• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembaga intelijen keuangan

Strategi VII : Penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain lintas batas negara sebagai media pendanaan

6. Lembaga intelijen keuangan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang secara umum dikenal sebagai unit intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU), dibentuk sejak tahun 2002 melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan secara khusus diberikan mandat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

PPATK merupakan lembaga independen, bertanggung jawab langsung kepada Presiden, dan melaporkan kinerjanya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Lembaga Pengawas dan Pengatur.

Pada prinsipnya, fungsi suatu FIU adalah sebagai badan nasional yang menerima, menganalisis dan mendesiminasi hasil laporan transaksi keuangan dari Pihak Pelapor kepada Penegak Hukum. Kemampuan untuk mendeteksi dan mencegah praktik pencucian uang merupakan sarana yang efektif untuk mengidentifikasi pelaku kriminal dan aktivitas yang mendasari dari mana uang yang mereka peroleh itu berasal. Penerapan intelijen di bidang keuangan dan penguasaan teknik investigasi akan menjadi salah satu cara terbaik untuk mendeteksi dan menghambat kegiatan para pelaku pencucian uang, yang umumnya melibatkan lembaga keuangan (penyedia jasa keuangan).

Penerapan intelijen keuangan (Hasil Analisis & Hasil Pemeriksaan) sebagai suatu produk PPATK tidak terlepas dari penggunaan pendekatan follow the money dengan maksud menelusuri transaksi sejauh mana uang itu berasal dari pemilik sebenarnya (ultimate beneficial owner) dan sejauh mana uang itu dipergunakan untuk menyamarkan hasil tindak pidananya (placement, layering and integration).

Tugas PPATK

Sebagai lembaga intelijen keuangan, PPATK berperan mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia, yaitu: (i) Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; (ii) Pengelolaan data dan informasi; (iii) Pengawasan kepatuhan Pihak Pelapor; dan (iv) Analisis/pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi TPPU dan TP lain. Kewenangan yang diberikan antara lain pengelolaan database, menetapkan pedoman bagi Pihak Pelapor, mengkoordinasikan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah, mewakili Pemerintah dalam forum internasional, menyelenggarakan edukasi, melakukan audit kepatuhan dan audit khusus, memberikan rekomendasi dan atau sanksi kepada Pihak Pelapor, dan mengeluarkan ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ).

Di samping peran tersebut, peran utama lainnya adalah melakukan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain, dengan beberapa kewenangan antara lain meminta dan menerima laporan dan informasi dari berbagai pihak, meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi, dan meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.

Dengan dilakukannya langkah-langkah yang menyeluruh dan terintegrasi antara seluruh komponen yang dimiliki bangsa dan negara maka upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang diharapkan dapat terlaksana secara efektif, berdaya dan berhasail guna. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang pada dasarnya akan mampu memberikan dampak positif yaitu menurunnya tingkat kejahatan dan meningkatnya perekonomian nasional.

e. Membangun Kesadaran Anti-Pencucian Uang

Upaya pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia tidak akan dapat dilaksanakan secara maksimal dan efektif serta berhasil guna tanpa adanya orientasi dan tujuan yang jelas mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh serta pemahaman yang baik atas masalah-masalah yang harus diselesaikan secara bersama-sama oleh segenap komponen bangsa Indonesia, tanpa kecuali. Agar pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia membuahkan hasil yang nyata dan sekaligus memberikan manfaat besar bagi negara & bangsa, maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah suatu perencanaan dan penyusunan program kerja bersama yang baik dan matang agar arah dan tujuan yang ditetapkan didalamnya dapat dilaksanakan dan diwujudkan oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders).

Pada hakikatnya, tujuan akhir dari pendekatan Anti Pencucian Uang digabung dengan pendekatan penegakan hukum di Indonesia adalah untuk memperoleh dua hal utama, yaitu: pertama, meningkatkan integritas dan stabilitas sistem keuangan & perekonomian nasional; dan kedua, menurunkan angka kriminalitas melalui pendekatan ‘follow the money.’

Manfaat paradigma anti pencucian uang (AML) dengan pendekatan follow the money dapat diketahui sebagai berikut:

 Dapat mengejar hasil kejahatan;

 Dapat menghubungkan kejahatan dengan pelaku intelektual;  Dapat menembus kerahasiaan bank;

 Dapat menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam menyembunyikan hasil kejahatan; dan

 Dapat menekan nafsu orang untuk melakukan kejahatan bermotif ekonomi.

Dapat menjadi alat untuk pemulihan/penyelamatan aset (asset recovery) untuk negara;

Tindak pidana pencucian uang memang sangat dekat dan tidak terlepas dengan aneka kejahatan asalnya, sebagaimana disebutkan di bagian inti tulisan ini. Hubungan keduanya layaknya suatu lingkaran yang beririsan satu sama lain mengingat harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana bagaikan darah yang menghidupi kejahatan itu sendiri (“as a blood of crime”) yang merupakan titik terlemah dari rantai kejahatan. Dengan kata lain, untuk menumpas dan mengakhiri kejahatan dalam perspektif anti pencucian uang adalah dengan membuat efek jera dan menghilangkan motivasi bagi para pelaku kriminal melalui pemutusan ‘aliran darah’ tersebut. Pelaku kejahatan tidak lagi dapat secara leluasa menggunakan hasil kejahatannya --khususnya yang berbentuk finansial-- bagi tujuan-tujuan yang dikehendakinya. Tidak terdapat lagi kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk dapat menggunakan keuntungan finansial atas kriminalitas yang dilakukannya karena seluruh komponen bangsa, khususnya karena pihak-pihak pelaku bisnis baik di sektor keuangan maupun non-keuangan telah memiliki kesadaran penuh untuk melakukan upaya preventif dengan melaksanakan kewajiban pelaporan atas seluruh transaksi keuangan yang tidak memiliki landasan hukum atau dasar transaksi yang jelas.

Dengan demikian, tidak terdapat lagi celah bagi pelaku kejahatan untuk dapat “memetik” manfaat dari kejahatan yang dilakukannya. Karena secara harfiah setiap

perbuatan yang dilakukan manusia adalah termotivasi oleh keuntungan yang didapat dari perbuatan yang akan atau telah dilakukannya. Tanpa keuntungan yang bisa diraih, motivasi atas nafsu berbuat jahat telah dapat diminimalisir. Hingga pada akhirnya, kita semua berharap bahwa rezim anti pencucian uang memiliki kemampuan secara nyata untuk menurunkan tingkat kejahatan di Indonesia. Apabila tidak dicegah, maka hal ini dapat menjadi lahan subur tumbuhnya tindak pidana lain seperti korupsi, prostitusi, perdagangan orang, peredaran gelap narkoba, lingkungan hidup, dan bahkan terorisme serta aneka kejahatan lainnya.

Tak terhitung jiwa yang melayang dan kerugian negara yang diderita setiap tahun akibat berbagai tindak kejahatan tersebut. Karena itu, sudah menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat dan aparatur negara untuk mencegah dan memberantas upaya pencucian uang di Indonesia. Mengungkap dan mencegah praktik money laundering di sekitar lingkungan dapat mempersempit ruang gerak dan aset para pelaku kejahatan dengan melaporkan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang kepada aparat yang berwenang (kepolisian) atau menjadi bagian whistleblower dan pengaduan masyarakat pada situs resmi PPATK (https://pws.ppatk.go.id/wbs/home dan https://wbs.ppatk.go.id/).

Selaku penjuru rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia, PPATK tentu akan bersinergi dengan berbagai lembaga terkait di sektor keuangan dan sektor penegak hukum dalam menumpas praktik pencucian uang dan tidak menjadikan Indonesia sebagai surga pencucian uang bagi pelaku kejahatan. Sebagai seorang CPNS, jaga integritas dan komitmen untuk menjaga serta memelihara Indonesia bebas dari pencucian uang dan pendanaan teroris. Partisipasi aktif Saudara sangat dibutuhkan dengan menolak berbagai tindakan kejahatan pencucian uang. Perlu diingat bahwa para pelaku pencucian uang dapat berupa pelaku aktif maupun pelaku pasif. Oleh karenanya, serapat mungkin untuk membentengi diri dari perilaku yang dapat merugikan diri pribadi dan keluarga melalui perteguh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Kuasa, Allah SWT, dan mempelajari lebih lanjut perkembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia melalui laman (www.ppatk.go.id) maka Saudara telah turut berkontribusi pada pembangunan rezim APU/PPT. “KALO BERSIH KENAPA RISIH !”

Dokumen terkait