• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Limbah Wine Anggur

Anggur (vitis vinifera) merupakan tanaman buah yang banyak diolah menjadi jus, selai, pasta buah, dan wine. Buah anggur yang telah dihancurkan disebut musts, yang terdiri dari 85-95% sari buah, 5-12% kulit dan 0-4% biji. Glukosa dan fruktosa merupakan karbohidrat utama dalam musts. Rasio kedua

13

jenis gula ini adalah musts dari buah yang matang penuh biasanya adalah 1 : 1. Tetapi beberapa peneliti mengemukakan bahwa rasio glukosa/fruktosa bervariasi tergantung pada varitas, yaitu antara 0,17 – 1,45 atau 0,85-1,04 untuk buah matang dan antara 0,53 – 0,76 untuk buah ranum. Selama proses pematangan buah anggur, rasio glukosa/fruktosa mengalami penurunan.

Pada produksi white wine bagian anggur yang digunakan hanya daging buah untuk diambil sari buahnya, sedangkan biji dan kulit anggur tidak digunakan. Pada pembuatan red wine biji diikut sertakan dalam proses fermentasi (Miller dan Listky, 1976) seperti tersaji pada Gambar 2.1. Biji maupun kulit anggur yang dihasilkan dari pengolahan anggur dapat digunakan sebagai antioksidan karena biji anggur kaya akan komponen monomer fenolik seperti

katekin, epikatekin, epikatekin-3-O-gallat, dan proantosianidin (Kim et al., 2006).

Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan 20% lebih besar dari vitamin E dan 50% lebih besar dari vitamin C. Ekstrak biji anggur merupakan salah satu dari beberapa antioksidan yang mampu melewati pembuluh darah diseluruh tubuh yang bersifat selektif permeabel dan mencegah zat-zat berbahaya masuk dalam tubuh (Monagas et al., 2003).

Menurut (Xia et al., 2010) senyawa fenol yang terbesar terdapat pada kulit, stem, daun dan biji dari anggur. Senyawa ini dipercaya dapat digunakan untuk membunuh bakteri (bakterisidal). Senyawa fenol mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan manfaat antioksidan pada buah dan sayuran.

Polifenol merupakan komponen fitokimia yang terkandung dalam anggur karena mempunyai aktivitas biologi dan bermanfaat untuk kesehatan.

14

Buah anggur merah (Vitis vinifera L.) mengandung vitamin C, B6, K, B1, mineral dan polifenol, termasuk flavonoid, resveratrol, proantosianidin dan

prosianidin (Adisakwattana et al., 2010; Weber et al., 2007). Komponen polifenol diantaranya antosianin, flavonoid, tannin, resveratrol dan asam fenolat (Xia et al., 2010).

Flavonoid merupakan komponen terbesar dalam senyawa fenol yang mempunyai struktur kimia C6-C3-C6. Flavonoid terdapat dalam semua bagian anggur diantaranya kulit, daging, daun dan bijinya. Flavonoid pada prinsipnya mempunyai kandungan catechin (+), epicatechin (-) dan polimer procyanidin

(Petrussa et al., 2013). Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel mikrosom dan lisosom dari bakteri. Flavonoid mempunyai kemampuan untuk merusak protein ekstraseluler dan protein yang larut serta merusak dinding sel bakteri (Setyohadi et al., 2010).

15

Gambar 2.1.

Diagram alir proses produksi wine (Miller dan Litsky, 1976).

Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid. Menurut Durst and Wrolstad (2005) bahwa antosianin jumlahnya sekitar 90 – 96 % dari total senyawa fenol. Pigmen iniberperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa bunga, buah, dan daun seperti anggur. Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aceton,

dan air.

Tannin adalah komponen yang banyak terdapat pada anggur, teh,

cranberry dan delima. Menurut Molina-Alcaide et al. (2008) limbah dari pengolahan red wine akan menghasilkan condensed tannins (CT) 98,3 g/kg DM. CT merupakan polimer dari flavonoid yang telah lama dianggap antinutrisi karena dapat menyebabkan penurunan berat badan melalui kemampuan untuk berikatan

Pemetikan buah anggur

Penghancuran Penambahan SO 2 Penyaringan bertekanan Fermentasi Pembotolan Red Wine Pemeraman Penyaringan bertekanan Fermentasi Pembotolan White Wine Pemeraman Limbah Limbah

16

dengan protein termasuk pektin, selulosa dan hemiselulosa, serta mineral, yang membentuk protein komplek berupa condensed tannins (CT). Lebih lanjut dilaporkan fermentasi limbah wine dari anggur mampu manjadi sumber protein kasar dan serat yang cocok untuk pakan ternak ruminansia. Jika dikelola dengan tepat, CT yang terkandung dalam pakan dapat memberikan keuntungan berupa peningkatan berat badan dan produksi susu akibat ketersedian dan penyerapan asam amino dalam pakan akan lebih optimal (McSweeney et al., 2001). Tannin berfungsi mencegah oksidasi, kolestrol, dan LDL dalam darah sehingga dapat mengurangi resiko hipertensi serta mempunyai sifat antimikroba. Tannin juga dapat merusak membran sel bakteri yang ditandai dengan kebocoran sel dan lisis sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Setyohadi et al., 2010).

Asam fenolat merupakan komponen terbesar kedua dalam polifenol. Asam

fenolat mampu mengurangi oksidasi kolestrol jahat dan melawan sel kanker yang disebabkan oleh komponen nitrosamin akibat mengkonsumsi makanan kaya nitrat. Asam fenolat terdiri atas ellagic acid, chlorogenic acid, para coumeric acid, asam ferullat, asam fitat, dan kurkumin (Astawan, 2010).

Resveratrol (trans-3,5,4’-trihydroxystilbene) merupakan komponen terbesar yang terdapat pada kulit anggur (McElderry, 1999). Resveratrol ini hanya didapatkan pada anggur merah dan tidak pada anggur putih.. Kulit anggur segar mempunyai kandungan resveratrol sebanyak 40 mg perliter ekstrak. Resveratrol juga banyak terdapat pada produk olahan anggur yaitu wine. Resveratrol yang terdapat pada buah anggur dapat meningkatkan aliran darah pada otak, sehingga dapat mereduksi penyakit stroke, mencegah penyakit kanker, menghambat senyawa benzopyrene, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker, serta

17

menghambat pertumbuhan sel tumor (Xia et al., 2010). Struktur kimia resveratrol

disajikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sruktur kimia resveratrol 2.5 Pemamfaatan Limbah Wine

Agroindustri khususnya pengolahan anggur menjadi wine di Bali cukup besar menghasilkan limbah 691,6 ton/tahun. Pengolahan anggur menjadi wine

akan menghasilkan limbah sebesar 40% yang diantranya biji dan kulit.

Mengenai penggunaannya dalam pakan ternak, beberapa hewan menunjukkan intoleransi untuk komponen tertentu seperti tanin, yang berpengaruh negatif terhadap daya cerna. Residu tidak larut dari limbah wine ini memiliki kandungan lignin mulai dari 16,8 % - 24,2 % dan kadar protein rendah (González-Centeno et al., 2014). Selulosa adalah jenis polisakarida berupa dinding sel yang dimiliki anggur, yang bervariasi dari 27 % - 37 % (González-Centeno et al., 2010). Oleh karena itu, peningkatan mamfaat limbah wine dari anggur sebagai sumber phytochemical bioaktif yang diaplikasikan dalam industri farmasi, kosmetik, dan makanan yang merupakan alternatif yang efisien, menguntungkan , dan ramah lingkungan untuk limbah (Makris et al., 2007).

Flavonoid, saponin dan polifenol merupakan kandungan antioksidan yang terkandung dalam kulit dan biji anggur. Flavonoid merupakan antioksidan

18

ampuh yang bekerja sebagai pencegah kanker dan juga memiliki efek antimikroba (Hutapea, 1994). Saponin memiliki efek menurunkan kadar gula darah. Polifenol

juga merupakan antioksidan, pada buah anggur dikenal dengan nama resveratrol

yang menghambat enzim yang dapat menstimulir pertumbuhan sel kanker dan menekan respon imun, juga mengandung ellagic acid, sejenis senyawa yang menghambat enzim yang diperlukan sel-sel kanker, yang tampak membantu memperlambat perkembangan tumor Herlanda (2008). Menurut Wijayakusuma (2000) buah dan biji anggur juga mengandung magnesium yang tinggi, dimana magnesium itu merupakan suatu elemen yang diperlukan untuk pergerakan feses yang baik. Menurut Nakamura et al. (2002) bagi masyarakat Jepang biji anggur merupakan bahan pangan yang sehat, bukan lagi sebagai bahan tambahan makanan. Biji dan kulit anggur banyak mengandung flavonoid dan phenol sebagai sumber antioksidan alami. Selain kaya antioksidan limbah wine anggur memiliki kandungan protein yang tinggi, namun tidak cocok digunakan sebagai sumber energi untuk pakan, walaupun memiliki kandungan protein yang sama dengan limbah pengolahan minyak nabati (Molina - Alcaide et al. 2008).

Penggunaan limbah wine berupa biji dan kulit anggur untuk hewan dalam penelitian Wulandari et al. (2014) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak biji anggur sebesar 5,4 mg/ekor/hari untuk hewan tikus putih mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan viabilitas spermatozoa sampai 88,9 % dan menurunkan ekspresi Tumor Necrosis Faktor Alpha (TNF-α) sampai 86,1 % pada organ testis. Baumgartel et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak biji anggur merupakan sumber energi yang baik untuk menunjang produksi dari ternak ruminansia. Namun penggunaan ekstrak biji anggur dari limbah wine dalam dunia

19

kesehatan akan mengurangi ketersedian untuk sumber pakan yang berasal dari limbah (Nerantzis dan Tartaridis 2006). Penggunaan limbah wine yang telah dihilangkan bijinya tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk menopang pertumbuhan serta produksi susu ternak ruminansia, apabila penggunaannya dalam bentuk pakan tunggal (Hadjipanayiotou dan Louca 1976; Baumgartel et al., 2007; Spanghero et al., 2009; Abarghuei et al., 2010). Berdasarkan penelitian Moote (2012) penggunaan limbah wine anggur cair sebesar 7% dalam ransum sapi angus jantan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari segi pertambahan bobot badan serta skor warna daging dibandingkan kontrol. Selain itu, daging dari domba yang disuplementasi ekstrak biji anggur dalam pakannya tidak menunjukkan perbedaan dari segi warna, senyawa volatil dan komposisi asam lemak dibanding kontrol (Vasta et al., 2010; Jerónimo et al., 2010; Jerónimo et al., 2012).

Dokumen terkait