• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak Administrasi dan Batas Geografis

Dalam dokumen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Halaman 35-41)

4.1 Kondisi Umum Lokasi

4.1.1 Letak Administrasi dan Batas Geografis

Kecamatan Parangloe merupakan daerah dataran yang memiliki luas wilayah yaitu 221,26 km2 atau 11,75% dari luas kabupaten Gowa. Batas-batas wilayah kecamatan Parangloe yaitu Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Maros, Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Manuju, Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Takalar dan kecamatan Bontomarannu, Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Tinggimoncong.

Gambar 6. Peta Administrasi kecamatan Parangloe

Lokasi Penelitian merupakan kawasan hutan INHUTANI I yang mencakup wilayah sub DAS Jeneberang Hilir yang terletak di kelurahan Lanna, kecamatan Parangloe, kabupaten Gowa. Secara

geografis terletak pada posisi sebagai berikut:

a. Plot 1 terletak pada 119038.339’-119038.342’ BT dan 5014.352’- 5014.366’ LS.

b. Plot 2 terletak pada 119038.634’-119038.928’ BT dan 5014.244’- 5014.250’ LS.

c. Plot 3 terletak pada 119038.923’-119038.926’ BT dan 5014.255’- 5014.265’ LS.

36 Lokasi penelitian memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Belapunranga

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Borisallo c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Manuju d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bontoparang 4.1.2 Vegetasi dan Penggunaan Lahan

Lokasi penelitian merupakan kawasan hutan produksi yang dahulu digunakan sebagai sumber bahan baku pembuatan kertas

oleh Pabrik Kertas Gowa (PKG). Lahan tersebut awalnya ditanami dengan hutan bambu. Namun seiring tidak beroperasinya lagi PKG,

hutan tersebut mengalami alih fungsi lahan menjadi hutan yang ditanami dengan beberapa jenis tanaman utama dan tanaman

sisipan. Vegetasi utama seperti Akasia (Acacia Mangium a.k.a) dan Pinus (Casuarina Equisetifolia) sedangkan tanaman sisipan seperti

Gmelina Arborea, Gamal (Cliricidia Sepium), Kemiri (Aleurites Moluccana a.k.a), Johar (Cassia Siamea), tanaman Kopi (Coffea sp) dan tanaman paku seperti pakis.

Berikut adalah peta penggunaan lahan kecamatan Parangloe yang disajikan pada Gambar 7.

37

Gambar 8. Jenis - Jenis Vegetasi yang Ada pada Lokasi Penelitian Jenis vegetasi yang beragam dalam suatu lahan memberi pengaruh terhadap besar kecilnya air limpasan permukaan (runoff) yang pada akhirnya berdampak pada tingkat erosi. Vegetasi berperan

penting dalam mengurangi pukulan air hujan sehingga akan mengurangi pemadatan tanah. Hal inilah yang menjadi penyebab

rendahnya air limpasan permukaan Hal ini sesuai dengan Arsyad (2010) bahwa vegetasi berfungsi sebagai penyimpan dan pengatur aliran permukaan dan infiltrasi. Sedangkan pohon-pohon yang jarang tegakannya, kecil sekali pengaruhnya terhadap kecepatan aliran permukaan.

4.1.3 Topografi

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Lapangan diperoleh bahwa lereng lokasi penelitian menghadap ke arah Selatan dengan kondisi topografi bergelombang, cekung, cembung dan permukaan tanahnya yang tidak rata serta terdapat bebatuan dengan berbagai ukuran. Hasil pengukuran kemiringan lereng pada lahan plot 1, plot 2

dan plot 3 menunjukkan kemiringan lereng masing-masing 24,57%, 27,33%, dan 32,24%. Kemiringan lereng yang berbeda-beda

pada plot runoff berukuran 22 m x 4 m menghasilkan rata-rata air

limpasan permukaan (runoff) masing-masing 0,77 mm, 0,92 mm, dan 1,27 mm.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin curam suatu lereng semakin besar air limpasan permukaan (runoff) yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Arsyad (2010) bahwa kemiringan lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut aliran permukaan. Hal ini pun didukung oleh

38 Kartasapoetra et al (2010) bahwa landslope atau kemiringan lahan

merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan, karena lahan yang mempunyai kemiringan itu dapat dikatakan lebih mudah terganggu

atau rusak, lebih-lebih kalau derajat kemiringannya demikian besar.

Gambar 9. Peta Kelerengan kecamatan Parangloe 4.1.4 Tanah

Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Jeneberang-Walanae bahwa jenis tanah pada lokasi penelitian ini yaitu Latosol/Kambisol/Laterik.

.

Gambar 10. Profil Tanah pada Lokasi Penelitian

Hardjowigoeno (2003), bahwa jenis tanah Latosol merupakan tanah dengan kadar liat lebih dari 60%, struktur remah, kandungan mineral primer (mudah lapuk), konsistensi gembur, stabilitas agregat

39 tinggi, warna tanah seragam dengan batas horison baur (bisa berwarna merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan), solum dalam (>150 cm), kandungan bahan organik rendah, unsur hara rendah, terdapat di lokasi dengan ketinggian +0 m s/d +900 m.

Gambar 11. Peta Jenis Tanah kecamatan Parangloe

Tabel 11, 12, dan 13 merupakan hasil pengujian enam sampel tanah pada Hutan Produksi di ketiga plot. Sampel tanah diambil pada

dua kedalaman yang berbeda yakni pada kedalaman 0-10 cm dan 0-20 cm. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanah memiliki persen

liat yang berbeda di setiap plotnya. Kandungan liat tertinggi pada kedalaman 0-10 cm terdapat pada tanah plot 1 dan plot 3 yaitu

40% dan terendah pada plot 2 yaitu 35% sedangkan kedalaman tanah 10-20 cm tertinggi pada plot 2 yaitu 40% dan terendah pada plot 3 yaitu

34%. Secara umum tekstur tanah pada lokasi tersebut adalah lempung liat. Tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi mempengaruhi kemampuan tanah untuk melewatkan air. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang lebih tinggi.

Tabel di atas juga menunjukkan nilai konduktivitas efektif masing-masing plot. Plot 1 memiliki nilai konduktifitas berkisar antara

0,98 – 1,556, plot 2 berkisar antara 1,332 – 1,428, dan plot 3 berkisar antara 1,396 – 1,14. Hal ini menunjukkan kemampuan tanah untuk melewatkan air pada masing-masing plot berbeda. Semakin besar nilai

40

konduktivitas tanah maka semakin besar air limpasan permukaan yang terjadi. Namun tergantung juga pada kondisi titik jenuh tanah.

Ketika mencapai titik jenuh tanah maka air limpasan akan semakin besar karena tanah tidak mampu lagi menyerap air.

Tabel 11. Parameter Sifat Tanah pada Plot 1

Sifat Tanah Kedamanan Tanah (cm)

0-10 10-20

Tekstur Liat Berdebu Lempung Liat

Pasir (%) 15 33

Debu (%) 45 32

Liat (%) 40 35

Interrill Erodibility 3,849e+006 9,067e+006 Rill Erodibility 1,148e+19 0,016e+19

Critical Shear 3,5 3,031

Eff. Hydr. Conductivity 0,98 1,556

Albedo 0,221 0,304

CEC 19,7 16,5

Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Tabel 12. Parameter Sifat Tanah pada Plot 2

Sifat Tanah Kedamanan Tanah (cm)

0-10 10-20

Tekstur Lempung Liat Liat

Pasir (%) 26 29

Debu (%) 39 31

Liat (%) 35 40

Interrill Erodibility 4,125e+006 3,849e+006 Rill Erodibility 1,00455e+19 1,14806e+19

Critical Shear 3,5 3,5

Eff. Hydr. Conductivity 1,332 1,428

Albedo 0,292 0,357

CEC/KTK 23,5 18,5

Sumber: Data primer setelah diolah, 2013 Tabel 13. Parameter Sifat Tanah pada Plot 3

Sifat Tanah Kedamanan Tanah (cm)

0-10 10-20

Tekstur Liat Berdebu Lempung Liat

Pasir (%) 20 28

Debu (%) 40 38

Liat (%) 40 34

Interrill Erodibility 3,849e+006 4,180+006 Rill Erodibility 1,148e+19 9,759e+19

Critical Shear 3,5 3,5

Eff. Hydr. Conductivity 1,14 1,396

Albedo 0,248 0,281

CEC 28,5 19,5

Sumber: Data primer setelah diolah, 2013

Berdasarkan Arsyad (2010) bahwa tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh tumbukan butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan

Dalam dokumen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Halaman 35-41)

Dokumen terkait