BAB II TINJAUAN TEORITIS
F. Kerangka konsep
Gambar 2.4. kerangka konsep
Keterangan :
= Variabel independen
= Variabel dependen
= Variabel tidak diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional yang menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan kadar leukosit pada ibu bersalin.
B. Populasi dan sampel penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu bersalin dan tercatat dalam buku register dan catatan rekam medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar tahun 2020 dan 2021 dengan jumlah kasus ibu yang mengalami ketuban pecah dini ada 124 Kasus.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti serta dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel diambil dengan Menggunakan metode Purpossive Sampling yakni peneliti mengambil sampel sesuai dengan yang dikehendaki dari populasi. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini yang berada pada lokasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Adapun cara penarikan sampel yaitu dengan Menggunakan rumus Slovin :
π = π
1 + π( π2 )
Keterangan :
n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d = Tingkat signifikan (p)
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar Tahun 2019-2020
π = 124
1 + 124( 0,12) π = 99,2 ibu dibulatkan menjadi 101
Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini adalah : a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi penelitian ini adalah karakteristik umum dari subjek penelitian dari suatu populasi yang akan diteliti. Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini adalah :
1. Ibu bersalin yang melakukan tes darah lengkap sebelum persalinan (normal maupun SC) dan tercatat dalam rekam medik.
2. Ibu bersalin yang tercatat dalam rekam medik dengan diagnosa KPD aterm
3. Ibu bersalin yang tercatat dalam rekam medik dengan diagnosa KPD preterm
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi digunakan untuk mengeluarkan subjek yang tidak layak untuk diteliti. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :
1. Ibu dengan diagnosa KPD yang memiliki komplikasi penyakit sekunder, misalnya TB, hepatitis, dan riwayat kelainan darah lainnya.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2021.
D. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan yakni variabel dependen dan variabel independent sebagai berikut:
1. Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah ketuban pecah dini, umur, dan paritas
2. Variabel dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah kadar leukosit ibu bersalin
E. Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data rekam medik (data sekunder) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar pada kasus ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini (KPD).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman pengamatan untuk memperoleh data ibu bersalin dengan KPD dan kadar leukosit, yang diperoleh dari catatan rekam medik.
G. Alur Penelitian
Gambar 3.1. Kerangka kerja Populasi :
semua ibu bersalin yang dirawat dan tercatat dalam buku register dan catatan
rekam medis di lokasi penelitian
Sampel :
Ibu bersalin yang dirawat dan tercatat dalam buku register dan catatan rekam medis di lokasi penelitian
dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
Pengumpulan Data :
Data Sekunder : Diperoleh dari instasi terkait yang berhubungan dengan penelitian
Variabel Independen : - Ketuban Pecah Dini (KPD)
kehamilan aterm dan preterm - Faktor Sosiodemografi (usia
dan paritas)
Variabel dependen : Kadar Leukosit Ibu bersalin
Analisis data dengan ditabulasikan ke dalam SPSS
Penyajian data dalam bentuk table distribusi Purposive Sampling
H. Pengolahan Data
1. Editing
Penulis melakukan pengecekan kembali pengambilan data yang telah didapatkan apakah sudah lengkap atau tidak.
2. Coding
Penulis melakukan perubahan data dari huruf menjadi data angka/bilangan dalam bentuk microsoft excel sehingga memudahkan pengolahan data serta menjaga kerahasiaan identitas pasien.
3. Cleaning
Penulis memeriksa kembali data yang telah dimasukkan apakah sudah benar atau tidak
4. Tabulasi
Tabulasi dilakukan untuk mengelompokkan data sesuai dengan tujuan dan kemudian dimasukkan dalam tabel yang telah diberukan kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan sehingga mempermudah dalam analisis data.
I. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan aplikasi Statistical for Social Science (SPSS). Pengolahan data dilakukan setelah pencatatan rekam medik dan datanya kemudian disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun data yang dianalisis sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan memasukkan data
secara terpisah dalam tabel distribusi frekuensi dan mempresentasikan masing-masing frekuensi
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga dan berhubungan. Dalam penelitian ini, analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan kada leukosit ibu bersalin. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square, dengan tingkat kemaknaan 0,1. Hasil yang diperoleh pada analisis Chi Square, dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan 0,1. Apabila nilai p< 0,1 maka ada hubungan atau perbedaan antara dua variabel tersebut.
J. Etika Penelitian
1. Mengajukan permohonan persetujuan etik penelitian ke komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
2. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak terkait sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
3. Menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
4. Tidak memaksa dan mengintervensi subjek penelitian dalam proses pengambilan data.
5. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat yang telah disebutkan sebelumnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 101 sampel. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian Ketuban Pecah Dini dengan kadar leukosit ibu bersalin di lokasi penelitian.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS, yang terlebih dahulu dilakukan uji analisis univariat kemudian dilanjutkan analisis uji bivariat yaitu menggunakan uji Chi-Square.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan, maka disajikan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Pada tahap ini dilakukan analisis distribusi frekuensi persentase tiap-tiap variabel tunggal dan karakteristik responden dan sampel yang dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebaran distribusi frekuensi pada setiap variabel yang diukur dalam penelitian. Pada variabel usia terdapat 13 responden (12.9%) merupakan responden pada usia <20 tahun, 69 responden (68.3%) merupakan responden pada usia 20-35 tahun, dan 19 responden (18.8%)
merupakan responden pada usia >35 tahun. Selain itu, terdapat 45 responden (44.6%) dengan paritas kategori primigravida dan 56 responden (55.4%) dengan paritas kategori multigravida. Pada usia kehamilan terdapat 80 responden (79.2%) di usia kehamilan aterm dan 21 responden (20.8%) di usia preterm. Pada Pendidikan, menunjukkan bahwa 20 responden (19.8%) dengan Pendidikan rendah, sedangkan 81 responden (80.2%) dengan pendidikan tinggi. Pada pekerjaan, terdapat 24 responden (23.8%) yang bekerja dan 77 responden (76.2%) yang tidak bekerja. Untuk variabel lama KPD ibu bersalin, terdapat 56 responden (55.4%) masuk kategori dengan lama KPD >12 jam, dan 45 responden (44.6%) masuk kategori lama KPD <12 jam. Pada variabel leukosit terdapat 77 responden (76.2%) dengan leukosit normal, dan 24 responden (23.8%) yang mengalami leukositosis.
Kemudian, untuk variabel kategori KPD aterm >12 jam terdapat 44 responden (55.0%), KPD aterm <12 jam terdapat 36 responden (45.0%), sedangkan variabel kategori KPD preterm >12 jam terdapat 12 responden (57.1%) dan KPD preterm
<12 jam terdapat 9 responden (42.9%).
2. Analisis Bivariat
a. hubungan usia dengan kejadian Ketuban Pecah Dini
Tabel 4.2: Analisis hubungan usia dengan variabel KPD
Variabel Kategori
Pada tabel 4.2 menunjukkan hubungan antara usia responden dengan kejadian KPD, dengan klasifikasi KPD aterm dan KPD preterm. Untuk responden dengan usia <20 tahun terdapat 13 responden, 7 responden (53.8%) yang mengalami KPD preterm dan 6 responden (46.2%) yang mengalami KPD aterm.
Selanjutnya untuk responden dengan usia 20-35 tahun terdapat 69 responden, 56 responden (81.2%) yang mengalami KPD aterm dan 13 responden (18.8%) yang mengalami KPD Preterm. Dan untuk responden dengan usia >35 tahun terdapat 19 responden, 18 responden (94.7%) yang mengalami KPD aterm dan 1 responden (5.3%) yang mengalami KPD preterm.
Berdasarkan hasil uji chi-square menunjukkan nilai p-value sebesar 0.003 yang lebih kecil dari nilai alpha sebesar 5% atau 0.05 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kejadian KPD.
b. Hubungan paritas dengan kejadian Ketuban Pecah Dini
Tabel 4.3: Analisis hubungan paritas dengan variabel KPD
Variabel Kategori
Pada tabel 4.3 menunjukkan hubungan antara paritas responden dengan kejadian KPD, dengan klasifikasi KPD aterm dan KPD preterm. Untuk responden dengan paritas primigravida terdapat 45 responden, 31 responden (68.9%) yang mengalami KPD aterm dan 14 responden (31.1%) yang mengalami KPD preterm.
Sedangkan pada responden dengan multigravida terdapat 56 responden, 49
responden (87.5%) yang mengalami KPD aterm dan 7 responden (12.5%) yang mengalami KPD preterm.
Berdasarkan hasil uji chi-square menunjukkan nilai p-value sebesar 0.041 yang lebih kecil dari nilai alpha sebesar 5% atau 0.05 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian KPD.
c. Hubungan kadar leukosit ibu hamil dengan lama kejadian KPD
Tabel 4.4: Analisis hubungan leukosit dengan lama kejadian KPD
Kadar Leukosit ketuban pecah dini. Berdasarkan tabel diperoleh 77 responden dengan kategori kadar leukosit normal, dimana sebanyak 41 responden (53.2%) mengalami ketuban pecah dini <12 jam dan 36 responden (30.8%) mengalami ketuban pecah dini >12 jam. Sedangkan untuk kategori kadar leukosit meningkat (leukositosis) diperoleh 24 responden, terdapat 4 responden (16.7%) mengalami ketuban pecah dini <12 jam dan 20 responden (88.9%) mengalami ketuban pecah dini >12 jam.
Berdasarkan uji chi square mengenai Hubungan Kadar Leukosit terhadap lama kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota
Makassar didapatkan p-value 0.004 yang lebih kecil dari nilai alpha sebesar 5%
atau 0.05 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Kadar Leukosit dengan lama kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar.
d. Hubungan kadar leukosit ibu hamil dengan KPD diusia kehamilan aterm dan preterm
Tabel 4.5: Analisis hubungan leukosit dengan kejadian KPD
Kadar Leukosit
Jenis uji statistik: Fisherβs Exact Test
Pada tabel 4.5 menunjukkan hubungan antara leukosit dengan kejadian Ketuban Pecah Dini. Berdasarkan tabel diperoleh sejumlah 77 responden dengan kategori kadar leukosit normal, dimana sebanyak 65 responden (84.4%) mengalami Ketuban Pecah Dini Aterm dan 12 responden (15.6%) mengalami Ketuban Pecah Dini Preterm. Sementara pada kategori kadar leukosit yang meningkat (leukositosis) terdapat 24 responden, 15 responden (62.5%) yang mengalami Ketuban Pecah Dini Aterm dan 9 responden (37.5%) yang mengalami Ketuban Pecah Dini Preterm.
Berdasarkan uji chi square mengenai Hubungan Kadar Leukosit terhadap kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar didapatkan pvalue 0.040 yang lebih kecil dari nilai alpha sebesar 5% atau 0.05 (p<0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
Kadar Leukosit dengan kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar.
B. Pembahasan
1. Hubungan usia dengan kejadian ketuban pecah dini
Pada penelitian ini didapatkan uji statistik dengan chi square didapatkan nilai p-value sebesar 0.003 yang lebih kecil daripada nilai alpha sebesar 5% atau 0.05 yang menunjukkan bahwa ada hubungan usia yang signifikan dengan kejadian KPD. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari (2017) menyebutkan bahwa ada hubungan signifikan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini, dengan p-value 0,000 (Sari Np 2017).
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar KPD pada ibu bersalin terjadi pada rentang umur 20-35 tahun, sebanyak 69 responden. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun sebesar 13 responden dan pada umur lebih dari 35 tahun sebesar 19 responden. Walaupun umur tidak termasuk dalam etiologi terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD), namun dari data di atas dapat diketahui bahwa kejadian KPD lebih banyak dialami oleh ibu bersalin pada rentang usia 20-35 tahun, yaitu pada usia resiko rendah untuk hamil. Hal ini dapat disebabkan jumlah rata-rata ibu hamil yang berkunjung ke lokasi penelitian, lebih banyak pada rentang usia tersebut, sehingga resiko terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD) di usia tersebut pun meningkat.
Pada penelitian ini, umur responden didominasi oleh usia 20-35 tahun dengan angka KPD yang tinggi. Dengan trend semakin tua umur ibu semakin meningkat angka KPD di usia aterm dan semakin muda usia ibu semakin tinggi KPD preterm, sebanyak 7 responden (53.8%) hal ini karena terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini, salah satunya adalah umur individu
terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk mencegah komplikasi pada masa persalinan (Nikmah K 2018).
Menurut Mundi umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun. Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya (Walida 2018).
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Cunningham et all menyatakan bahwa sejalan dengan bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ- organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap perkembangan janin tidak normal, kelainan bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran dengan ketuban pecah dini (Cunningham et al. 2018).
Hal ini membuktikan bahwa umur ibu 35 tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini yang dominan di usia aterm karena pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vidia menyatakan bahwa usia memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian KPD (Vidi 2017), kemudian penelitian Titi yang menunjukkan usia mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian KPD sehingga membuktikan bahwa usia ibu yang berisiko dapat mengakibatkan ibu mengalami KPD (Titi and Evi 2017). Lalu penelitian Manuaba menyatakan usia kurang dari 20 tahun merupakan usia menunda kehamilan, dimana organ-organ reproduksinya belum berfungsi secara maksimal sehingga dapat mengakibatkan kurang terbentuknya jaringan ikat dan vaskularisasi yang belum sempurna sehingga membentuk selaput ketuban yang tipis dan tidak kuat dapat memicu terjadinya KPD (Manuaba 2010).
Berbeda dengan penelitian Budi menyatakan bahwa usia tidak ada hubungan dengan KPD hal ini dikarenakan responden selalu mengontrol kondisi kehamilannya sehingga bidan dapat berkomunikasi, memberikan informasi, edukasi untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur sehingga tidak terjadi komplikasi pada saat persalinan (Budi 2018).
2. Hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini
Pada penelitian ini didapatkan uji statistik dengan chi square didapatkan nilai p-value sebesar 0.041 yang lebih besar daripada nilai alpha sebesar 5% atau 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini, dimana multigravida lebih dominanan dari
pada primigravida. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agatha Maria dan Utin Siti Candra Sari Aprihastiwi mengenai hubungan usia kehamilan dan paritas ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini tahun 2016 yang menyimpulkan sebagian responden dengan paritas 2 - 3 sebanyak 43 orang (45,7%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan paritas 1 dan >3 sebagian responden sebanyak 45 (47,9%) mengalami ketuban pecah dini (Maria and Sari 2016).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada multigravida dan grandemultigravida, kejadian KPD semakin besar risikonya karena adanya kelemahan intrinsik uterus yang disebabkan oleh trauma sebelumnya pada serviks khususnya persalinan pervaginam dan bisa juga diakibatkan oleh motilitas uterus yang berlebih, perut gantung, kelenturan leher rahim yang berkurang sehingga terjadi pembukaan dini pada serviks berakibat terjadinya KPD.
Selain itu, susunan serviks pada multigravida dan grandemultrigravida lebih banyak serabut saraf dari pada jaringan ikat dibandingkan serviks normal. Rusaknya jaringan serviks tersebut memungkinkan otot dasar dari uterus meregang (Cunningham et al. 2018).
Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan. Ketuban pecah dini lebih sering ditemukan pada wanita multipara dibanding pada wanita nullipara. Ketika seorang wanita yang sudah pernah mengalami kehamilan/persalinan lebih dari satu kali, berarti mengalami peletakan plasenta yang berbeda. Hal tersebut dapat menyebabkan plasenta pada kehamilan-lehamilan seterusnya rentan terjadi ketuban pecah dini, hal ini sejalan dengan penelitian Aulia dan Rodiani (2020) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara paritas
dengan kejadian ketuban pecah dini, dimana ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dengan multigravida lebih banyak dibandingkan primigravida. Hubungan ini terjadi juga karena susunan serviks pada multipara, grandemultipara lebih banyak serabut saraf dari pada jaringan ikat dibandingkan serviks normal. Rusaknya jaringan serviks tersebut maka kemungkinan otot dasar dari uterus meregang (Raydian and Rodiani 2020).
3. Hubungan kadar leukosit ibu hamil dengan kejadian lama ketuban pecah dini
Pada penelitian ini menunjukkan hubungan antara kadar leukosit dengan lama ketuban pecah dini. Berdasarkan tabel diperoleh 77 responden dengan kategori kadar leukosit normal, dimana sebanyak 41 responden (53.2%) mengalami ketuban pecah dini <12 jam dan 36 responden (30.8%) mengalami ketuban pecah dini >12 jam. Sedangkan untuk kategori kadar leukosit meningkat (leukositosis) diperoleh 24 responden, terdapat 4 responden (16.7%) mengalami ketuban pecah dini <12 jam dan 20 responden (88.9%) mengalami ketuban pecah dini >12 jam.
Berdasarkan uji chi square mengenai Hubungan Kadar Leukosit terhadap lama kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar didapatkan pvalue 0.004, dimana 0.004Λ Ξ±=0,05, maka H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Kadar Leukosit dengan lama kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Mamajang Kota Makassar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori, mengatakan bahwa secara umum lamanya kejadian KPD dapat menigkatkan resiko infeksi yang ditandai dengan meningkatnya leukosit pada ibu. Penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Manuaba, makin lama periode laten, maka makin besar kemungkinan infeksi yang terjadi dalam rahim. Hal ini tentunya berhubungan dengan lamanya ketuban pecah.
Dari tabel silang antara lama ketuban pecah dengan kadar leukosit pada ibu bersalin dengan KPD, dapat diketahui bahwa semakin lama ketuban pecah, akan semakin meningkat kadar leukosit. Terbukti dari data yang diperoleh peneliti, seperti pada tabel 4.5 lama ketuban pecah >12 jam sebanyak 88.9% yang mengalami leukositosis (Manuaba 2010). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Erni Dwi Widayana mengenai ketuban pecah dini dan kadar leukosit ibu bersalin bahwa terdapat hubungan antara lama ketuban pecah dengan peningkatan leukosit ibu, dimana berdasarkan hasil yang didapatkan lama ketuban pecah >12 jam dan
>24 jam 100% mengalami leukositosis (Dwi Widyana 2016).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Annisa Firdausi, dimana hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan tetapi lemah dan tidak signifikan antara lama kejadian ketuban pecah dini dengan angka leukosit pada ibu (Firdausi 2017). Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan adanya perubahan dalam angka leukosit ibu yang mengalami KPD, seperti yang diuraikan oleh Prawirohardjo, penyebab terjadinya infeksi pada saat kehamilan ada beberapa, antara lain yaitu terjadinya malaria, hepatitis, influenza, ISPA, bronchitis, dan lain-lain. Namun dalam hal ini, faktor-faktor tersebut sudah menjadi kriteria eklusi dalam penelitian ini dalam pemelihan sampel (Sarwono Prawirohardjo 2017).
4. Hubungan kadar leukosit ibu hamil dengan KPD di usia kehamilan aterm dan preterm
Pada penelitian ini menunjukkan hubungan antara leukosit dengan kejadian Ketuban Pecah Dini. Berdasarkan tabel didapatkan diperoleh sejumlah 77 responden dengan kategori kadar leukosit normal, dimana sebanyak 65 responden (84.4%) mengalami Ketuban Pecah Dini Aterm dan 12 responden (15.6%)
mengalami Ketuban Pecah Dini Preterm. Sementara pada kategori kadar leukosit yang meningkat (leukositosis) terdapat 24 responden, 15 responden (62.5%) yang mengalami Ketuban Pecah Dini Aterm dan 9 responden (37.5%) yang mengalami Ketuban Pecah Dini Preterm.
Berdasarkan uji chi square didapatkan p-value 0.040, dimana 0.040< Ξ±=0.05, maka H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Kadar Leukosit dengan kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU
Berdasarkan uji chi square didapatkan p-value 0.040, dimana 0.040< Ξ±=0.05, maka H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Kadar Leukosit dengan kejadian Ketuban Pecah Dini di RS PKU