• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak Benteng Ujung Pandang

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

F. Prosedur Penelitian

3. Letak Benteng Ujung Pandang

Benteng Ujung Pandang merupakan salah satu benteng pengawal dari benteng Somba Opu yang merupakan benteng pertama dan jantung pertahanan kerajaan Gowa, benteng-benteng pengawal dari Somba Opu tersebar dari Takalar di selatan dan Tallo di utara. Benteng-benteng tersebut kecuali benteng Ujung Pandang hancur setelah Gowa kalah perang dari Belanda dan menandatangani perjanjian Bungaya tahun 1667. Benteng Ujung Pandang ini diambil alih oleh Belanda dan menghancurkan benteng-benteng lainnya sebagai tanda kemenangan Belanda. Adapula benteng yang sengaja dihancurkan oleh masyarakat kerajaan Gowa dengan tujuan agar benteng tersebut tidak diduduki oleh Belanda, karena mereka tidak rela benteng yang dibangun oleh masyarakat pribumi direbut oleh belanda ( VOC). Benteng Ujung Pandang ini apabila dilihat dari udara maka tampak bentuknya seperti seekor penyu yang hendak merayap ke laut selat Makassar (Rudini, 1992: 12).

Benteng Ujung Pandang adalah salah satu benteng diantara sekian banyak benteng yang merupakan mata rantai pertahanan pada zaman kejayaan kerajaan Gowa, terletak di Makassar (Sulawesi Selatan). Dalam buku Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1634 ditemukan nama Makassar sebagai salah satu daerah taklukkan kerajaan Majapahit di Sulawesi Selatan (Rudini, 1992: 10). Naskah Kunojawa tersebut menyebut nama Luwu, Bantaeng, Selayar, Buton, Banggae. Pulau-pulau tersebut dinyatakan sebagai jalur utama ke timur yang dihubungkan oleh gugusan pulau-pulau Sumba, Solot, Kumir, Galiyao dengan kepulauan Maluku yang kaya akan rempah-rempah (Depdiknas, 2000: 61). Makassar adalah nama tempat Bandar niaga kerajaan kembar Gowa dan Tallo, kerajaan kembar itulah yang kemudian menyandang nama kerajaan Makassar. Akan tetapi, nama tempat yang disebut Makassar dalam naskah itu belum teridentifikasi sampai sekarang. Dalam tradisi pelaut dan

pedagang yang berniaga ke Maluku, kawasan yang pulau-pulaunya berada di utara Pulau Sumbawa disebut dengan nama Makassar (Usman Nukma, 2008: 3-4).

Tradisi para pelaut dan pedagang yang berniaga ke Maluku, kawasan yang pulau-pulaunya berada di utara pulau Sumbawa disebut dengan nama Makassar. Pedagang-pedagang Melayu menginformasikan adanya jalur paling singkat dalam pelayaran ke Maluku yaitu melalui Makassar. Informasi itu mendorong pelaut dan pedagang Portugis menelusuri jalur pelayaran tersebut, sehingga dalam peta pelayaran pengembara Portugis, pulau Kalimantan diberi nama “Pulau Makassar yang Besar” (Gramdos Ilha de Macazar), sedangkan Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya disebut “Pulau-Pulau Makassar” (Ilhas dos Macazar). Selain itu, kota-kota pelabuhan yang berada dipesisir Barat Sulawesi yang menjadi tempat singgah dalam pelayaran ke Maluku, juga diberi predikat Makassar, antara lain: Siang-Makassar, Bacukiki-Makassar, Suppa-Makassar, Sidenreng-Makassar, Napo-Makassar, Dan Tallo-Makassar (Usman Nukma, 2008: 5-6).

Sampai sekarang belum ada kesepakatan para ahli tentang arti kota Makassar. Mengenai ini dapat dikemukakan beberapa pengertian:

a. Makassar sebagai nama Suku Bangsa dan Bahasa

Makassar adalah nama suku bangsa yang mendiami bagian selatan Pulau Sulawesi. Mereka mempunyai adat-istiadat, bahasa, karakter, dan bentuk atau ciri tubuh tersendiri. Daerah-daerah yang dihuni suku bangsa Makassar di Sulawesi Selatan ini meliputi: Maros, Gowa, Galesong, Takalar, Topejawa, Laikang, Cikoang, Jeneponto dan Bangkala. Orang suku bangsa Makassar berbicara dalam bahasa Makassar.

b. Makassar sebagai nama Kota

Makassar sebagai kota terletak di pantai selatan Pulau Sulawesi. Sulawesi adalah salah satu pulau besar yang berada di bagian tenggara Benua Asia. Pulau ini terletak antara Kalimantan di bagian barat dan Kepulauan Maluku di sebelah timur dan antara Kepulauan Sulu yang merupakan wilayah Negara Philipina di sebelah utara dan Kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan. Dalam laporan Belanda, Makassar sering disejajarkan dengan Kerajaan Gowa.

Negeri-negeri yang terdapat dalam Kerajaan Makassar adalah Negeri-negeri-Negeri-negeri yang terletak di sepanjang pesisir pantai muara sungai Jeneberang Dan Tallo. Dalam lontara wilayah kerajaan ini meliputi Tombolo, Lakiang, Saumata, Parang-Parang, Data, Agang Je’ne, Bisei Dan Kelling.

c. makassar sebagai nama selat

Selat Makassar terletak antara Sulawesi Selatan dan Pulau Kalimantan. Selat ini sejak dulu ramai dilayari kapal-kapal, baik yang datang dan pergi dari Makassar, maupun yang lewat dari utara ke selatan dan sebaliknya. Dalam kegiatan ini pentingnya Makassar adalah sebagai kota pelabuhan dan kota perdagangan. Dalam dua fungsi ini Makassar diuntungkan oleh letaknya yang strategis. Letak Pantai Makassar sangat memudahkan setiap orang yang ingin turun berlayar sehingga para pelaut bersemangat untuk mencari perhubungan keluar melalui lautan. Disamping itu terdapat pula sejumlah pelabuhan yang juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Dalam posisinya yang demikian strategis itu, Makassar menjadi ramai dikunjungi orang baik oleh nelayan dan pedagang yang mengikuti rute pelayaran lokal maupun mereka yang hendak menuju kawasan Asia Pasifik dan Eropa. Dengan posisinya yang strategis itu pula, Makassar menjadi ajang pertikaian antara kepentingan bangsa-bangsa yang ingin menguasai perdagangan.

d. Makassar sebagai Kota Niaga

Letak kota Makassar pada jamannya demikian strategis dilihat dari sudut geo-politik. Ia diapit oleh dua buah sungai (Tallo dan Jeneberang), di sebelah selatan dan utara: di sebelah timur oleh lembah pegunungan Bawakaraeng yang sangat luas dan subur dan disebelah barat oleh lautan dengan banyak pulau-pulau kecil tersebar bagaikan benteng-benteng pertahanan yang menghadang di depan pantai Makassar. Perkembangan Makassar sebagai kota, Bandar niaga dan pangkalan pertahanan kerajaan Makassar, sesungguhnya dalam pertengahan abad ke XVI itu didukung oleh dua faktor yang paling menentukan, yakni:

a) faktor dari dalam, yaitu tumbuhnya kerajaan Gowa-Tallo menjadi kerajaan yang menghimpun dan melindungi negeri-negeri orang Makassar di sepanjang pesisir selatan jazirah selatan Sulawesi. Pertumbuhan itu didorong

pula oleh adanya ancaman-ancaman dari arah daratan Sulawesi Selatan dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan Bugis di pedalaman, seperti Soppeng, Wajo, dan Bone yang mulai menanam pengaruhnya di negeri-negeri daratan dan pantai atau pesisir sebelah utara dan sepanjang teluk Bone. Persaingan-persaingan untuk memperebutkan pengaruh antara kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar itulah yang menyebabkan makin ditingkatkannya usaha oleh tiap-tiap kerajaan untuk mengadakan tempat-tempat konsolidasi kekuatan dengan membangun benteng-benteng pertahanan dan pangkalan militer untuk menyerang dan memperluas daerah pengaruh kerajaan mereka. Persaingan-persaingan yang dapat menghambat pertumbuhan kerajaan-kerajaan itu dari luar sampai saat sebelum jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, dapat dikatakan tidak ada. Makassar sedang dalam pertumbuhannya, belum banyak didengar oleh luar, dan pengaruhnya ke luar pun dapat dikatakan belum mempunyai arti yang menentukan.

b) faktor dari luar, yaitu kedatangan orang-orang bangsa Eropa ke Nusantara untuk berniaga. Ditemukannnya jalan menuju pulau rempah-rempah, dan timbulnya persaingan-persaingan antara bangsa-bangsa yang melakukan perniagaan itu. Karena keinginan mereka untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya maka mereka pun memerlukan pangkalan-pangkalan niaga yang dapat dijadikan tempat dan mata rantai dalam perjalanan pulang dan pergi ke negeri asal mereka. Terjadilah penaklukan-penaklukan oleh orang-orang Bangsa Barat itu, mulai di pantai India, Malaka pulau Jawa, Maluku, dan sebagainya. Karena ditaklukkannya Malaka oleh Portugis, maka perjalanan niaga bangsa Portugis ke pulau rempah-rempah lebih lancar, tanpa gangguan kerajaan-kerajaan Nusantara seperti Aceh di bagian barat, dan niagawan-niagawan Keling, India yang bermusuhan dengan Portugis, juga pedagang-pedagang bangsa Eropa lainnya Inggris, Belanda dan Spanyol tak dapat menghambat atau menyaingi niaga orang Portugis itu (Depdiknas, 2000: 9).

Kapan waktu berdirinya kerajaan Makassar (Gowa), sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, lontara-lontara di Gowa yang menerangkan tentang

waktu permulaan berdirinya kerajaan itu hanya disebut dengan sangat ringkas. Didalamnya hanya dikatakan sebelum Gowa diperintah oleh seorang raja putri yang disebut “Tumanurung”, maka negeri ini pernah diperintah oleh Batara Guru, Tatali (saudara dari Batara Guru), Ratu Sapu atau Marancai, dan Karaeng Katangka. Darimana asal keempat raja itu dan bagaimana hal ihwal pemerintahannya, tidak diketahui dengan pasti. Keempat raja itu seperti yang banyak diterangkan dalam lontara-lontara orang Makassar adalah mengenai adanya beberapa buah negeri, lazim disebut sembilan buah banyaknya yang menjadi inti permulaan terjadinya kerajaan Makassar (Gowa-Tallo). Negeri-negeri itu yang dikenal adalah Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data’, Agang Je’ne, Bisei Dan Kalling. Masing-masing negeri itu diperintah oleh Kepala Kaum, atau semacam pimpinan keluarga. Kesembilan pemimpin keluarga itu masih memilih salah satu diantara mereka sebagai pemimpin atau hakim di sebut Pancalia-ya. Kejadian itu menurut perkiraan umum, berlangsung pada permulaan awal abad XIV. Berita-berita tentang tumbuhnya kerajaan Gowa keluar daerah Sulsel, barulah dicatat oleh sejarah pada zaman raja Gowa yang ke IX yakni permulaan abad XVI. Pada waktu kekuasaan raja Gowa Daeng Matanre Karaeng Manuntungi Tumapa’risi Kalonna inilah, kota Makassar diletakkan dasar-dasar keberadaannya (Humas Pemkot Makassar, 2007: 3).

Bandar Tallo itu awalnya berada di bawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene, akan tetapi pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, yang bahkan menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan sekitarnya. Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu Sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan Sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara Sungai Jeneberang. Disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan Benteng Somba Opu, yang untuk selanjutnya seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti kota makassar.