A. Gambaran Umum Responden
4. Lingkungan Belajar di Sekolah
a. Persepsi tentang Belajar di Sekolah
Berdasarkan pada Tabel 10, hampir semua responden (92.4 %) menyatakan senang belajar di sekolah dengan alasan sebesar 64.9 % responden banyak mendapatkan teman di sekolah. Sedangkan ada 8 siswa atau 7.6 % responden tidak senang belajar di sekolah. Hal ini sebagian besar dikarenakan responden tidak senang dengan cara guru mengajar pada salah satu mata pelajaran.
Berdasarkan beberapa mata pelajaran yang ditanyakan pada kuisioner, sebesar 73.3 % responden senang belajar Matematika, 78.1 % responden senang dengan cara mengajar guru Matematika, 80 % responden mengerti dengan pelajaran matematika yang diajarkan di kelas. Pada pelajaran Bahasa Indonesia, 90.5 % responden senang belajar Bahasa Indonesia, 93.3 % responden senang dengan cara mengajar guru Bahasa Indonesia, 96.2 % responden mengerti dengan pelajaran matematika yang diajarkan di kelas. Pada pelajaran Bahasa Inggris, 97.1 % responden senang belajar Bahasa Inggris, 96.2 % responden senang dengan cara mengajar guru Bahasa Inggris, 99 % responden mengerti dengan pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan di kelas.
Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa senang dengan mempelajari mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, senang dengan cara guru mengajar mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, serta mengerti dengan cara guru mengajar mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang di ajarkan di sekolah.
Tabel 10. Sebaran responden berdasarkan persepsi tentang belajar di sekolah
Persepsi tentang belajar di sekolah n %
Kesenangan belajar di sekolah
Senang 97 92.4
Tidak senang 8 7.6
Total 105 100
Hal-hal yang membuat siswa senang belajar di sekolah
Banyak teman 63 64.9
Cara guru mengajar 24 24.7
Ada tempat olahraga 2 2.1
Ada perpustakaan 5 5.2
Tidak menjawab 3 3.1
Total 97 100
Hal-hal yang membuat siswa tidak senang belajar di sekolah
Cara guru mengajar 8 8
Total 8 100
Senang belajar matematika
Ya 77 73.3
Tidak 28 26.7
Total 105 100
Senang dengan cara guru mengajar matematika
Ya 82 78.1
Tidak 23 21.9
Total 105 100
Mengerti pelajaran matematika
Ya 84 80
Tidak 21 20
Total 105 100
Senang belajar Bahasa Indonesia
Ya 95 90.5
Tidak 10 9.5
Total 105 100
Senang dengan cara guru mengajar Bahasa Indonesia
Ya 98 93.3
Tidak 7 6.7
Total 105 100
Mengerti pelajaran Bahasa Indonesia
Ya 101 96.2
Tidak 4 3.8
Total 105 100
Senang belajar Bahasa Inggris
Ya 102 97.1
Tidak 3 2.9
Total 105 100
Senang dengan cara guru mengajar Bahasa Inggris
Ya 101 96.2
Tidak 4 3.8
Total 105 100
Mengerti pelajaran Bahasa Inggris
Ya 104 99
Tidak 1 1
b. Sarana Belajar di Sekolah
Sarana belajar di sekolah yang sangat menunjang prestasi siswa adalah tersedianya ruang perpustakaan. Berdasarkan Tabel 11 , di sekolah terdapat ruang perpustakaan dan semua responden pernah mengunjungi ruang perpustakaan tersebut. Sebagian besar responden (82.9 %) mengunjungi perpustakaan minimal 2 kali dalam satu minggu dan 25.8 % responden mengunjungi lebih dari 2 kali dalam satu minggu.
Jenis buku yang dibaca di ruang perpustakaan responden adalah buku ilmu pengetahuan umum (61 %), kemudian buku cerita (33.3 %). Pemilihan buku ilmu pengetahuan dan buku cerita yang dibaca responden, dapat dikatakan karena responden tidak mempunyai buku tersebut. Sesuai dengan hasil yang diperoleh, para guru dari keempat sampel Sekolah Dasar sering mengingatkan siswanya untuk mengunjungi perpustakaan sekolah. Hal ini berarti, sarana perpustakaan pada keempat sampel Sekolah Dasar sudah digunakan sebaik mungkin.
Salah satu fasilitas sekolah lainnya yang sangat mendukung keberhasilan proses belajar dan mengajar di dalam kelas adalah kebersihan dan kejelasan tulisan di papan tulis. Sebesar 64.8 % responden menjawab dapat melihat tulisan di papan tulis dengan baik. Adapun alasan siswa tidak dapat melihat tulisan dengan baik di papan tulis, sebagian besar (56.8%) karena siswa duduk di belakang. Namun, perlu mendapat perhatian khusus bahwa papan tulis yang kotor juga merupakan penyebab siswa tidak dapat melihat tulisan dengan jelas.
Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah
Sarana perpustakaan n %
Ada ruang perpustakaan
Ya 105 100
Total 105 100 Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan sarana belajar di sekolah
(lanjutan)
Sarana Perpustakaan n %
Pernah ke ruang perpustakaan
Ya 105 100
Tidak 0 0
Total 105 100
Frekuensi mengunjungi ruang perpustakaan per minggu
1 kali 18 17.1
2 kali 60 57.1
> 2 kali 27 25.8
Total 105 100
Jenis buku yang dibaca diruang perpustakaan
Buku pelajaran 6 5.7
Buku cerita 35 33.3
Buku pengetahuan umum 64 61
Total 105 100
Guru sering menyuruh adik mengunjungi ruang perpustakaan
Ya 105 100
Tidak 0 0
Total 105 100
Sarana di Kelas
Kemampuan melihat tulisan di papan tulis
Dapat melihat 68 64.8
Tidak dapat melihat 37 35.2
Total 105 100
Alasan tidak dapat melihat tulisan dipapan tulis
Duduk di belakang 21 56.8
Tulisan tidak jelas 6 16.2
Papan tulis kotor 10 27
Total 37 100
c. Kedisiplinan terhadap Tata Tertib di Sekolah
Kedisiplinan terhadap tata tertib di sekolah dapat diperhatikan dari banyaknya siswa yang datang tepat waktu, kedisiplinan guru yang mengajar terhadap waktu mengajar pelajaran, kedisiplinan dalam
menjaga kebersihan sekolah terutama ruang kelas serta sanksi yang di berikan kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Berdasarkan Tabel 12 , sebesar 76.2 % responden menjawab teman sekelas responden datang tepat waktu. Kedisiplinan guru yang mengajar masih kurang, dilihat dari banyaknya guru yang kadang – kadang datang terlambat yaitu sebesar 78.1 %. Akan tetapi, keterlambatan guru mengajar masih dapat ditangani oleh guru piket yang bertugas untuk menggantikan sebesar 72.4 % dari responden yang menjawab dan sebagian besar siswa (64.8 %) menjaga kebersihan di sekolah.
Tabel 12. Pendapat responden terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah
Variabel n %
Jumlah siswa datang tepat waktu
Banyak 80 76.2
Sedikit 25 23.8
Total 105 100
Guru terlambat masuk kelas
Sering 5 4.8
Kadang-kadang 82 78.1
Tidak pernah 18 17.1
Total 105 100
Ketersediaan guru pengganti jika guru terlambat
Ada 76 72.4
Tidak ada 29 27.6
Total 105 100
Pemberian tugas sebagai pengganti keterlambatan guru
Ada 74 70.5
Tidak ada 31 29.5
Total 105 100
Jumlah siswa yang menjaga kebersihan sekolah
Banyak 68 64.8
Sedikit 37 35.2
Total 105 100
Kepatuhan terhadap kedisiplinan merupakan hal yang penting dalam proses belajar. Mengajar disiplin berarti mengajar anak agar
mau mengikuti kemauan orang lain, mau mengikuti peraturan sesuai dengan aturan lingkungan. Ini berarti bahwa ia harus mampu mengendalikan kemauannya itu demi orang lain. Kepatuhan dan disiplin tidak begitu saja dapat di buat dan dipaksakan dalam diri anak, melainkan ia akan berkembang sejajar dengan perkembangan intelektual, pengertian sebab akibat dan kemampuan untuk mempertimbangkannya (Prasetyo, 1993).
5. Lingkungan Belajar di Rumah
a. Sarana Belajar di Rumah
Berdasarkan Tabel 13 , dapat dilihat bahwa hanya sedikit siswa (10.5 %) responden yang memiliki tempat belajar khusus. Arti tempat belajar khusus adalah di dalam rumah responden memiliki ruangan yang khusus sebagai tempat belajar. Bagi siswa yang tidak memiliki tempat belajar khusus, sebagian besar (43.8 %) belajar di kamar tidur, belajar di mana saja sebesar 22.9 % responden. Sarana belajar yang baik adalah yang memberikan kenyamanan kepada responden, karena dengan kenyamanan dapat menimbulkan motivasi belajar dan mempermudah dalam memahami pelajaran.
Waktu belajar dalam satu hari pada sebagian besar responden ( 93.3 % ), ditempuh selama lebih dari 1 jam, sedangkan sebesar 6.7 % responden hanya belajar kurang dari satu jam. Prestasi siswa tidak ditentukan oleh lamanya waktu belajar dalam satu hari, tetapi lebih ditentukan oleh keefektifan siswa dalam memanfaatkan waktu belajar tersebut.
Masalah belajar dimasa anak – anak merupakan hal yang sering di hadapi orang tua dan guru. Keluhan – keluhan yang sering kita dengar adalah anak sukar menangkap pelajaran, cepat lupa jika diajarkan sesuatu, tidak dapat konsentrasi, tidak mengerti huruf,
kesukaran dalam membaca, menulis dan berhitung, tidak ada gairah belajar dan sebagainya (Prasetyo, 1993).
Tabel 13. Sebaran responden berdasarkan penggunaan sarana belajar di rumah
Variabel n %
Tempat belajar khusus
11 10.5 Ruang makan 2 1.9 Kamar tidur 46 43.8 Ruang tamu 12 11.4 Ruang keluarga 10 9.5 Dimana saja 24 22.9 Total 105 100
Lama belajar dalam 1 hari
< 1 jam 7 6.7
1 – 2 jam 61 58.1
> 2 jam 37 35.2
Fasilitas belajar
Lengkap (buku tulis, buku pelajaran, alat tulis)
82 78.1
Tidak lengkap 23 21.9
Total 105 100
Sarana belajar di rumah juga meliputi kelengkapan alat tulis. Alat tulis yang lengkap dapat lebih menunjang proses keberhasilan belajar di rumah maupun di sekolah. Sebagian besar responden (78.1 %) memilki fasilitas alat tulis yang lengkap (buku pelajaran, buku tulis, pensil/pulpen, penghapus), sedangkan sisanya sebesar 21.9 % responden tidak memiliki alat tulis yang lengkap.
b. Perhatian Orang Tua di Rumah
Belajar dengan motivasi yang kuat merupakan syarat agar dapat mencapai sukses yang optimal. Pada anak sekolah, motivasi tidak selalu dapat terjadi secara spontan, tetapi juga harus sengaja diupayakan oleh orang tua maupun guru. Motivasi belajar anak
tersebut mencakup tujuan belajar, motif belajar, frekuensi belajar, cara belajar dan lain – lain (Pritriyani et al. , 1999).
Tabel 14. Sebaran responden berdasarkan perhatian orang tua di rumah
Perhatian orang tua n %
Bertanya tentang PR Sering 71 67.6 Kadang kadang 34 32.4 Tidak pernah 0 0 Total 105 100 Membantu mengerjakan PR Sering 45 42.9 Kadang- kadang 60 57.1 Tidak pernah 0 0 Total 105 100
Bertanya tentang hasil ujian
Sering 76 72.4
Kadang- kadang 29 27.6
Tidak pernah 0 0
Total 105 100
Bertanya tentang aktifitas di sekolah
Sering 43 40
Kadang- kadang 44 41.9
Tidak pernah 18 17.1
Total 105 100
Perhatian yang diberikan oleh orang tua terhadap siswa di rumah dapat berupa perhatian terhadap tugas – tugas yang diberikan guru dalam bentuk menanyakannya kepada siswa. Kemudian membantu siwa jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Perhatian orang tua dapat juga dalam hal merespon hasil ujian anaknya. Berdasarkan Tabel 14 , sebagian besar orang tua sering menanyakan tugas pekerjaan rumah dari guru ( 67.6 % ) dan hasil ujian ( 72.4 % ). Walaupun orang tua sering menanyakan pekerjaan rumah siswa, namun hanya 42.9 % yang sering membantu mengerjakan PR. Selebihnya menurut siswa hanya kadang – kadang membantu. Hal ini biasanya terjadi pada siswa jika orang tuanya merupakan pekerja yang sibuk sehingga kurang ada waktu untuk membantu anaknya
menyelesaikan pekerjaan rumah, bisa juga dikarenakan orang tua tidak dapat memahami tugas tersebut.
Berdasarkan Tabel 14 , dalam hal kegiatan di sekolah, hanya sebagian orang tua siswa yang sering menanyakan kegiatan siswa di sekolah ( 40 % ), namun terdapat 17 % orang tua tidak pernah menanyakan aktivitas anaknya di sekolah.
c. Suasana Belajar di Rumah
Berdasarkan Tabel 15 , lebih dari separo responden ( 61,9 % ) tinggal pada suasana sekitar rumah yang tidak ramai, akan tetapi sebesar 38.1 % responden tinggal pada suasana rumah yang ramai. Oleh karena itu, sebagian besar responden ( 49.5 % ) merasa terganggu dengan suasana yang ramai tersebut tersebut. Dilihat dari pencahayaan dan kenyamanan belajar, lebih dari separo responden secara berurut 53.3 % dan 55.2 % responden memiliki suasana belajar dengan cahaya yang terang serta nyaman.
Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan suasana belajar di rumah
Suasana belajar di rumah n %
Lingkungan ramai
Ya 40 38.1
Tidak 65 61.9
Total 105 100
Terganggu dengan lingkungan ramai
Ya 52 49.5
Tidak 53 50.5
Total 105 100
Cahaya tempat belajar
Terang 56 53.3 Cukup terang 49 46.7 Kurang terang 0 0 Total 105 100 Kenyamanan belajar Nyaman 58 55.2 Cukup nyaman 47 44.8 Tidak nyaman 0 0 Total 105 100
Suasana belajar atau lingkungan fisik mempengaruhi kualitas belajar seseorang. Rumah atau sekolah yang tidak nyaman, bising, dan tidak cukup cahaya menyebabkan seseorang sulit konsentrasi dalam belajar (Suparno, 2001). Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa para responden sudah memiliki suasana belajar yang cukup baik di rumah.
d. Lingkungan Pergaulan di Rumah
Berdasarkan Tabel 16, sebagian besar responden ( 83.8 % ) menjawab sering bermain di rumah. Waktu yang digunakan untuk bermain sebagian siswa ( 52.4 % ) selama 2 – 3 jam dalam satu hari dan sebanyak 40 % responden menggunakan waktu bermain selama kurang dari 2 jam. Bermain merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan, tetapi jika waktu yang tersita untuk bermain tidak produktif dapat melalaikan waktu belajar siswa.
Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan lingkungan pergaulan di rumah
Lingkungan pergaulan di rumah n % Frekuensi bermain
Sering 88 83.8 Jarang 17 16.2
Lama bermaindalam satu hari
< 2 Jam 42 40 2 – 3 Jam 55 52.4 > 3 Jam 8 7.6
Total 105 100
Siswa mempunyai kelompok belajar
Ya 93 88.6 Tidak 12 11.4
Total 105 100
Frekuensi belajar bersama per minggu ( dari 93 responden )
1 – 2 kali seminggu 26 28 3 – 4 kali seminggu 59 63.4 > 4 kali seminggu 8 8.6
Ajakan teman bermain ketika sedang belajar bersama
Ada 55 52.4 Tidak ada 50 47.6
Total 105 100
Kelompok belajar adalah sekelompok siswa yang melakukan aktivitas menyelesaikan tugas dari guru di sekolah sekaligus sebagai tempat bermain dan berkumpul bersama, ini merupakan salah satu contoh bermain yang produktif. Sebagian besar responden ( 88.6 % ) memiliki kelompok belajar dan 63.4 % responden memiliki frekuensi belajar bersama 3 – 4 kali dalam satu minggu. Responden sebesar 52.4 % menjawab sering diajak bermain oleh temannya ketika sedang belajar bersama.
e. Pola Belajar di Rumah
Berdasarkan pada data Tabel 17, pola belajar sebagian besar responden adalah membaca pelajaran terlebih dahulu di rumah sebelum diterangkan oleh guru ( 53.3 % ), mengulang kembali di rumah pelajaran yang sudah diterangkan guru di sekolah ( 89.5 % ) dan sering berlatih soal di rumah ( 54.2 % ), mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian beberapa hari sebelumnya ( 59 % ) dan dapat menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan ( 79 % ). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola belajar siswa dalam penelitian ini adalah baik.
Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah
Pola belajar di rumah n %
Membaca sebelum diterangkan
Sering 56 53.3
Kadang kadang 48 45.8
Tidak pernah 1 0.9
Total 105 100
Mengulang pelajaran dirumah
Ya 94 89.5
Tidak 11 10.5
Total 105 100
Berlatih soal di rumah
Kadang kadang 48 45.8
Tidak pernah 0 0
Total 105 100
Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola belajar di rumah (lanjutan)
Pola belajar di rumah n %
Persiapan belajar menghadapi ujian
Beberapa minggu sebelum ujian 23 22
Beberapa hari sebelum ujian 62 59
Semalam sebelum ujian 20 19
Total 105 100
Waktu menyelesaikan tugas
Sebelum waktu ditentukan 9 8.6
Sesuai waktu ditentukan 83 79
Tidak tepat waktu ditentukan 13 12.4
Total 105 100
6. Konsumsi Pangan
a. Energi
Sumber energi berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Tingkat kecukupan energi dari responden yang berada pada kategori cukup sebesar 59.1 % sedangkan sebesar 23.8 % responden masih berada pada kategori kurang (Tabel 18).
Tabel 18. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi
Angka Kecukupan Energi, Pria : 2000 kkal (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 1900 kkal ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *)
Ketegori
n %
Lebih 18 17.1
Cukup 62 59.1
Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber gizi yang baik dan yang diperlukan. Asupan energi yang diperoleh dari makanan harus seimbang dengan pengeluaran energi untuk mempertahankan berat badan. Menurut Judarwanto (2004), berat badan yang kurang karena kurangnya asupan gizi biasanya disertai dengan kekurangan vitamin, mineral dan zat gizi lainnya sehingga mengakibatkan kecerdasan dan daya tahan tubuh berkurang.
b. Protein
Berdasarkan Tabel 19, tingkat kecukupan protein dari responden yang diteliti sudah sebagian besar memenuhi tingkat kecukupan yang dianjurkan, yaitu sebesar 41.9 % respoden. Sedangkan sebanyak 12.4 % responden masih tergolong dalam kategori kekurangan protein.
Berdasarkan pada hasil penelitian ini, sebesar 75.2% responden memperoleh angka kecukupan protein yang sebagian besar dari sumber protein nabati, sedangkan hanya 24.8% responden yang memperoleh angka kecukupan protein dari makanan hewani.
Responden yang mengalami kekurangan protein terutama disebabkan oleh makanan jajanan yang biasa dikonsumsi sedikit mengandung protein tetapi lebih sumber karbohidrat. Makanan jajanan tersebut seperti, kue pancong, mie gelas, donat, bakwan dan lainnya.
Menurut Rahayu et al. (1998), anak usia sekolah dasar lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan yang secara umum tinggi karbohidrat dan rendah akan protein, sehingga konsumsi protein
mereka rata – rata rendah. Selain itu, sebanyak 45.7 % responden dikategorikan kelebihan protein. Protein termasuk dalam golongan zat pembangun, zat pengatur dan juga sebagai bahan bakar tubuh. Protein merupakan bahan pembentuk berbagai jaringan tubuh, proses pembentukan ini terjadi mulai lahir sampai dewasa muda. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar – besaran.
Pada umumnya protein yang berasal dari hewan lebih tinggi nilainya daripada protein yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, karena protein jenis pertama ini mengandung lebih lengkap asam –asam amino esensial dan susunannya lebih mendekati susunan tubuh manusia. Akan tetapi beberapa diantara protein yang berasal dari tumbuh – tumbuhan ada juga yang mempunyai nilai yang sangat tinggi.
Tabel 19. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan protein
Angka Kecukupan Protein, Pria : 45 g (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 54 g ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 48 45.7 Cukup 44 41.9 Kurang 13 12.4 Total 105 100
*) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
c. Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B12, Vitamin A dan Vitamin C
Vitamin B1 atau thiamin berperan dalam metabolisme
menimbulkan kurang nafsu makan, cepat merasa lelah, kerusakan vaskular, sel syaraf dan penyakit beri – beri. Berdasarkan Tabel 20 , sebagian besar responden ( 95,2 % ) termasuk dalam kategori kekurangan vitamin B1.
Kekurangan vitamin B1 atau thiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang disebabkan terganggunya transmisi syaraf, atau jaringan syaraf.. Beri-beri merupakan penyakit kekurangan vitamin B1 (thiamin). Gejala kekurangan thiamin mula-mula adalah lelah, hilang nafsu makan, berat badan menurun, dan gangguan pencernaan (Winarno, 1988).
Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1
Angka Kecukupan Vitamin B1, Pria: 1.0 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 1.0 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 0 0 Cukup 5 4.8 Kurang 100 95.2 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Vitamin B2 atau riboflavin, berperan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino dan asam lemak yaitu sebagai koenzim dan flavin enzim. Sebagian besar responden ( 85.7 % ) termasuk dalam kategori kekurangan vitamin B2 , dapat dilihat pada Tabel 21. Defisiensi riboflavin menimbulkan penyakit cheilosis yang ditandai dengan timbulnya rasa pedih dan keringnya bibir, mulut dan lidah. Disamping itu juga dapat menimbulkan kelainan pada mata, yang ditandai dengan rasa gatal, panas serta mata sangat sensitif terhadap cahaya dan cepat lelah (Muchtadi et al., 1993).
Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B2
Angka Kecukupan Vitamin B2, Pria: 1.0 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 1.0 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 3 2.9 Cukup 12 11.4 Kurang 90 85.7 Total 105 100
*)Sumber : Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Kekurangan vitamin B1 dan vitamin B2 terjadi karena responden masih kurang memakan makanan yang banyak terkandung didalam kedua vitamin tersebut. Thiamin Bahan makanan sebagai sumber vitamin B1 atau thiamin, yaitu biji – bijian, padi – padian, kacang – kacangan dan daging. Sedangkan bahan makanan sebagai sumber vitamin B2 atau riboflavin yaitu, hati, telur dan sayur – sayuran.
Berdasarkan Tabel 22, sebagian responden ( 75.3 % ) mengalami kekurangan vitamin B12. Kekurangan vitamin B12 biasanya disebabkan karena kurang mengkonsumsi pangan hewani yang merupakan sumber vitamin B12 serta karena kurang baiknya penyerapan dan jarang karena kekurangan dalam makanan yang dikonsumsi. Tetapi bagi masyarakat yang menu sehari-hari hanya dari bahan nabati, biji-bijian, dan umbi-umbian, kekurangan vitamin B12 mungkin dapat terjadi.
Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B12
Angka Kecukupan Vitamin B12, Pria: 1.0 μg (BB=30 kg;TB=130cm) dan Wanita : 1.0 μg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *)
Variabel n %
Kategori Tingkat Kecukupan Vit B12
Lebih 8 7.6
Cukup 18 17.1
Kurang 79 75.3
Total 105 100
Hati merupakan tempat penyimpanan cadangan vitamin B12 dan dapat mengandung 2.000 sampai 5.000 mcg, suatu simpanan cukup untuk tiga sampai lima tahun. Vitamin B12 berperan dalam menjaga agar sel-sel berfungsi normal terutama sel-sel saluran pencernaan, sistem urat syaraf, dan sumsum tulang ( Winarno, 1988).
Vitamin A berguna untuk pertumbuhan, penglihatan, reproduksi, dan pemeliharaan kesehatan sel epitel. Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit, tetapi penting untuk mempertahankan gizi yang normal, dan harus didapat dari makanan. Meskipun vitamin ini diperlukan hanya dalam jumlah yang sangat sedikit, sebaliknya jika badan kekurangan zat ini, akan timbul hal – hal yang merugikan (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Mengingat konsumsi makanan hewani sebagai sumber vitamin A pada umumnya sangat rendah, maka kecukupan didasarkan pada anggapan bahwa sebagian sumbernya adalah sayuran dan buah – buahan. Berbagai sayuran yang berwarna hijau dan buah – buahan yang berwarna kuning atau merah merupakan sumber vitamin A yang baik, seperti wortel, papaya dan sebagainya (Muchtadi et al., 1993). Responden dalam penelitian ini sebagian besar (75.3 %) mengalami kekeurangan vitamin A, dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin A
Angka Kecukupan Vitamin A, Pria: 500 RE (BB=30 kg ;TB=130cm) dan Wanita : 500 RE ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *)
Kategori n %
Cukup 20 19.0
Kurang 79 75.3
Total 105 100
*)Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Kelebihan vitamin A dalam tubuh dapat disimpan dalam hati. Di hati vitamin A terdapat dalam bentuk retinol. Terlalu banyak konsumsi vitamin A dapat menyebabkan hipervitaminosis, suatu keadaan keracunan yang disebabkan oleh terlalu banyaknya konsumsi vitamin A, yaitu bila mengkosnsumsi 75.000 RE sampai beberapa bulan. Xeroftalmia adalah keadaan bila orang mengalami kekurangan vitamin A, mula-mula konjungtiva mata mengalami keratinisasi, kemudian korneanya juga terpengaruh. Bila tidak diobati, mata akan menjadi buta ( Winarno, 1988).
Vitamin C berperan dalam pembentukan substansi antar sel dan berbagai jaringan, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Pada anak usia sekolah berumur 11 – 12 tahun, vitamin C sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh karena pada usia tersebut mereka banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olah raga dan bermain. Berdasarkan Tabel 24 , hanya sebanyak 53.4 % responden mendapat kategori cukup vitamin C, sedangkan 37.1 % responden kekurangan vitamin C.
Tabel 24. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin C
Angka Kecukupan Vitamin C, Pria: 50 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 50 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori n % Lebih 10 9.5 Cukup 56 53.4 Kurang 39 37.1 Total 105 100
*) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Kelompok vitamin B dan vitamin C larut dalam air, sehingga jika dikonsumsi berlebihan tidak akan membahayakan kesehatan
karena sebagian besar langsung diekresi melalui air kemih. Apabila seseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah banyak, kelebihan vitamin C akan dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin (Muchtadi et al., 1993).
d. Mineral ( Kalsium, Fosfor, Seng dan Besi )
Kalsium ( Ca ) merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi kalsium dalam tubuh adalah bahan pembentuk tulang dan gigi, dalam proses pembentukan darah, kontraksi dan pelemasan otot – otot. Berdasarkan Tabel 25, sebagaian besar responden ( 47.6 % ) mengalami kekurangan kalsium.
Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium
Angka Kecukupan Kalsium, Pria: 700 mg (BB=30 kg ;TB=130 cm) dan Wanita : 700 mg ( BB = 35 kg ; TB = 140 cm) *) Kategori N % Lebih 33 31.4 Cukup 22 21 Kurang 50 47.6 Total 105 100 *) Sumber : Muhilal, et al. (1998)
Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi dan mengukur proses biologis dalam tubuh. Keperluan kalsium terbesar pada waktu pertumbuhan, tetapi juga keperluan-keperluan kalsium masih diteruskan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada pembentukan tulang, bila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan.
Bila konsumsi kalsium menurun dapat terjadi kekurangan kalsium yang menyebabkan osteomalasia, tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium. Hal ini disebabkan konsumsi