• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIK DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Teoritik

4. Lingkungan Belajar Siswa

Lingkungan belajar adalah keseluruhan keadaan yang melingkupi siswa atau keadaan yang dengan kehadirannya memberi pengaruh pada perkembangan siswa (Winkel, 2004:108). Lingkungan belajar siswa dibagi menjadi dua yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga (Prayitno, 1989:133). Lingkungan sekolah merupakan lingkungan belajar kedua bagi siswa setelah keluarga. Lingkungan sekolah dibagi menjadi dua yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Yang dimaksud lingkungan fisik adalah sistem pengaturan tempat duduk, ukuran kelas, ukuran sekolah dan komposisi siswa di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah hubungan antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

1. Lingkungan Fisik Sekolah

Lingkungan fisik sekolah adalah keadaan fisik sekolah yang memberikan pengaruh pada kegiatan belajar siswa yang berupa:

a. Pengaturan tempat duduk

Aktifitas belajar tertentu menuntut adanya perabotan, tipe bangku dan perlengkapan lainnya yang benar-benar memberikan kemungkinan bagi siswa untuk berpartisipasi dan berinteraksi serta keleluasan bagi guru untuk memperhatikan kelangsungan belajar siswa. Pengaturan tempat duduk tradisional menurut Gunawan (2009).

Gambar I.1

Pengaturan Tempat Duduk Tradisional

Pengaturan tempat duduk seperti ini sering dijumpai di kelas-kelas. Sistem seperti ini merupakan pengaturan tempat duduk yang tradisional. Pengaturan tempat duduk seperti ini memungkinkan siswa mendapatkan teman dalam belajar.

b. Ukuran Kelas

Aktivitas belajar siswa, perasaan saling menghargai atau menghormati antar siswa, aktivitas kelas atau kemampuan kreatifitas siswa seturut dengan bertambahnya jumlah siswa

dalam kelas. Kelas yang berukuran kecil dua kali lipat lebih efektif untuk meningkatkan aktivitas belajar daripada kelas yang besar (Sithu dalam Prayitno 1989).

Prayitno (1989) menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa pada kelas ukuran kecil lebih tinggi dibanding dengan kelas yang berukuran besar. Jumlah siswa dalam kelas yang efektif adalah antara 10-25 siswa.

c. Ukuran Sekolah

Barker dan Gump dalam Prayitno (1989) mengemukakan semakin besar ukuran sekolah, partisipasi masing-masing siswa dalam kegiatan sekolah akan semakin kecil. Sekolah yang jumlah siswanya kecil akan mendorong siswa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan sekolah. Sekolah yang padat jumlah siswanya menunjukkan tingkat cemas dalam pergaulan kelompok yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sekolah yang sedikit jumlah siswanya.

d. Komposisi Kelas

Komposisi kelas adalah pengaturan siswa-siswa di dalam kelas berdasarkan kemampuan atau bakat siswa. Prayitno (1989) menyimpulkan bahwa jika siswa dalam satu kelas semuanya terdiri dari siwa-siswa yang memiliki kemampuan rendah atau wajar, maka hal ini tidak memiliki hubungan yang berarti dengan prestasi belajar siswa. Siswa dalam kelompok ini akan terdorong

untuk meningkatkan prestasi. Bila dalam satu kelas terdiri dari siswa-siswa yang berkemampuan tinggi, maka prestasi belajar mereka akan meningkat dengan tajam.

2. Lingkungan Sosial Sekolah

Menurut Prayitno (1989:147) setiap orang membutuhkan pengalaman dari orang lain. Begitu pula dengan siswa, dalam lingkungan sosial sekolah, ini mengacu pada hubungan yang terjadi pada guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Siswa membutuhkan pengetahuan dari guru dan teman-temannya sebagai sumber motivasi siswa yang mempunyai kebutuhan sosial tinggi untuk berprestasi baik dan bekerja dengan temannya. Siswa yang mempunyai kebutuhan sosial rendah biasanya akan lebih bekerja sendiri. Teman sekelas atau teman sebaya merupakan salah satu faktor yang dapat membantu siswa termotivasi dalam rangka meningkatkan prestasi belajarnya. Menurut Vembriarto (1993:54) teman sebaya adalah kelompok yang terdiri dari sejumlah individu yang sama baik dalam hal usia, status pribadi atau pribadi sosialnya. Siswa yang kesulitan ketika sedang mengerjakan soal-soal dapat menanyakan kepada teman sekelasnya jikalau siswa itu memang malu jika harus menanyakannya kepada gurunya. Jadi, hubungan sosial perlu dikembangkan oleh guru maaupun oleh siswa.

Menurut Mudjiono (1999:49) siswa merupakan individu yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis . Setiap siswa akan menentukan sendiri bagaimana cara belajar dan sasaran belajar bagi

dirinya. Kualitas interaksi belajar antar siswa berlangsung secara intelektual maaupun sosio emosional, sehingga meningkatkan peluang pembentukan kepribadian seutuhnya, terutama yang berkaitan dengan kemauan dan bekerja sama dalam memecahkan masalah. Dukungan yang penting pada dasarnya adalah dukungan moril maaupun materiil dalam mewujudkan suatu rencana. Seorang siswa dapat menerima dukungan dari teman sekelasnya yang berupa kerjasama, perhatian yang diberikan teman sekelas, dan adanya sikap toleransi antar teman sekelas.

Hubungan yang kurang harmonis dapat menyebabkan beberapa kelompok menjadi tidak bersahabat dalam suatu kelas. Persaingan dalam belajar yang tidak sehat di antara kelompok dalam suatu kelas dapat menimbulkan keonaran-keonaran yang menyebabkan proses belajar terhambat. Oleh sebab itu ada baiknya bila di dalam kelas siswa saling memberikan dukungan yang positif, baik berupa kerjasama, perhatian maaupun adanya sikap toleransi.

Selain hubungan antar siswa, siswa juga harus menjaga hubungan dengan guru. Begitu pula dengan guru, guru juga harus menjaga hubungan yang harmonis antara guru dengan para karyawan di sekolah. Hubungan sosial guru dapat diwujudkan dengan tersedianya waktu dan tenaga untuk membina hubungan dengan orang tua siswa dan dalam menyelesaikan masalah sosial antar siswa.

Sikap guru terhadap siswa dapat diartikan sebagai kecenderungan seorang guru untuk berperilaku terhadap siswa (Sudjana, 1987:48). Menurut Prayitno (1989:48) tingkah laku guru dalam mengajar meliputi : (1) guru sebagai model, dimana sikap dan kepribadian guru akan dianut oleh siswa, (2) sikap guru terhadap tingkah laku siswa, (3) sikap guru terhadap karakteristik siswa, (4) sikap guru terhadap siswa yang berbeda jenis kelamin dan (5) sikap guru terhadap perbedaan prestasi belajar siswa.

3. Lingkungan Keluarga

Selain lingkungan sosial sekolah, lingkungan yang paling menentukan adalah lingkungan keluarga. Keinginan yang kuat dari orang tua supaya anaknya memiliki prestasi yang baik tetapi tidak disertai dengan perbuatan efektif tentu saja tidak akan membuahkan hasil yang baik. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi siswa. Lingkungan keluarga terdiri dari ayah, ibu, kakak, adik, dan keluarga yang lain. Peran orang tua untuk memotivasi belajar menurut Prayitno (1989:154) dapat diwujudkan dengan penghargaan misalnya : (1) aktifitas siswa dengan orang tua (rekreasi, memasak, membaca, dan lain-lain), (2) membuatkan masakan khusus yang disukai oleh anak (3) memberi kesempatan untuk melakukan kegiatan khusus (hobbi), (4) membelikan alat-alat permainan (bagi anak kecil) dan (5) memberi kebebasan waktu untuk bermain dan menonton TV. Keluarga yang tidak mampu cenderung tidak dapat menyediakan penghargaan-penghargaan seperti yang telah disebutkan di

atas, dan hal ini akan mengganggu anak dalam belajar. Keadaan anak yang sulit juga dapat menjadikan anak sulit berkonsentrasi pada pelajaran karena memikirkan sesuatu untuk menutupi keadaan keluarga yang kurang (Winkel, 1986).

Selain apa yang telah disebutkan di atas mengenai lingkungan belajar siswa, Nasution (2001:41) menyatakan lingkungan belajar adalah lingkungan yang dapat mempengaruhi belajar peserta didik seperti lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Prayitno (1997:51) mengklasifikasikan lingkungan belajar menjadi dua macam.

a. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik berkaitan dengan material yang ada di luar peserta didik yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar, baik yang bersumber dari lingkungan sekolah maaupun keluarga dan masyarakat. Sebagai contoh yaitu kerapian lingkungan belajar baik yang ada di rumah, sekolah, maaupun masyarakat.

b. Lingkungan Non Fisik

Lingkungan non fisik yang dimaksud adalah segala stimulus yang ada di luar diri peserta didik yang secara mental dapat mempengaruhi aktivitas belajarnya, baik yang bersumber dari lingkungan sekolah maaupun keluarga dan masyarakat. Sebagai contoh adalah kondisi lingkungan belajar yang berisik, keluarga yang broken home, dan penerimaan sosial yang tidak baik.

Dari berbagai pendapat di atas mengenai lingkungan belajar, dapat disimpulkan bahwa lingkungan belajar siswa merupakan suatu keadaan yang melingkupi siswa dan memberikan pengaruh siswa dalam proses belajar siswa, dimana pengaruh tersebut meliputi pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik ataupun non fisik dan baik yang ada di lingkungan sekolah, keluarga maaupun lingkungan masyarakat dimana siswa tersebut berada.

Dokumen terkait