• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limbah Kelapa Sawit

Berdasarkan tempat pembentukannya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis: yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit.Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan area perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah ini antara lain kayu, pelepah dan gulma. Dalam setahun setiap satu hektar perkebunan kelapa sawit rata-rata menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering. Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi, 2008).

Pada dasarnya pengolahan minyak kelapa sawit merupakan proses untuk mendapatkan minyak dari buah kelapa sawit dengan proses perebusan, pemipilan, pelumatan, pengempaan, pemisahan minyak dalam sludge, pemurnian, pengeringan dan penimbunan. Proses pengolahan diatas akan dapat menghasilkan produk sampingan yang bersifat polutan seperti limbah gas/abu limbah padat dan limbah cair yang dapat mencemari lingkungan apabila dibuang sembarangan. Pengolahan limbah pabrik kelapa

10 sawit adalah uraian tentang prosedur pengolahan cair sejak limbah masuk kedalam tower pendingin sampai limbah siap dimanfaatkan (Fauzi, 2008).

2.4.1 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Lumpur (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari proses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur sekunder. Kandungan bahan organic lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar 3-5 (Fauzi, 2008).

Proses pengolahan limbah dengan sistem kolam pengendalian limbah mempunyai beberapa tahapan proses pengolahan yaitu sebagai berikut :

a. Kolam Pendinginan (cooling Pond)

Limbah cair pada Fat-Pit dan Condensate Pond memiliki karakteristik pH 4-4,5 dengan suhu diturunkan menjadi 60-800C sebelum limbah dialirkan ke kolam pengasaman suhu diturunkan menjadi 40-450C, yang berfungsi agar bakteri mesophilik dapat berkembang dengan baik.

b. Kolam Pengutipan Minyak (Deoiling Pond)

Berfungsi untuk mengutip minyak hinggga kadar minyak 0,4% yang dikombinasikan dengan kolam pendinginan (cooling Pond). Pengutipan minyak dilakukan secara overflow dari kolam pendiginan dan kemudian dipompakan kembali ke Sludge Recovery Tank.

11 c. Kolam Pengasaman (Accidifacation Pond)

Setelah dari kolam pendinginan limbah lalu mengalir ke kolam pengasaman yang berfungsi sebagai prakondisi bagi limbah sebelum masuk ke kolam anaerobik.

Pada kolam mini limbah akan dirombak menjadi VFA.

d. Kolam Anaerobik (Primary and Secondary Anaerobic Pond).

Dari kolam pengasaman limbah akan mengalir ke kolam anaerobic primer, karena pH dari kolam pengasaman masih rendah maka limbah harus dinetralkan dengan cara mencampurnya dengan limbah keluaran (pipa outlet) dan kolam anaerobik dengan cara resirkulasi pada parit masukan (pipa inlet) kolam anaerobik.

Bersamaan dengan ini bakteri dari kolam pembiakan dialirkan ke kolam anaerobik.

Bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan C02. Selanjutnya bakteri methane (Methanorgenic Bacteria) akan merubah asam organik menjadi methane dan CO2. BOD limbah pada kolam anaerobik primer masih cukup tinggi, maka limbah diproses lebih lanjut pada kolam anerobik primer masih cukup tinggi, maka limbah diproses lebih lanjut pada kolam anaerobik sekunder BOD limbah yang keluar dari kolam anaerobik sekunder < 3.500 mg/L dan pH 6.

e. Resirkulasi (Circulation Pond)

Resirkulasi dilakukan dengan cara mengalirkan cairan dari kolam anaerobik yang terahkir ke saluran masuk ke kolam pengasaman yang bertujuan untuk menaikkan pH dan membantu pendinginan

2.5 Logam

Logam menurut pengertian awam adalah barang yang padat dan berat yang biasanya selalu digunakan oleh orang untuk alat-alat dapur atau untuk perhiasan, yaitu besi, baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang penting dan sangat kecil serta berperan dalam proses biologis mahluk hidup, misalnya selenium, kobalt, mangan dan lain-lainnya.

12 Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada mahluk hidup.

Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuk mahluk hidup . Disamping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan mahluk hidup.

Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan non esensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu didalam proses fisiologis mahluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari mahluk yang bersangkutan. Sedangkan logam non esensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh mahluk hidup belum diketahui, kandungan dalam jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak organ-organ tubuh mahluk yang bersangkutan (Vogel,A.I. 1994).

2.5.1 Seng (Zn)

Seng (Zn) merupakan logam berwarna putih kebiru biruan dengan nomor atom 30, berat atom 65,37 dan berat jenis 7,14 kg/ dan sistem periodik termasuk dalam golongan II b dengan Bilangan oksidasi + 2. Logam ini larut dalam asam dan alkali, mudah larut dalam asam klorida encer dan asam sulfat encer. Logam seng mudah menghantarkan arus listrik.

Penyebaran seng dalam lingkungan cukup luas dapat ditemukan dalam air, udara dan organisme hidup. Di alam apabila dalam keadaan terkontaminasi hampir selalu bersama sama dengan kadmium. Perbandingan seng dengan kadmium berperan penting dalam efek seng terhadap organisme.

Seng dalam keadaan tertentu mempunyai toksisitas yang rendah pada manusia tetapi mempunyai toksisitas yang tinggi pada ikan sehingga standar suplai air untuk keperluan domestik kandungan sengnya maksimum 5 mg/L. Toksisitas seng sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya temperatur dan tingkat kelarutan oksigen ( .

13 Seng mempunyai banyak fungsi karena merupakan unsur essensial. Seng adalah unsur yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk aktivitas insulin dan bekerjanya enzim enzim tertentu pada tubuh secara normal otot, hati, ginjal dan pankreas mengandung seng dalam jumlah besar. Keracunan seng dapat mengakibatkan kerusakan saluran cerna dan diare serta menyebabkan kerusakan pankreas. Adapun gejala keracunan ini adalah demam, muntah, lambung, kejang dan diare (Widowati, 2008).

2.5.2 Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, mengkilap, tidak larut dalam basa,mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol, titik leleh 3210C, dan titik didih 7670C (Widowati, 2008).

Logam Kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Prinsip utama atau dasar dalam penggunaan kadmium adalah sebagai bahan

‘stabilisasi’, sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada electroplating.

Selain itu banyak digunakan dalam industri- industri ringan, seperti pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman, industri tekstil dan lain-lain, banyak dilibatkan senyawa-senyawa yang dibentuk logam Cd, meskipun penggunaannya hanyalah dengan konsentrasi yang sangat rendah (Palar, 2004).

Keracunan akut Cd terjadi jika ternak termakan/terminum bahan yang tercemar Cd dengan dosis 350 mg Cd dengan gejala : mual, muntah, diare, kejang perut, pusing dan hipersalivasi. Sedangkan keracunan Cd melalui inhalasi sering ditemukan dalam industri metalurgi seperti pemurnian dan pengelasan logam, dengan gejala sesak nafas dan radang paru-paru. Keracunan kronis Cd lebih sering dijumpai dilapangan hanya manusia pada manusia ini erat hubungannya dengan kualitas lingkungan yang menurun. Gejala yang timbul terlihat setelah keracunan sedikit tetapi dalam waktu yang lama.

14 Pada manusia terjadi setelah Cd terakumulasi dalam ginjal sampai dalam jumlah 50 µg/g berat basah dan terlihat pada umur sekitar 50 tahun (Darmono, 1995).

Dokumen terkait