• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PRODUKSI PEMIKIRAN ICMI DI ERA REFORMASI

Bagan 2.1 Lima Sasaran Kegiatan ICMI

Diolah oleh peneliti, 2017.

Fungsi kelima sasaran tersebut secara garis besar merupakan identitas dari gerakan ICMI. Melalui kelima sasaran tersebut, ICMI juga berusaha menegaskan kemana arah gerakannya akan dilakukan. Dalam kualitas iman dan taqwa, gerakan

83 Ibid., hlm. 135. ICMI Kualitas Imtaq Kualitas Pikir Kualitas Hidup Kualitas Kerja Kualitas Karya

ICMI menyangkut pada pemahaman dan pengamalan ajaran Islam secara lengkap. Dalam kualitas pikir, ICMI berusaha melakukan peningkatan temuan-temuan baik individu maupun kolektif yang didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi dengan melakukan perbaikan, perluasan dan mengganti pemikiran-pemikiran yang sebelumnya.

Kualitas karya meliputi peningkatan pada kreativitas dan inovasi serta sumbangan yang diberikan oleh individu maupun kelompok dalam menghasilkan inovasi yang berguna bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Kualitas kerja menyangkut pada peningkatan produktivitas, efisiensi dan etos kerja melalui metode-metode kerja yang sistematik termasuk kesempatan memperoleh pekerjaan. Sementara itu kualitas hidup meliputi pemenuhan hak asasi manusia, terutama pada kualitas hidup yang layak yang menyangkut pada persoalan daya beli dan kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja.84

Pada akhirnya, kelima sasaran tersebut menjadi suatu identitas ICMI yang dibuat untuk menjadi track bagi perjalanan program. Oleh karena itu kelimanya sebenarnya saling berkaitan satu sama lain. Melalui kelima sasaran itu pula ICMI sekali lagi berusaha menegaskan komitmennya sebagai gerakan intelektual yang berusaha bergerak dalam bidang kebudayaan masyarakat, yang fokusnya terhadap pembangunan di masyarakat.

84

2.6 ICMI dalam Catatan Sejarah

Berdirinya ICMI di satu dekade sebelum berakhirnya masa kepemimpinan Orde Baru menjadi catatan sendiri yang telah berhasil mengubah tatanan dinamika sosial politik, ekonomi dan di masyarakat. Pasalnya, gerakan ICMI adalah satu-satunya gerakan intelektual dengan membawa nama Islam yang berhasil didirikan dan menunjukkan kontribusnya di tengah keberadaan Islam yang sebelumnya sempat terpinggirkan di masa Orde Baru.

Bachtiar Effendi menilai selama lima tahun setelah kelahirannya, ICMI terbukti mampu menyemarakkan berbagai dinamika kehidupan di masyarakat. ICMI dianggap telah mampu memerankan suatu gerakan yang cukup baik, terutama dalam mobilisasi sosial, ekonomi, dan politik Islam. ICMI menurut Bachtiar pada saat itu hadir dalam mencairkan hubungan antara Islam dengan pemerintah yang sebelumnya sempat kaku. Pendapat ini dibuktikan melalui keberhasilan ICMI dalam mendorong terwujudnya UU Peradilan Islam, UU Pendidikan Nasional dan didirikannya Bank Muamalat Indonesia. Sementara, dalam sumbangan pemikirannya, ICMI pernah bermimpi untuk menciptakan suasana demokrasi di masyarakat, juga perwujudan HAM dan ekonomi syari’ah.

Hasilnya, dari pemikiran tersebut terbukti setelah masa Orde Baru, ICMI berhasil mendukung berjalannya pemilu tahun 1999 yang dinilai paling demokratis dalam sejarah bangsa Indonesia. Selain itu, ICMI juga berhasil menciptakan suatu sistem ekonomi syari’ah yang berhasil diterapkan di masyarakat, bahkan hingga saat

ini. Dalam tatanan politik praktis, ICMI juga berhasil melakukan gerakan struktural dengan berkontribusi dalam merumuskan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1998. Selain itu, gerakannya yang pada saat itu mendapatkan dukungan dari berbagai macam pihak berhasil membuat ICMI muncul untuk menghidupkan kembali politisasi di kalangan Islam.

ICMI menurut Eep Saefuloh Fatah, seorang Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, menilai keberhasilan ICMI untuk membawa Islam kembali ke tengah itu berhasil memberikan ruang bagi “konvergensi” di antara banyak faksi di dalam

Islam.85 Dalam menciptakan generasi intelektual, ICMI juga menurut Eep berhasil untuk menggerakkan mobilitas politik di kalangan kaum santri yang menurutnya sebelum kemunculan ICMI, orang-orang cenderung sulit menunjukkan identitasnya sebagai muslim.

Melihat adanya beberapa catatan yang menjadi upaya ICMI untuk berkontribusi dalam kehidupan di masyarakat, bagian ini akan secara singkat menjelaskan pemikiran-pemikiran yang dimunculkan ICMI di masa Orde Baru. Fungsinya, adalah sebagai ukuran untuk melihat pola pemikiran ICMI dengan apa yang terjadi di masa Orde Baru dengan apa yang dilakukan saat ini.

2.7 Pemikiran Intelektual ICMI di Era Orde Baru 2.7.1 ICMI sebagai Garantor Demokrasi

Pandangan ICMI tentang demokrasi bisa dikatakan sebagai cita-cita besar yang sejak telah dimunculkan sesaat setelah didirikannya ICMI di masyarakat.

85

Demokrasi sebenarnya telah terjadi di zaman Orde Baru. Hanya saja bentuk yang dilakukannya sedikit berbeda dengan apa yang terjadi di masa Reformasi.

Dalam pemerintahan Orde Baru, demokrasi ditunjukkan dengan adanya penyederhanaan sistem kepartaian. Hal ini dilakukan untuk menyatukan suara masyarakat Indonesia kedalam satu wadah partai pilihannya masing-masing. Sementara itu, pemilu terus berjalan secara periodik sesuai dengan mekanisme. Di masa Orde Baru, orang-orang diberikan kesempatan untuk melancarkan kritik dengan mengungkapkan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format yang baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring masyarakat Indonesia ke arah otoritarian.

Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pengisian anggota MPR dan DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung oleh Presiden tanpa melalui Pemilu. Selain itu, pada tahun 1973 pemerintah melaksanakan penggabungan sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 menjadi dua partai. Partai-partai yang berhaluan Islam menjadi partai persatuan pembangunan (PPP) dan partai-partai nasionalis dan Kristen melebur ke dalam partai Demokrasi Indonesia (PDI). Penggabungan partai ini menurut Denny JA mengakibatkan merosotnya perolehan suara kedua partai pada pemilu tahun 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara, dominasi golkar terus berjlanjut hingga kemenangan terbesarnya pada pemilu 1997.

Tidak lama berselang, berbagai kebijakan yang berusaha menghalangi kebebasan beraspirasi juga bermunculan, seperti sulitnya menerbitkan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP)86, keterbatasan dalam melakukan aktivitas sosial politik dan kesulitan untuk menciptakan suatu perubahan yang berkenaan dengan sektor sosial politik ekonomi tanpa seizing pemerintah. Akhirnya, sesuai dengan apa yang dikatakan Denny JA, demokrasi pada saat itu menjadi semu.87 Secara konstitusional, demokrasi pancasila merupakan asas dalam berkuasa. Namun dalam praktiknya justru lebih condong ke arah otoritarian.

Kondisi ini juga diperparah dengan fungsi DPR yang tidak lagi mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya, dan terjadi berbagai macam praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme di segala sektor kehidupan. Tidak heran jika akhirnya Indonesia harus mengalami berbagai macam krisis di satu waktu, yaitu krisis ekonomi dan krisis politik sekaligus. Krisis ekonomi berasal dari ketidakberhasilan pemerintah dalam membendung gelombang-gelombang krisis, yang kemudian diikuti dengan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang berbuntut dari hancurnya nilai-nilai kejujuran, keadilan, etika politik, moral, hukum dasar-dasar demokrasi dan sendi-sendi keagamaan di masyarakat.

Bagi ICMI, demokrasi merupakan suatu pilihan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaannya, yaitu dalam rangka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun hubungan antara demokrasi dan

86 Zaim Uchrowi dan Usman Ks. Op. cit, hlm. 119.

87

kesejahteraan bukanlah suatu hubungan yang linear. Jika banyak pendapat mengatakan ‘semakin demokratis suatu Negara maka akan semakin makmur rakyatnya’, maka ICMI seolah menepis pandangan itu dengan mengatakan bahwa

tidak adanya bukti dari gagasan tersebut, karena pada kenyataannya memang belum ada fakta empiris yang mampu membuktikan pandangan tersebut.

ICMI menilai bahwa variabel yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan suatu bangsa tidak disebabkan oleh faktor tunggal semata, dalam artian, masih banyak faktor lain yang dapat menciptakan kemakmuran masyarakat di luar demokrasi itu sendiri. Faktor-faktor tersebut misalnya pendidikan masyarakat, sumber kekayaan alam, sosial, budaya dan lain sebagainya.88

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh ICMI maupun masyarakat Indonesia untuk sama-sama mendukung berjalannya proses demokrasi di masyarakat. ICMI menilai perlunya mengasah kepedulian, komitmen dan kesungguhan untuk melakukan koreksi terhadap penyimpangan praktik demokrasi di Indonesia agar sistem itu dapat selalu diperbaiki. Demokrasi dalam pandangan ICMI juga tidak menyangkut masalah demokrasi politik, melainkan demokrasi dalam bidang ekonomi dengan didukung oleh rule of law. Pada akhirnya, demokrasi yang diharapkan tidak hanya demokrasi yang bersifat prosedural, melainkan demokrasi substansial.

88

2.7.2 HAM sebagai Syarat Demokrasi

Pemikiran lainnya yang lahir dari intelektual-intelektual muslim ICMI adalah pemikiran tentang pentingnya penerapan HAM di masyarakat. Tema pemikiran tentang HAM di masa Orde Baru merupakan tema yang cukup riskan. Dalam mengusung diskursus tentang HAM, melalui Center for Information and Development Studies (CIDES), sebuah think-tank ICMI, diskursus mengenai HAM pertama kali dikeluarkan. Dalam terbitan pertamanya, CIDES langsung meluncurkan tulisan yang mengupas tentang pentingnya HAM di masyarakat.

Tak sampai disitu, pada Mei 1992 ICMI juga mengadakan sebuah seminar dengan topik “Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Indonesia” yang diselenggarakan

oleh Majelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI, suatu badan otonom yang bergerak dalam bidang SDM di ICMI. Namun, karena tak memiliki izin, seminar itu dibubarkan oleh Kapolsek. Tak lantas menyerah, topik mengenai HAM terus dikaji oleh ICMI, bahkan dalam suatu agenda besar ICMI yakni Silaknas ICMI tahun 1993 di Hotel Indonesia, Jakarta.

Kajian mengenai HAM yang pada saat itu dianggap penting untuk dimiliki dalam proses demokrasi di Indonesia kemudian melahirkan berbagai macam rekomendasi kepada pemerintah. Salah satunya adalah dengan membentuk Komite Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tak lama dari masukan tersebut, melalui KEPRES No. 50/1993 dibentuklah Komnas HAM.89 ICMI memang tidak

89

terlibat langsung dalam proses pembentukan Komnas HAM. Namun ICMI dinilai mampu memainkan peran yang cukup nyarta bagi upaya besar tersebut untuk mengambil posisi di garis depan untuk mendukung pembentukannya.

Masih seputar peran ICMI dalam mewujudkan penerapan HAM di Indonesia, setelah pembentukan Komnas HAM tersebut, ICMI melalui CIDES juga berusaha menyusun program HAM sendiri, yakni program untuk pemantauan pelanggaran HAM di Indonesia. Sementara, CIDES melalui seminarnya juga merekomendasikan pencabutan perundang-undangan yang tidak mendukung penegakan HAM.

Selain itu, terdapat lima agenda besar yang dirumuskan oleh CIDES dalam rangka mempercepat penerapan HAM di Indonesia, yakni Pertama, mempersoalkan pentingnya HAM dalam konteks manusia Indonesia seutuhnya. Kedua, dengan mengagendakan pemikiran kritis atas pelaksanaan otonomi daerah. Ketiga, melalui pengembangan budaya politik yang prularis dan hubungan yang saling setara. Keempat, menawarkan pentingnya peningkatan perhatian terhadap tumbuh kembangnya ekonomi kerakyatan, dan Kelima, mendorong terbangunnya opini publik untuk kebijakan luar negeri yang bersifat emansipatoris.90

Pada akhirnya, HAM bagi ICMI bukanlah soal kebebasan dalam ranah politik semata. Melalui HAM lah cita-cita bangsa untuk menciptakan suasana yang demokratis akan berjalan dengan baik, sesuai dengan harapan.

90

2.7.3 Indonesia Menuju Masyarakat Madani

Mundurnya Soeharto sebagai presiden Indonesia dengan digantikan sementara Habibie merupakan momen yang tidak dapat disia-siakan begitu saja oleh ICMI untuk mewujudkan cita-citanya. Habibie sebagai pemimpin ketiga Indonesia sebenarnya telah lama memimpikan suatu karakter masyarakat yang beradab. Hal ini dibuktikannya melalui masa jabatannya yang kurang lebih 16 bulan untuk mewujudkan satu persatu pemikiran ICMI.

Salah satu pemikiran ICMI yang memperoleh porsi yang cukup besar di masa pemerintahan Habibie adalah dengan mewujudkan pemikirannya tentang masyarakat madani. Tidak hanya sebatas wacana, pemikiran ICMI dalam mewujudkan masyarakat madani juga disambut baik oleh Habibie sebagaimana dikeluarkannya Keputusan Presiden (KEPRES) No. 198 tahun 1998 tentang pembentukan Tim Nasional Reformasi Masyarakat Madani.

Dalam keputusan presiden tersebut, adanya ketetapan untuk membentuk Tim Nasional Reformasi untuk Mewujudkan Masyarakat Madani (yang selanjutnya disebut sebagai Tim Nasional) tersebut didasarkan pada adanya perkembangkan arus Reformasi yang terus meluas ke berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara, telah membawa dampak yang amat besar terhadap kehidupan ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya bangsa Indonesia. Sehingga dengan dibentuknya Tim Nasional tersebut diharapkan Indonesia melalui kaum pemikirnya dapat merumuskan

kebijaksanaan antisipatif untuk mempersiapkan berbagai aspek kehidupan bangsa dan Negara.91

Tim tersebut pada akhirnya dibuat untuk membahas masalah-masalah pokok yang harus disiapkan untuk membangun masyarakat madani Indonesia, yang bertugas; 1) Menghimpun pemikiran tentang transformasi ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya serta pemikiran dampak globalisasi terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa. 2) Melakukan telaah dan pengkajian terhadap perkembangan global jangka menengah dan panjang dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya serta berbagai peluang dan dampak terhadap kepentingan nasional, 3) Menyusun makalah (konsepsi) kebijaksanaan (policy papers) tentang perkiraan arah perkembangan transformasi tersebut untuk disampaikan kepada Presiden dan 4) Merumuskan rekomendasi serta pemikiran tentang upaya untuk mendorong transformasi bangsa menuju masyarakat madani.

Pembentukan tim ini pun juga melibatkan banyak orang-orang ICMI di dalamnya seperti Adi Sasono, Ali Alatas, Ahmad Watik Pratiknya, Jimly Asshidiqie, Dawam Rahardjo, Dewi Fortuna Anwar, Yusril Ihza Mahendra, A. Makmur Makka, Marwah Daud Ibrahim dan Nurcholish Madjid.

Bagi ICMI sendiri, makna masyarakat madani adalah terbangunnya pilar nilai-nilai demokrasi, toleransi, pluralisme dan penghormatan hak azasi manusia

91 Keputusan Presiden (KEPRES) No. 198 tahun 1998 tentang pembentukan Tim Nasional Reformasi Masyarakat Madani.

(HAM) dengan semangat nilai-nilai ajaran Islam dan meniadakan asas sekularisme di masyarakat. Masyarakat Indonesia, setelah sebelumnya terkekang atas kebebasan demokrasi diharapkan dapat lebih bebas dalam bersikap.

Gambar 2.5 Pilar dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Sumber: Diolah oleh peneliti, Mei, 2017.

Pengertian masyarakat madani dalam perspektif pemikiran ICMI dapat dirumuskan secara sederhana, yaitu membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis, dengan landasan iman dan takwa mencapai kebaikan melalui amar ma’ruf nahyi munkar. Dengan demikian, ringkasnya, bagi ICMI masyarakat madani dibangun di atas pilar-pilar yang mempunyai nilai-nilai demokrasi, toleransi, pluralisme, penghormatan hak azasi manusia (HAM) dan keadilan sosial.

Dari adanya cita-cita ini, terbukti ICMI menunjukkan respon atas pemikiran yang berasal dari barat. Konsep masyarakat madani ini bukanlah konsep asli yang dilahirkan ICMI. Cita-cita untuk mewujudkan masyarakat madani sebelumnya sudah digaungkan di beberapa belahan dunia lainnya. Hanya saja dalam pemikiran tersebut

Masyarakat Madani

De m ok ras i H A M Pl ur ali sm e

ICMI tidak melepaskan nilai-nilai Islam, sekalipun pada cita-cita yang diambil dari pengaruh ajaran barat.

Beberapa pemikiran ICMI yang akhirnya mengkonstruksi terwujudnya masyarakat madani yang adalah:

1. Adanya sistem politik yang adil/demokratis, yaitu sistem politik yang mengedepankan kebebasan dan keadilan bagi masyarakat. Dalam pemikiran ini, ICMI melihat di masyarakat masih terdapat kelompok-kelompok yang menyikapi prinsip demokrasi secara berbeda. Hal ini kemudian dikelompokkannya menjadi tiga kelompok. Pertama, yaitu kelompok yang menolak demokrasi dengan alasan bahwa demokrasi adalah persamaan warga Negara.

Kelompok ini menganggap adanya kemustahilan untuk mewujudkan persamaan tersebut. Sementara, manusia menurut kelompok pertama hanya perlu menjalankan perintah Tuhannya, tidak lebih. Kelompok kedua, yaitu kelompok yang memegang prinsipnya sendiri tetapi mengakui adanya kemiripan antara demokrasi dengan Islam, yaitu sebagaimana yang ada dalam al-qur’an. Misalnya prinsip-prinsip keadilan, persamaan, tanggungjawab pemerintah, tujuan Negara, musyawarah, dan hak-hak oposisi.

Perbedaannya adalah, dalam Islam, hukum-hukum manusia dibatasi oleh hukum Ilahi, artinya manusia tidak mempunyai kebebasan yang mutlak. Kelompok Ketiga, yaitu kelompok yang menerima sepenuhnya asas demokrasi

sebagai sesuatu yang universal. Menurut kelompok ini, demokrasi adalah sesuatu yang diwujudkan dengan jujur, kompetitif, akuntabel dan adil serta didalamnya ada kebebasan pers/oposisi, penghormatan hak minoritas dan lain sebagainya.

2. Menjunjung tinggi nilai Pluralisme dan Toleransi. Menurut ICMI Poin kedua yang menjadi pedoman dalam mewujudkan masyarakat ini merupakan poin yang tidak dapat ditinggalkan. Para pengurus ICMI memandang bahwa pluralisme merupakan hukum alam (sunnatullah) sekaligus karunia dari Allah swt. Pluralisme ada sebagai sesuatu yang terberi, sehingga tidak ada alasan yang dapat membeda-bedakan antara kelompok satu dengan yang lain.

Perbedaan menurut bukan didasarkan pada kekayaan, keturunan, pendidikan atau kehormatan yang dimiliki, melainkan pada tingkat ketaqwaannya pada Allah swt. Karena itu, sangat rasional jika banyak ayat Al-Quran dan Al-Hadits yang mengatur tentang larangan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Sesungguhnya penggunaan hak-hak individu menurut Islam tidak boleh semena-mena dan merugikan orang lain atau yang dikenal dengan sifat taassuf (sewenang-wenang).

3. Terwujudnya prinsip Keadilan. Bagi ICMI, Islam dalam ajarannya adalah agama yang menempatkan manusia pada posisi yang sejajar satu sama lain. Seperti yang telah dijelaskan, perbedaan antara satu dengan yang lain bukan karena haknya sebagai manusia, melainkan didasarkan pada tingkat ketakwaannya.

Dalam mewujudkan pemikiran ini, ICMI berusaha menempuh jalur-jalur stuktural pada saat itu, yakni dengan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Peran ICMI pada saat itu belum terfokus pada sektor mikro, sehingga kontribusinya baru bersifat makro.

2.7.4 Sistem Ekonomi Syari’ah

Sumbangan lain yang diberikan ICMI dalam menujukkan kebermanfaatannya pada masyarakat adalah dengan menawarkan suatu sistem ekonomi syari’ah. Kontribusi ICMI dalam mewujudkan bangkitnya ekonomi umat tidak dapat dilupakan. Sebab melalui organisasi ini, telah lahir berbagai macam kajian mengenai sistem ekonomi yang berorientasi pada syariat Islam. Sebelumnya, upaya untuk mewujudkan sistem ekonomi syari’ah ini telah ada sejak tahun 1980-an melalui berbagai forum yang melibatkan tokoh-tokoh cendekiawan pada saat itu.

Pada masa ICMI lah baru tercipta institusi ekonomi syari’ah, yang sampai saat ini dipilih sebagai jalan ICMI dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan. Langkah lain sebenarnya dapat dilakukan, yaitu dengan mengubah program pemerintah dari dalam agar berorientasi pada rakyat. Bagi ICMI, kebijakan ekonomi Negara harus jelas berpihak kepada masyarakat luas, dan bukan pada elite tertentu. dengan demikian, kebijakan harus berorientasi untuk menghidupkan sektor riil atau usaha nyata, bukan untuk melayani kepentingan sebagian pihak.

ICMI menilai, Indonesia harus belajar menerapkan sistem ekonomi yang ada di dalam Islam. Selain karena Indonesia diduduki oleh mayoritas masyarakat muslim,

ICMI juga menilai sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi terbaik karena di dalamnya menyangkut hubungan saling menguntungkan diantara pelaku ekonomi.

Dalam merealisasikan pemikirannya, ICMI melalui Habibie pertama kali berusaha mengkritik kebijakan pemerintah mengenai tingkat suku bunga perbankan yang dinilainya tidak kondusif bagi tumbuhnya iklim usaha. Walau akhirnya banyak pro dan kontra terhadap sistem ekonomi yang dikemukakan ICMI, pemerintah Orde Baru belum begitu yakin untuk mengadopsi sistem ekonomi alternatif tersebut. Sistem ekonomi ICMI baru diwujudkan sejak krisis moneter. Setelah ada kesempatan untuk ICMI masuk, barulah ICMI secara konsisten berusaha mendirikan institusi ekonomi syari’ah, diantaranya; PNM, Asuransi, Reksadana, Dompet Dhuafa, BMT dan lain sebagainya.

2.7.5 Pluralisasi Informasi

Dalam rangka memperluas pengaruhnya dalam mensosialisasikan nilai-nilai Islam di masyarakat, ICMI menilai pentingnya melakukan internalisasi nilai-nilai Islam melalui media massa. Sekilas, pembentukan media ICMI merupakan suatu hal biasa yang sering dilakukan oleh berbagai jenis organisasi. Namun bagi ICMI, penerbitan media massa oleh ICMI merupakan proses untuk membawa Islam kembali ke tengah. Jika sebelumnya masyarakat banyak yang merasa asing akan nilai-nilai Islam, dari sinilah sosialisasi nilai itu diperlukan.

Latar belakang didirikannya media ICMI itu didasarkan pada potensi umat Islam sendiri yang dinilai membawa pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan

opini publik di masyarakat. Melalui media ini kemudian diharapkan Islam dapat menunjukkan jati dirinya ke permukaan. Agar dari upaya ini terdapat suatu rangkaian informasi baru mengenai Islam yang dapat diakses oleh masyarakat.

Sebagaimana yang dikutip Zaim dan Usman, A Makmur Makka menguraikan tiga tujuan penerbitan media ICMI, Pertama, untuk mewadahi aspirasi umat Islam sebagai bagian terbesar bangsa indonesai. Kedua, mendorong umat Islam makin kritis dan bermoral. Ketiga, mendidik umat untuk bersikap partisipatif sebagai pembaca yang aktif.92 Tak lama setelah adanya rencana itu, melalui SIUPP bernomor 283/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1992 tanggal 09 November 2012, didirikanlah Republika sebagai think-tank kedua ICMI setelah CIDES.

Setelah berdirinya Republika, banyak umat Islam yang akhirnya berlomba-lomba untuk mendukungnya. Banyak pula diantara mereka yang mulai membeli lembar saham dari perusahaan tersebut. Walaupun pada akhirnya proses pengaplikasian pemikiran itu tidak berjalan begitu mulus karena banyaknya konten-konten di luar ajaran Islam yang dimuat dalam harian tersebut, namun lahirnya Republika merupakan sebuah catatan penting tersendiri dalam sejarah pers Islam di Indonesia.

Seperti yang dikemukakan oleh Ade Armando, lahirnya Republika merupakan awal dari terciptanya pluralisasi informasi. Artinya, informasi yang tersedia di media massa setelah lahirnya Republika jadi beragam. Sementara, David T Hill

92

sebagaimana yang dikutip Zaim dan Usman menganggap lahirnya Republika berhasil