• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukosit

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian. 3.2. Defini Operasional

3.2.1 Leukosit

a. Definisi : Agen pertahanan tubuh yang akan meningkat apabila terjadi infeksi.

b. Cara Ukur : Observasi Alat Ukur : Status pasien c. Hasil Ukur : Jumlah leukosit d. Skala Ukur : Numerik 3.2.2 Procalcitonin

a. Definisi : Protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13 kDa, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin.

b. Cara Ukur : Observasi c. Alat Ukur : Status pasien

d. Hasil Ukur : Kadar procalcitonin e. Skala Ukur : Numerik

3.3. Hipotesis

Adanya hubungan antara jumlah leukosit dengan procalcitonin pada pasien yang mengalami sepsis.

22

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah leukosit dan procalcitonin pada pasien sepsis. Adapun pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2015 sampai bulan Desember 2015. Waktu penelitian ini terhitung mulai awal pembuatan proposal pada bulan Maret 2015 hingga seminar akhir pada bulan Desember 2015.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3. 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis menderita sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3. 2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah pasien rawat inap di ruang rawat intensif RSUP Haji Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimana sampel diambil dengan cara total sampling.

4.3. 3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :

Pasien yang didiagnosis menderita sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan antara bulan Agustus 2015 sampai Oktober 2015.

Kriteria eksklusi :

Tidak terdapat data mengenai jumlah leukosit dan kadar procalcitonin dalam hasil pemeriksaan laboratorium pada status pasien sepsis.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan diperoleh langsung dari status pasien di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi. 4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dan disusun dalam bentuk table. Data yang diperoleh dianalisis secara statistic dengan bantuan suatu program pengolahan data SPSS. Analisis yag digunakan adalah analisis korelasi antara leukosit dengan procalcitonin.

24

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang ICU dan ruang Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jl. Bunga Lau No.17, Medan. RSUP Haji Adam Malik Medan. RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.355/Menkes/SK/VII/1990. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau sehingga diharapkan populasi yang didapatkan akan lebih banyak.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Subjek penelitian ini adalah pasien sepsis di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan. Dari 46 orang yang menderita sepsis, didapatkan total subjek penelitian adalah 43 orang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dibawah ini akan dijelaskan distribusi dari jenis kelamin, usia, denyut nadi, suhu tubuh, hasil leukosit, dan hasil PCT.

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel

Jenis Kelamin Jumlah (n) %

Laki-laki 31 72.1

Perempuan 12 27.9

Pada tabel 5.1 ditunjukkan bahwa jumlah sampel penelitian ini berjumlah 40 orang yaitu laki-laki sebanyak 31 orang (72.1%) dan perempuan sebanyak 12 orang (27.9%).

Tabel 5.2 Distribusi Usia Sampel

Usia (tahun) Jumlah (n) %

<20 1 2.3

20-39 12 27.9

40-59 20 46.1

60-89 10 23.3

Total 43 100

Pada tabel 5.2 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada dikelompok usia 40-59 tahun sebesar 20 orang (46.1%), dengan rata-rata usia 48.74±2.531 tahun.

Tabel 5.3 Distribusi Komorbiditas dan Penyakit Terdahulu

Komorbiditas Jumlah (n) % DM 8 18.6 TB 3 7.0 HIV 5 11.6 Pneumonia 10 23.3 Cardiovascular 4 9.3 Cerebrovascular 7 16.3 Keganasan 3 7 Tidak Ada 3 7 Total 43 100

26

Pada tabel 5.3 ditunjukkan dari 43 sampel komorbiditas dan penyakit terdahulu terbanyak adalah pneumonia yaitu sebanyak 10 sampel (23.3%), diikuti HIV sebanyak 5 sampel (11.6%) dan DM sebanyak 8 sampel (18.6%).

Tabel 5.4 Distribusi Denyut Nadi Sampel

Denyut Nadi (x/mnt) Jumlah (n) %

60 – 100 33 76.7

>100 10 23.3

Total 43 100

Pada tabel 5.4 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada pada denyut nadi 60-100 x/menit yaitu sebesar 33 sampel (76.7%) dengan rata-rata denyut nadi 94.4±3.17 x/menit.

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Napas Sampel

Frekuensi Napas (x/mnt) Jumlah (n) %

<16 2 4.7

16 – 20 21 48.8

>20 20 46.5

Total 43 100

Pada tabel 5.5 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada pada frekuensi napas 16 sampai 20 x/menit yaitu 21 sampel (48.8%) dengan rata-rata frekuensi napas 22.28±0.76 x/menit.

Tabel 5.6 Distribusi Suhu Tubuh Sampel

Suhu Tubuh (⁰C) Jumlah (n) %

<37 9 20.9

37 – 39 34 79.1

Pada tabel 5.6 ditunjukkan bahwa sampel penelitian dengan distribusi terbanyak ada pada suhu tubuh 37-39 ⁰C yaitu 34 sampel (79.1%) dengan rata-rata suhu tubuh 37.48±0.09 ⁰C.

Tabel 5.7 Distribusi Hasil Leukosit

Leukosit (/mm3) Jumlah (n) %

<4.000 1 2.3

4.000-11.000 8 18.6

>11.000 34 79.1

Total 43 100

Pada tabel 5.7 ditunjukkan bahwa 34 orang (79.1%) memiliki kadar leukosit lebih dari 11.000/mm3 dimana dengan rata-rata jumlah leukosit 16809±1138.63 /mm3.

Tabel 5.8 Distribusi Hasil PCT

Procalcitonin (ng/ml) Jumlah (n) %

<0.25 20 46.5

0.25-0.49 13 30.2

>0.50 10 23.3

Total 43 100

Pada tabel 5.8 ditunjukkan bahwa nilai PCT terbanyak ada di kelompok PCT <0.25% yaitu sebanyak 20 orang (46.5%) dengan rata-rata kadar PCT 0.43±0.1. 5.1.3. Hasil Analisis Statistik

Tabel 5.9 Hasil Korelasi Leukosit dengan PCT

Korelasi r P n

28

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan p > 0.05 (p = 0.411) dengan nilai korelasi Pearson two-tailed sebesar 0.129 yang bearti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kadar leukosit dan kadar PCT.

Gambar 1. Korelasi antara Kadar Leukosit dengan PCT

Gambar ini menunjukkan tidak ada korelasi berbanding lurus antara kadar PCT dan leukosit pada pasien sepsis.

Tabel 5.9 Hasil Korelasi Denyut Nadi, Suhu dengan PCT

Korelasi r P n

PCT & Denyut Nadi 0.105 0.502 43

PCT & Suhu - 0.252 0.104 43

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan p > 0.05 (p = 0.502) dengan nilai korelasi Pearson one-tailed sebesar 0.105 yang bearti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara denyut nadi dan kadar PCT.

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan p > 0.05 (p = 0.104) dengan nilai korelasi Pearson one-tailed sebesar -0.252 yang bearti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara suhu tubuh dan kadar PCT.

5.2 Pembahasan

Pada penelitian diperoleh 43 sampel penderita sepsis yang dirawat di Unit Perawatan Intesif di RSUP Haji Adam Malik Medan. Proporsi penderita sepsis berdasarkan jenis kelamin didapat jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 31 orang (72.1%) daripada perempuan yaitu 12 orang (27.9%), hasil ini didapat juga pada penelitian Pohan (2005) yang dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang menunjukkan distribusi sepsis lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan distribusi pada usia sampel didapatkan jumlah terbanyak pada usia 40 - 59 tahun yaitu 20 orang (46.5%) kemudian diikuti usia 20 - 39 tahun yaitu 12 orang (27.9%). Pada dengan penelitian yang dilakukan Widodo (2004) menyatakan kelompok terbanyak terdapat pada usia dibawah 40 tahun, adanya ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena banyak faktor yang dapat mengambil peran terhadap perkembangan sepsis pada kelompok usia dibawah 40 tahun, seperti penyakit komorbiditas dan kondisi imun rendah.

30

Berdasarkan komorbiditas dan penyakit terdahulu distribusi sampel terbanyak ada pada penyakit pneumonia yaitu 10 sampel (23.3%). Pada penelitian Pohan (2005) sampel terbanyak ada pada penyakit DM yaitu 14 sampel (33.3%) dari 42 sampel. Penelitian Cheng (2007) menyatakan sampel terbanyak ada pada penyakit cardiovascular. yaitu 98 dari 318 sampel (30.8%).

Berdasarkan distribusi pada denyut nadi sampel diperoleh sampel terbanyak pada kelompok denyut nadi 60 sampai 100 x/menit yaitu 33 sampel (76.7%). Pada penelitian Pohan (2005) sampel terbanyak diperoleh pada kelompok denyut nadi 100 sampai 120 yaitu 31 sampel (73.8%).

Berdasarkan distribusi frekuensi pernapasan diperoleh sampel terbanyak pada kelompok 16 sampai 20 x/menit yaitu 21 sampel (48.8%). Pada Penelitian Pohan (2005) sampel terbanyak diperoleh pada frekuensi pernapasan lebih dari 28 x/menit yaitu 27 dari 42 sampel (64.2%).

Berdasarkan distribusi suhu tubuh, sampel terbanyak diperoleh pada suhu 37 – 39 ⁰C yaitu 34 sampel (79.1%). Berdasarkan penelitian Pohan (2005) temperature terbanyak yang didapat juga berkisar pada 37 – 39 ⁰C yaitu 27 (54.8%) sampel dari 42 sampel. Kushner (2000) menyatakan bahwa peningkatan suhu tubuh terjadi sebagai respon dari proses inflamasi yang dirangsang oleh pelepasan mediator-mediator inflamasi dan sitokin tubuh.

Pada penelitian ini diperoleh sampel terbanyak pada kadar leukosit diatas 11.000/mm3 yaitu 34 sampel (79.1%) dimana leukosit umumnya mengalami peningkatan pada proses infeksi yang biasanya didominasi oleh sel-sel neutrophil, yang mana neutrophil tersebut merupakan barisan terdepan dari sistem pertahanan. Pada penelitian yang dilakukan Pohan (2005), kadar leukosit yang didapat mengalami peningkatan diatas 11.000/mm3.

Pada penelitian William (2003) pasien yang mengalami sepsis cenderung kadar leukosit dalam darah meningkat. Beberapa mekanisme dikontribusikan karena gangguan neutrophil. Neutropenia terjadi karena produksi berlebihan dari

sumsum tulang maupun aktivasi dari sel darah putih yang bersirkulasi dalam darah, mekanisme lain karena adanya ketidakseimbangan antara proses ekstravasasi dan produksi. Proses yang terjadi mengakibatkan pelepasan mediator inflamasi dalam jumlah banyak, peningkatan tissue factor dan peningkatan aktivitas endothelium.

Data pada kadar PCT diperoleh sampel terbanyak terdapat pada kadar PCT dibawah 0.25 ng/ml yaitu 20 sampel (46.5%). Pada Penelitian yang dilakukan Pohan (2005), sampel terbanyak terdapat pada kadar PCT diatas 2 ng/ml, hasil yang sama dinyatakan Meissner M (2004), dimana sampel terbanyak terdapat pada kadar PCT diatas 3 ng/ml. Adanya ketidaksesuaian ini dapat disebabkan faktor komorbiditas dan kesalahan melakukan pemeriksaan laboratorium pada waktu kadar PCT dalam darah belum meningkat.

Buchori dan Prahitini (2006) menyatakan pada keadaan fisiologis, kadar procalcitonin rendah bahkan tidak terdapati, tetapi akan meningkat bila terjadi bacteremia atau fungimia yang timbul sesuai dengan berat infeksi. PCT diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi non-bakteri(virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi PCT. Kadar PCT muncul cepat dalam dua jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam.

Pada Gambar 1. ditunjukkan bahwa nilai p yang didapat 0.411 (p> 0.05) dan nilai korelasi yang didapat dari uji pearson 0.129 sehingga pada penelitian ini tidak terdapat korelasi yang bermakna antara hubungan kadar leukosit dan kadar PCT. Penelitian Balci (2003) dinyatakan PCT sebagai “gold standard” sebagai marker pada pasien sepsis, dengan nilai sensitivitas dan spesifitas diatas 80% dibandingkan dengan marker lain seperti CRP, TNF-α, atau IL-2. Oleh karena kadar PCT tidak ada hubungan dengan kadar leukosit, maka pemeriksaan leukosit kurang dapat dipakai sebagai marker pada pasien sepsis.

32

Pada penelitian Murzalina (2008) menyatakan korelasi antara kadar leukosit dan kadar PCT yaitu p< 0.05 (p=0.034) dengan r= 0.558 yang berarti adanya korelasi signifikan antara jumlah leukosit dengan kadar PCT. Ketidaksesuaian pada penelitian ini dapat disebabkan oleh kesalahan pengambilan spesimen darah (Murzalina, 2008) atau pemeriksaan laboratorium (Buchori dan Prahitini, 2006).

Adapun penelitian ini memiliki beberapa kekurangan yaitu jumlah sampel yang relative sedikit (43 sampel) dan kurang lengkapnya data rekam medik (total sampel 46 sampel) yang diduga karena pasien terlanjur sudah meninggal sebelum dilakukan pemeriksaan. Karena kekurangan ini diperlukan penelitian yang berkelanjutan dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil uji korelasi two tailed yang dilakukan, didapatkan korelasi yang tidak bermakna antara kadar leukosit dan kadar PCT dengan p > 0.05 (p = 0.411).

2. Rata-rata usia pada sampel penelitian adalah 48.74±2.53 tahun.

3. Rata-rata denyut nadi pada sampel penelitian adalah 94.4±3.17 x/menit. 4. Rata-rata suhu tubuh pada sampel penelitian adalah 37.48±0.09 ⁰C.

5. Rata-rata kadar leukosit pada sampel penelitian adalah 16809±1138.63 /mm3.

6. Rata-rata kadar PCT pada sampel penelitian adalah 0.43±0.1 ng/ml. 6.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat dikemukakan:

1. RSUP Haji Adam Malik diharapkan meningkatkan kualitas data rekam medis agar lengkap dan mempermudah peneliti dan tenaga medis lainnya untuk melakukan pengamatan maupun penelitian.

2. Bagi peneliti diharapkan untuk melanjutkan penelitian dengan jangka waktu yang lebih lama dengan jumlah sampel yang lebih besar agar hasil yang didapatkan lebih representatif.

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi “diri normal” (Sherwood, 2012).

Leukosit ini sebagian besar diproduksi di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel-sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius. Jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton dan Hall, 2007).

Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadang-kadang, sel plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut granulosit (Guyton dan Hall, 2007).

Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut (Guyton dan Hall, 2007):

Tabel 2.1 Persentase Normal Sel Darah Putih

Jenis Jenis Leukosit Persentase Sel Normal

Netrofil polimorfonuklear 62,0 %

Eosinofil polimorfonuklear 2,3%

Basofil polimorfonuklear 0,4%

Monosit 5,3%

Limfosit 30,0%

Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Sel-sel committed ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk sel darah putih. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas (Guyton dan Hall, 2007).

Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum tulang dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus (Guyton dan Hall, 2007).

Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi. Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah (Guyton dan Hall, 2007).

8

Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu sendiri harus dimusnahkan (Guyton dan Hall, 2007).

Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan dalam jaringan untuk melawan infeksi (Guyton dan Hall, 2007).

Limfosit memasuki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfoid lainnya. Kemudian, setelah beberapa jam, limfosit keluar dari darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis. Dan selanjutnya memasuki limfe dan kembali ke darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut (Guyton dan Hall, 2007).

Dokumen terkait