang membuat blog adalah unik, dan semua blog adalah unik (Gunelius, 2010).

Menurut Williams dan Sawyer (2007), blog merupakan halaman web dengan gaya penulisan seperti buku harian. Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Smith dan Bebak (2007), yaitu blog merupakan catatan harian atau jurnal online yang berisi pemikiran, pengalaman, dan minat seseorang.

Menurut Doctorow (2002), blog merupakan sebuah situs web yang terdiri dari sejumlah informasi singkat dan unik yang dinamakan post. Post ini tersusun secara terbalik, artinya post yang paling baru akan terletak di urutan pertama. Sedangkan menurut Gardner dan Birley (2010), blog merupakan perbaharuan suatu situs yang disusun secara berurutan, penulisan dan penyusunannya sama seperti catatan harian, serta cara penulisan informalnya mengkarakteristikkan komunikasi personal seseorang.

Secara umum, blog merupakan sebuah situs yang terdiri dari sejumlah informasi yang berisi berbagai macam topik yang ditulis oleh seseorang untuk dibagikan kepada orang lain, dimana pembaca dapat memberikan komentar terhadap informasi tulisan tersebut. Melalui blog, seorang pengajar dapat memberikan informasi kepada para mahasiswa tanpa harus bertatapan langsung. Setiap mahasiswa tentunya juga dituntut untuk memiliki blog agar dapat mengakses situs untuk menerima informasi dan berinteraksi dengan pengajar.

Dokumen terkait