• Tidak ada hasil yang ditemukan

CHAPTER V CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS

APPENDIX 4 Lecturer’s Interview Transcript

dinilai dari akademiknya saja, tapi eeee bahwa ketika mahasiswakeluar dari kelas itu, yang pinter atau yang improve itu tidak hanya ilmunya tetapi hatinya juga. Dia tahu benar dan tidak benar, benar-salah,baik-buruk, dia menjadi tahu.

Kemudian, dia merasa percaya dirinya bertambah kemudian dia menjadi lebih apa ya, menjadi rendah hati gitu ya. Pinter tapi rendah hati. Kalo competence,semua orang punya tapi yang plus poinnya adalah conscience sama compassion. Lalu metode pembelajaran apa sih yang digunakan pada saat interpreting itu?

Apa ya? Aku lupa eee.. (tertawa) Oh,ini mbak. Cooperative learning,karena di kelas interpreting itu apa harus bisa menyampaikan ide secara komunikatif lalu harus bisa menjalankan teamwork bersama orang lain seperti itu. Lalu saya gabung dengan experiential learning karena kan untuk mengetahui bagaimana interpreter bekerja itu harus melalui praktek. Jadi saya memberikan mereka kesempatan untuk merasakan bagaimansa sih jadi seorang interpreter itu.

Untuk lebih spesifik lagi, tadi anda menyampaikan bahwa Pedagogi Ignasian itu mengenai 3C yaitu competence,conscience and compassion. Nah, kegiatan pembelajaran yang memang mempengaruhi atau mengembangkan aspek competence itu sendiri,apa?

Oh,ya. Interpreting itu kan sebenarnya sebenarnya ada beberapa hal. Satu adalah teori tentang interpreting,itu knowledge ya. Kemudian yang ke dua adalah skill interpreting itu kemudian skill interpreting itu misalnya kayak apa namanya, public speaking, listening, note taking, dan sebagainya. Dan kemudian yang berikutnya adalah modes of interpreting itu sendiri. Misalnya kayak dalam konteks apa eeem, misalnya dalam konteks seminar, kemudian dalm konteks conference kemudian dalam konteks apa itu namanya eee community interpreting dan sebgainya. Jadi, mereka harus tahu itu, harus tahu emm bahwa itulah dunia interpreting seperti itu. Di situ,aku ada yang dinamakan dengan learning log. Learning log itu kayak eeee istilahnya itu kayak buku diktatnya mahasiswa itu kemudian di situ ada refleksi-refleksi. Refleksinya itu ada beberapa hal, misalnya itu misalnya refleksi untuk yang competence itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan teori itu kemudian ee aku kasih mereka assignment kemudian mengomentari. Nah itu evaluasi yang aku pake yang menyangkut 3C itu.

Emm.menurut anda apakah interaksi dengan mahasiswa sudah cukup? Aku tuh malah merasa terlalu dekat dan malah dapat kritikan dari salah satu dosen yang mungkin berbeda pendapat. Tetapi aku memang dekat dengan mahasiswa

dari awal aku mengajar di sini. Jadi, mahasiswa kan stake holder kita ya. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa memuaskan stake holderku kalau aku tidak

mendekati mereka begitu. Jangan-jangan ketika aku berpikir seperti ini,mahasiswa makah nggak suka. Oleh karena itu menurutku, salah satu dari nilai dari pedagogi Ignasian itu cura personalis. Cura personalis itu mengganggap mahasiswa sebgai teman ya. Terus salah satu yang dulu itu aku nggak tahu maknanya itu dulu santo

Ignasius itu selalu bilang begini: “Masuk melalui pintu mereka, keluar melalui

pintu kita.” Tapi akhir-akhir ini saya memahami artinya yaitu kita mengikuti dulu

maunya mahasiswa itu apa,terus habisitu kalu kita udah misalnya “I listen to you,guys”Mereka pasti akna dengerin kita dan melakukan apapun yang kita

inginkan. Daripada misalnya saya bilang “Do this, do that. Kalian tuh kok

nyebelin sih atau kalian nggak pernah belajar”Itu tidak akan membuat mereka itu

eee istilahnya do what we want. Tetapi ketika kita mendengarkan,siapa sih orang yang didengarkan dulu nggak akan balik.

Nah, eee selama pengimplementasian itu nggak mungkin mulus-mulus aja nih ya, kesulitan yang dihadapi atau didapatkan itu apa saja?

Eee, kesulitan yang dihadapi sebenarnya lebih ke karena saya tu ngajarnya suka banyak sekali, mbak. Jadi kadang menyiapkan itu, apa? eee, dokumen-dokumen itu gedubrakan. Dan interpreting itu kan teksnya harus selalu baru, videonya harus selalu baru, kayak gitu-gitu. Jadi kadang kendalanya adalah karena saya ngajar banyak, terus aaa dirumah saya punya peran sebagai ibu, kadang waktu untuk mendengarkan video itu lebih dulu itu suka kurang, jadi kadang saya hanya tau background eee, big picture dari video itu apa, kata-kata yang sulit apa itu, kemudian eee, oke aku siap pake itu untuk materi mengajar. Tapi kadang-kadang kalo ga siap itu bisa kedandapan gitu ya karena saya belum nonton videonya tapi aku pake untuk itu, aku kadang ada istilah yang aku sendiri juga ngga tau, kayak gitu-gitu. Nah itu yang, kendalanya itu lebih ke persiapan materinya itu eee, takes so much time, gitu. Jadi kadang-kadang aku siasati dengan eeem, memakai materi yang lama, yang sudah pernah, yang sudah aku analisa, yang aku sudah

persiapkan dengan baik, itu. Itu kendalanya. Kemudian yang kendala kedua adalah kurangnya waktu untuk mengecek satu persatu recording mereka. Jadi aku koleksi semua recording mereka, tapi kadang saya nggak punya waktu semuanya. Kadang hanya beberapa ituu, yang aaa, itu aja nggak penuh. Misalnya mereka satu recording itu 10 menit, gitu, saya cuman denger beberapa menit pertama, okee lanjut, gitu, lanjut! lanjut! gitu! Itu kendalanya itu lebih ke waktu.

Apakah ada kesulitan dari mahasiswanya sendiri dalam proses penerapan penerapan dari pedagogi ignasian sendiri ini atau enggak?

Ooo, yaa, mungkin ada yaa, hehehe. Mungkin ada contoh yang, misalnya kayak, harusnya oral reflection ya, tapi ada yang nggak, nggak, nggak sharing sama

sekali. He‟eh. Ya kadang mahasiswa kan banyak macam, kadang capek ya. Jadi

ada yang sering, sering di.., satu hal yang aku pelajari dari pedagogi ignasian itu ya, itu improvisasinya banyak sekali, Karena apa yang kita rencanakan itu tidak sesuai dengan konteks mahasiswa. Dan kalo aku misalnya, kalo harus memilih ya, aku harus menerapkan rencana hari ini. Atau, ah kasihan mahasiswa , lagi capek gitu. Saya memilih mahasiswa lagi capek. Maksudnya saya, lebih baik saya eee, istilahnya itu mendekati mahasiswa aja lah. Itu gagal apa apa. Dari pada

memaksakan malah tidak berhasil. Karena, kayak, kayak kata Yesus tu ya. Dia

bilang “Manusia itu dibuat bukan untuk hari sabat, tapi hari sabat dibuat untuk

manusia”. Jadi aku mikir-mikir, “ni pembelajaran buat siapa sih?” Buat

mahasiswa. Kalo mahasiswa ngga nyaman, lagi capek, kan paginya mereka SPD, dan ada yang PPL. Itu kendalana itu, mbak, yang paling parah itu adalah itu. Eee, sebenernya kalo boleh ditanya lagi, keuntungan dari pedagogi ignasian itu tu, untuk di kelas interpreting itu sendiri tu apa?

Eee, kalo aku melihat, eee apa ya? Nilai lebih dari pedagogi ignasian itu

terstruktur. Kita itu tau apa yang kita nilai. Kita tau siklus-siklusnya. Maksudnya, eee, sekarang itu otomatis, mbak. Kalo misalnya, aku mau ngajar ini itu untuk konteks, apa ini? Untuk, anu, refleksinya gimana ni. Itu tu udah langsung. Dan itu tu sebenernya sesuai dengan learning theories, to? Teori pembelajaran itu memang seperti itu, kan? Eee, ya cuman namanya aja beda, tapi teori-teori yang lain itu ya mirip, basiknya sama. Itu logika menurut akal sehat itu juga seperti itu, kan? Kita ngga mungkin pertama-tama langsung suruh action, misalnya, kan ngga mungkin. Nah itu, udah langusng kayak udah. oohh, sekarang itu udah tau, gitu. Lebih terstruktur, gitu. Kemudian, ketika eee, mee, mengajar satu mata kuliah itu, terus aku conscience nya mereka, apa ya? Apa yang mau aku tekankan di kelas ini tu apa. Jadi biasanya, pertemuan awal, kayak misalnya di kelas eee, vocabulary itu, dulu awalnya kan mereka kelasnya ponakanku. Jadi aku tau problem di kelas itu. Jadi aku eee, aplikasikan untuk membuat mereka rukun, gitu. Sekarang itu berhasil, gitu lho. Mereka itu sooo solid, gitu ya. And I‟m very proud, gitu. Aaa, jadi itu untuk aaa, compassionnya itu aku mikirnya itu. Terus untuk conscience itu lebih aware. Aku melihat mahasiswa itu cuek-cuek. Ada, apa? Istilahnya itu kadang ngga peduli. Terus ngomong nggak, nganu, apa? ceplas-ceplos. Kemudian kadang itu tau mana yang baik tapi tidak melakukan, kayak gitu-gitu. Jadi

tujuanku itu, itu. Nah, di semua mata kuliah juga gitu. Di kelas ini kayaknya compassionnya ini deh hehe, gitu, consciencenya si anak..., kalo conscience kan kadang anak-anak terlalu banyak ya. Nah itu saya milih targetnya, misalnya si tamara nih, kayaknya dia kok kurang percaya diri ya, dia ngga berani ngomong.

Dia yang aku targetin di conscience nyaa, supaya dia lebih percaya diri, gitu. Terus ada yang anaknya tu congkak banget sih, dia agak rendah diri dikit, kayak gitu-gitu target, he‟eh. Itu yang bikin eee, apa ya, pedagogi ignasian itu

menurutku ideal, menurutku ya. Ada banyak yang ngga setuju, tapi kalo

menurutku it‟s a good practice.

Okee, eeee, mungkin itu aja.Terima kasih banyak untuk bantuannya. Semoga berguna untuk saya dan anda.

Dokumen terkait