• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3. Lingkungan Belajar

Siswa yang mengalami proses belajar, supaya berhasil sesuai

dengan tujuan yang harus dicapainya perlu memperhatikan beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Petterson dan

Loeber (1984) seperti dikutip oleh (Muhibbin Syah, 1995:138)

mengatakan bahwa lingkungan sosial yang lebih banyak

mempengaruhi kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga itu

sendiri.

Menurut Roestiyah (1982:159), faktor-faktor yang datang dari

keluarga yang mempengaruhi belajar siswa, yaitu :

a. Cara mendidik

Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah sekolah akan

menjadi siswa yang kurang bertanggung jawab, dan takut

menhadapi tantangan kesulitan. Juga orang tua yang mendidik

anaknya secara keras itu akan menjadi penakut.

b. Suasana keluarga

Hubungan antara anggota keluarga yang kurang intim,

menimbulkan suasana kaku, tegang di dalam keluarga,

menyebabkan anak kurang semangat untuk belajar. Suasana yang

menyenangkan, akrab dan penuh kasih sayang, memberi motivasi

c. Pengertian orang tua

Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak

sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah.

Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib

memberi pengertian dan dorongannya, membantu sedapat mungkin

kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi

guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.

d. Keadaan sosial ekonomi keluarga

Anak belajar memerlukan sarana-sarana yang kadang-kadang

mahal. Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan,

kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Namun bila

keadaan memungkinkan cukuplah sarana yang diperlukan anak,

sehingga mereka dapat belajar dengan senang.

e. Latar belakang

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga

mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak

ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong

semangat anak untuk belajar.

Menurut W.S Winkel (1989:109), keadaan sosial-ekonomi

menunjukan pada taraf kemampuan finansial keluarga yang dapat

bertaraf baik, cukup atau kurang. Keadaan inilah tergantung sampai

seberapa jauh keluarga dapat membekali siswa dengan perlengkapan

kebudayaan yang dimiliki keluarga, yang dapat tinggi, tengah atau

rendah. Dari keadaan ini tergantung kemampuan bagi anak untuk

berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orang tua dan anak,

serta pandangan keluarga mengenai pendidikan sekolah. Sebenarnya,

yang penting di sini bukanlah keadaan itu sendiri, melainkan kondisi

intern pada siswa yang timbul sebagai akibat dari keadaan itu. Namun,

akibat itu tidak harus timbul secara otomatis atau dengan sendirinya.

Sikap siswa sendiri terhadap keadaan itu, kerap menentukan apakah

kondisi intern akan menguntungkan belajar atau menghambatnya.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga

dan sikap anak dalam menanggapi lingkungannya dapat menentukan

keberhasilan pendidikan yang ditempuh. Agar anak dapat berhasil

dalam pendidikannya, maka harus diperhatikan segala sesuatu yang

dapat menunjang keberhasilan belajarnya.

b. Lingkungan Sekolah

Kemampuan belajar dimiliki manusia merupakan bekal yang

membuka kesempatan luas untuk memperkaya diri dalam hal

pengetahuan dan kebudayaan. Karena manusia mampu untuk belajar

maka dia berkembang, mulai dari lahir sampai mencapai umur tua.

Berdasarkan kesadaran tentang peranan proses belajar mengajar dalam

kehidupan anak didik, masyarakat telah mendirikan suatu institut yang

perkembangan yang diharapkan. Institut ini disebut sekolah (W.S

Winkel, 1989:2).

Pendidikan di sekolah sebagai akibat dari pemenuhan akan

pentingnya pendidikan, sekolah tidak hanya terdiri dari gedung saja

melainkan juga sarana dan prasarana lain yang menunjang pendidikan.

Sekolah merupakan tempat anak didik belajar, mempelajari sejumlah

materi pelajaran. Oleh karena itu harus diciptakan lingkungan sekolah

yang benar-benar dapat mendukung anak untuk belajar.

Menurut Roestiyah (1982:159-161), faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa yang datang dari sekolah yaitu :

a. Interaksi guru dan murid.

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim,

menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga

siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif

dalam belajar.

b. Cara penyajian.

Guru pada jaman dulu biasa mengajar dengan metode ceramah

saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat

saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang

baru, yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar

c. Hubungan antar murid.

Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka

tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada group yang saling

bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan

hubungan masing-masing individu tidak tampak.

d. Standar pelajaran di atas ukuran.

Guru berpendidikan, untuk mempertahankan wibawanya, kadang

memberi pelajaran di atas ukuran standard. Akibatnya anak merasa

kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang

tidak berhasil dalam mempelajari mata kuliahnya, guru semacam

itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang

mengingat perkembangan psikis dan kepribadian anak yang

berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam

menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan

siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan

dapat tercapai.

e. Media pendidikan.

Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk

sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya

belajar anak dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku di

perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Kebanyakan

sekolah masih kurang dalam memiliki media jumlah maupun

f. Kurikulum.

Sistem instruksional sekarang menghendaki proses belajar-

mengajar yang mementingkan kebutuhan anak. Guru perlu

mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan

yang mendetail, agar dapat melayani anak belajar secara

individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan

pedoman perencanaan yang demikian.

g. Keadaan Gedung.

Dengan jumlah siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan gedung

dewasa ini terpaksa kurang, mereka duduk berjejal-jejal di dalam

setiap kelas.

h. Waktu sekolah.

Akibat meledaknya jumlah anak yang masuk sekolah, dan

penambahan gedung sekolah belum seimbang dengan jumlah

siswa. Akibat selanjutnya banyak siswa yang terpaksa masuk

sekolah di sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertanggung-

jawabkan, karena anak harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk

sekolah. Mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan

sebagainya. Sebaiknya anak belajar di pagi hari, di mana pikiran

masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik.

i. Pelaksanaan disiplin.

Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga

jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, toh tidak ada sangsi.

Hal mana dalam proses belajar siswa perlu disiplin, untuk

mengembangkan motivasi yang kuat.

j. Metode belajar.

Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini

perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan

efektif pula hasil belajar siswa itu, termasuk pembagian waktu

untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau

terus-menerus, karena besok akan ujian. Dengan belajar demikian

siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit.

Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian

waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup

istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

k. Tugas rumah.

Waktu belajar adalah di sekolah, waktu di rumah biarlah digunakan

untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu

banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan di rumah,

sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang

lain.

c. Lingkungan Masyarakat

Siswa hidup di masyarakat. Hal demikian berarti siswa adalah

bagian dari warga masyarakat. Oleh karena itu siswa menjalin

tersebut terjadi dengan teman sebaya, dengan orang tua yang lebih tua

maupun dengan yang lebih muda. Menurut Roestiyah (1982:162), anak

perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisasinya.

Tetapi perlu di jaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang

buruk. Perbuatan yang tidak baik mudah menular pada orang lain.

Maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.

Keberadaan mass media dan televisi, serta banyak bacaan

berupa buku-buku, novel, majalah, koran, kurang dapat

dipertanggungjawabkan secara pendidikan. Kadang-kadang anak asyik

membaca buku yang bukan buku pelajaran, sehingga lupa akan tugas

belajar. Maka, bacaan perlu diawasi dan diseleksi. Televisi yang

banyak menyajikan hiburan yang berupa film-film akan dapat

mengakibatkan anak untuk malas belajar dan moral bagi anak akan

rusak misalnya adanya adegan kekerasan dan pemerkosaan. Hal ini

juga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan.

Siswa banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga itu sendiri merupakan bagian dari masyarakat.

Komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya, dapat memberikan

pengaruh yang baik atau pengaruh yang buruk bagi siswa. Pergualan

yang salah dapat mengakibatkan siswa lupa atas tanggung jawab

sendiri seorang pelajar.

Muhibbin Syah (1995:44), mengatakan bahwa kondisi sebuah

kemampuan ekonomi di bawah garis rata-rata dan tanpa fasilitas

umum seperti sekolah dan lapangan olah raga telah terbukti menjadi

lahan yang subur bagi pertumbuhan anak-anak nakal.

Anak-anak di lingkungan brutal memang tak mempunyai

alasan untuk tidak menjadi brutal, lebih-lebih apabila kedua orang

tuanya kurang atau tidak berpendidikan. Dengan kondisi masyarakat

yang demikian akan berpeluang untuk mempengaruhi sikap anak.

Anak dapat terseret pada kegiatan yang negatif yang dapat merusak

dirinya.

Sementara itu di masyarakat yang lingkungan anak-anaknya

rajin belajar, dapat menjadi daya dorong terhadap siswa yang lain

untuk rajin belajar. Roestiyah (1982:163) mengatakan bahwa di

lingkungan yang anak-anaknya rajin belajar, kemungkinan besar akan

terpengaruh untuk rajin belajar tanpa disuruh. Anak akan merasa malu

jika mendapat prestasi yang rendah, jika teman-teman di sekitarnya

mendapat prestasi belajar tinggi. Oleh karena itu anak akan berusaha

belajar keras agar tidak ketinggalan dengan teman-temannya. Apabila

teman-teman di sekitarnya itu teman sekelasnya, anak dapat

mengadakan belajar bersama. Belajar bersama ini dimaksudkan agar

Dokumen terkait