• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lebar Pendekat

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI (Halaman 41-50)

2.10 Perancangan Bundaran

2.10.8 Lebar Pendekat

Lebar pendekat yang dirancang adalah :

1. Lajur masuk dan lajur keluar (entry and exit) 2. Radius masuk dan radius keluar

3. Kelandaian dan superelevasi lengan pendekat 4. Alinyemen horizontal pendekat

5. Pulau pemisah (splitter island)

2.10.8.1 Lajur Masuk dan Lajur Keluar (entry and exit)

Lebar lajur masuk untuk bundaran dengan lajur tunggal maupun lajur ganda berkisar antara 4.30 m – 4.90 m.

Lajur masuk dapat dimodifikasi/diubah/dilebarkan untuk meningkatkan kapasitas dengan cara :

1. Memberikan lajur tambahan atau lajur parallel pada lengan pendekat 2. Melebarkan pendekat secara gradual (flare)

Gambar 2.24 dan 2.25 menampilkan peningkatan kapasitas pada lajur masuk.                  

Gambar 2.24 Peningkatan Kapasitas Jalan dengan Menambah Lajur pada Lengan Pendekat

Sumber : Pd. T-20-2004-B

Gambar 2.25 Peningkatan Lebar Jalan dengan Memperlebar Flare

Sumber : Pd. T-20-2004-B

Kesinambungan radius masuk dengan jalur lingkar secara signifikan akan memberikan dampak kepada aspek keselamatan. Radius masuk/keluar, pulau bundaran dan jalur lingkar memberikan kontribusi kepada manuver kendaraan yang akan masuk atau keluar jalur lingkar.

Gambar 2.26 menampilkan ilustrasi kesinambungan jalur masuk dan keluar dengan jalur lingkar.

                 

Gambar 2.26 Ilustrasi Jalur Masuk dan Keluar

Sumber : Pd. T-20-2004-B

2.10.8.2 Radius Masuk dan Radius Keluar

Radius masuk dan radius keluar bundaran ditentukan oleh persamaan (13) berikut ini :

……….(13)

Dengan pengertian :

V adalah kecepatan rencana pada lengan pendekat, km/h R adalah radius masuk/keluar, m

e adalah superelevasi (0.02 - 0.03)

f adalah koefisien gesek (friksi) permukaan jalan

Gambar 2.27 Hubungan Koefisien Gesek dengan Kecepatan Rencana

Sumber : Pd. T-20-2004-B                  

Koefisien gesek ditentukan berdasarkan fungsi dari kecepatan rencana, dengan mengacu kepada standar yang dikeluarkan oleh AASHTO. Hubungan koefisien gesek dengan kecepatan rencana ditentukan berdasarkan Gambar 2.27

Tabel 2.11 menampilkan variasi kecepatan rencana dan radius masuk serta radius keluar.

Tabel 2.11 Variasi Kecepatan Rencana dan Radius Minimum Masuk Serta Keluar

Sumber : Pd. T-20-2004-B

2.10.8.3 Kelandaian dan Superelevasi Lengan Pendekat

Kelandaian maksimum lengan pendekat dan daerah persimpangan bundaran pada persimpangan sebidang adalah 4 %

2.10.8.4 Alinyemen Horizontal Pendekat

Titik pusat bundaran seharusnya ditempatkan pada perpotongan sumbu (centerline) dari masing-masing lengan pendekat. Namun dimungkinkan pula jika sumbu dari salah satu lengan bergeser ke arah kanan dari titik pusat bundaran. Namun tidak dibenarkan jika sumbu salah satu pendekat bergeser ke arah kiri dari titik pusat bundaran.

                 

Gambar 2.28 Alinyemen Pendekat

Sumber : Pd. T-20-2004-B

2.10.8.5 Pulau Pemisah (splitter island)

Kriteria dari perancangan pulau pemisah adalah :

1. Pulau pemisah harus tersedia di setiap lengan bundaran. Selain dipergunakan untuk membimbing kendaraan memasuki jalur lingkar, pulau pemisah juga berfungsi sebagai "tempat perberhentian (refuge)" bagi penyebrang jalan dan membantu mengendalikan kecepatan.

2. Total panjang minimum dari pulau pemisah lebih kurang 15 m. Gambar 2.29 menampilkan dimensi minimum dari pulau pemisah.

3. Meningkatkan lebar dari pulau pemisah secara signifikan akan memberikan konstribusi tingkat kecelakaan pada jalur lingkar.

4. Dimensi dari hidung pulau pemisah ditampilkan pada Gambar 2.30                  

Gambar 2.29 Tipikal Pulau Pemisah

Sumber : Pd. T-20-2004-B

Gambar 2.30 Dimensi Hidung Pulau Pemisah

Sumber : Pd. T-20-2004-B 2.10.9 Kebebasan Pandang di Bundaran

Kebebasan pandang di bundaran yang dirancang adalah :

1. Kebebasan pandang pada bundaran dan wilayah pendekat bundaran 2. Jarak pandang henti

                 

2.10.9.1 Kebebasan Pandang pada Bundaran dan Wilayah Pendekat Bundaran

Hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Desain bundaran harus memberikan kebebasan pandang kepada pengemudi untuk dapat mengantisipasi pergerakan kendaraan di jalur lingkat maupun kendaraan yang memasuki daerah perseimpangan bundaran. Karena itu, seluruh wilayah yang termasuk dalam daerah kebebasan pandang pengemudi harus terbebas dari obyek yang dapat mengganggu kebebasan pandang. Arsiran pada Gambar 2.31 memperlihatkan wilayah kebebasan pandang yang harus disediakan pada wilayah bundaran.

2. Wilayah kebebasan pandang diukur dari titik A yang terletak 15 m sebelum garis prioritas. Dari jarak tersebut, pengemudi harus dapat mengantisipasi kendaraan yang bergerak pada jalur lingkar (d2) maupun kendaraan pada lengan pendekat yang akan memasuki jalur lingkar dari arah kanan (d1).

3. Kebebasan pandang samping ditentukan dengan menarik garis sepanjang b m ke arah tepi lengan pendekat di sebelah kanan. Panjang garis b dihitung dengan rumus (14).

b = 0.278 (V konflik) (tc) ………..……… (14)

Dengan pengertian :

b adalah jarak pandang lengan bundaran, meter

V konflik adalah 70 % kecepatan rencana lengan pendekat, km/h

tc adalah selisih waktu kritis saan masuk pada jalan utama, detik (6,5 detik) 4. Jika kecepatan konflik yang telah ditentukan sebelumnya, panjang garis b dapat

mengacu pada Tabel 2.12

5. Jarak pandang bundaran ditentukan dengan mengansumsikan mata pengendaran setinggi 1080 mm dan tinggi obyek (kendaraan lain) adalah 600 mm.                  

Gambar 2.31 Jarak Pandang Bundaran

Sumber : Pd. T-20-2004-B

Tabel 2.12 Jarak Pandang ke Lengan Bundaran (b)

Sumber : Pd. T-20-2004-B

2.10.9.2 Jarak Pandang Henti

Langkah perancangan untuk jarak pandang henti adalah : 1. Jarak pandang henti dihitung dengan persamaan (15)

……….(15)

Dengan pengertian :

d adalah jarak pandang berhenti, m

t adalah waktu reaksi, diasumsikan 2.5 detik V adalah kecepatan, km/jam

a adalah deselerasi pengemudi, diasumsikan 3.4 m/detik2                  

2. Untuk kecepatan yang telah ditentukan, jarak pandang harus minimum pada bundaran dapat dilihat pada Tabel 2.13

\

Tabel 2.13 Jarak Pandang Henti Minimum

Sumber : Pd. T-20-2004-B

3. Khusus untuk perencanaan persimpangan dengan bundaran terdapat 3 jarak pandang henti yang harus dihitung, yaitu :

a) Jarak pandang henti pendekat

Jarak pandang henti ini merupakan jarak aman yang dibutuhkan pengemudi untuk dapat memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi obyek atau penyebrang jalan pada lengan pendekat, seperti terlihat pada Gambar 2.32

Gambar 2.32 Jarak Pandang Henti Pendekat

Sumber : Pd. T-20-2004-B

b) Jarak pandang henti jalur lingkar

Jarak pandang henti ini merupakan jarak aman yang dibutuhkan pengemudi untuk dapat memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi obyek di jalur lingkar. Dapat dilihat pada Gambar 2.33

                 

Gambar 2.33 Jarak Pandang Henti Jalur Lingkar

Sumber : Pd. T-20-2004-B

c) Jarak pandang henti jalur penyebrang jalan pada jalur keluar

Jarak pandang henti ini merupakan jarak aman yang dibutuhkan pengemudi untuk dapat memberhentikan kendaraannya dalam mengantisipasi obyek atau penyebrang jalan pada lajur keluar. Dapat dilihat pada Gambar 2.34

Gambar 2.34 Jarak Pandang Henti Jalur Penyeberang Jalan pada Jalur Keluar

Sumber : Pd. T-20-2004-B

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI (Halaman 41-50)

Dokumen terkait