• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.3 Lingkungan dan Kondisi Fisik Tata Ruang Perpustakaan

Penataan ruang perpustakaan yang serasi, bersih dan tenang dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna perpustakaan untuk berlama-lama berada di perpustakaan, serta dapat meningkatkan kinerja petugas perpustakaan. Untuk itu, penataan ruangan perlu dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek.

Salah satu cara yang dilakukan perpustakaan adalah melalui penataan ruangan yang menarik dan fungsional. Selain itu, perpustakaan harus memperhatikan faktor lingkungan fisik pada tata ruang perpustakaan, karena lingkungan dan kondisi fisik tata ruang yang baik dapat mempengaruhi hasil kerja seseorang. Bila kondisi lingkungan kerja baik, keadaan seseorang tersebut mampu melakukan kegiatannya secara optimal dengan baik, sehat, nyaman, dan tenang.

Darmono (2001: 205) menyatakan bahwa:

”Unsur kelengkapan-kelengkapan khusus dalam penataan ruangan yang perlu diperhatikan adalah tingkat intensitas penerangan, pengaturan udara dan ventilasi, warna-warna yang diinginkan, tata letak serta pengaturan akustik ruangan agar kedap suara dan tidak menimbulkan pantulan gelombang suara yang menyebabkan ruangan menjadi bergema.”

Sedangkan menurut Lasa (2005:161), yang termasuk fisik tata ruang perpustakaan adalah:

1. Tata Letak

2. Temperatur (Suhu Ruangan) 3. Pencahayaan (Penerangan) 4. Pewarnaan.

5. Akustik.

Berdasarkan pendapat di atas, maka lingkungan dan fisik tata ruang perpustakaan meliputi tata letak, ventilasi, pencahayaan/penerangan, pewarnaan dan akustik/suara.

Perpustakaan yang memiliki lingkungan dan fisik tata ruang perpustakaan yang baik disertai dengan perabot perpustakaan yang memadai, merupakan bagian yang sangat menentukan dalam memberikan pelayanan. Perabot dan perlengkapan perpustakaan yang dimiliki dapat menentukan keberhasilan layanan serta meningkatkan citra perpustakaan. Agar pengguna perpustakaan merasa nyaman di perpustakaan, maka perpustakaan harus ditata dengan baik, sirkulasi udara yang baik, nyaman dan mudah diakses.

2.3.1 Tata Letak

Dalam penataan ruang ditentukan oleh banyak hal, diantaranya luas ruangan yang ada, sistem pelayanan yang dipakai, serta perabot dan perlengkapan yang disediakan dan juga tata letak ruang menurut fungsi dan pelayanannya.

Untuk itu perlu diadakan penataan dan pengaturan perabot dan perlengkapan perpustakaan sedemikian rupa, agar:

1. Tidak terjadi hambatan lalu lintas pemakai pelaksanaan kerja di setiap ruangan dan antar ruang.

2. Terlihat suatu gambaran yang wajar dan menarik.

3. Terdapat keleluasaan bergerak yang wajar dari pemakai perpustakaan maupun pelaksanaan kerja.

4. Adanya efisien pemakaian ruangan. (Perpustakaan Nasional RI, 1992: 175)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perpustakaan harus mengadakan bimbingan pustakawan dari seorang desain interior dalam pelaksanaan teknik penataan ruangan maupun perabotan dan perlengkapan perpustakaan. Sehingga diharapkan dapat menata dan mengatur ruang-ruang perpustakaan, serta tata letak perabot dan perlengkapan dalam ruangan perpustakaan agar dapat dimanfaatkan secara efektif oleh penggunanya. Di samping itu juga, tata letak perabot juga harus mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, agar dapat menghilangkan kesan yang membosankan dan menyesakkan pandangan bagi pengguna, serta memberikan kesan yang baik, menyenangkan dan mudah menggunakannya.

2.3.2 Sistem Ventilasi

Setiap bangunan perpustakaan mempunyai sistem ventilasi yang berbeda-beda, karena ventilasi merupakan salah satu komponen yang terdapat pada lingkungan dan kondisi fisik dari tata ruang perpustakaan. Penggunaan ventilasi yang berbeda-beda pada perpustakaan, disebabkan adanya kebutuhan yang berbeda-beda pula.

Dengan adanya ventilasi yang cukup, yang membantu pertukaran udara dengan lancar, maka dapat memberikan kenyamanan dan kesegaran udara bagi para pegawai yang bekerja di perpustakaan maupun penggunanya.

Sulistiyo-bahwa, ”Perpustakaan yang terang dan sejuk berkat ventilasi yang baik akan lebih besar peluangnya untuk menarik perhatian pengunjung serta menyenangkan staf perpustakaan”. Untuk itu ventilasi pada perpustakaan perlu di perhatikan, karena selain untuk petugas dan penggunanya, ventilasi juga diperlukan untuk bahan pustaka.

Purwati (2007: 9) menyatakan bahwa, terdapat 2 macam system ventilasi yang digunakan perpustakaan yaitu:

1. Ventilasi pasif adalah ventilasi yang didapat dari alam caranya membuat lubang angin atau jendela pada sisi dinding yang berhadapan serta sejajar dengan arah angin lokal. Luas lubang angin atau jendela diusahakan sebanding persyaratan dan fasilitas ruang (10% dari ruang bersangkutan). Bila menggunakan ventilasi pasif seperti ini sebaiknya rak tidak ditempatkan dekat jendela demi keamanan koleksi dan terhindar dari matahari langsung.

2. Ventilasi aktif adalah ventilasi yang menggunakan sistem penghawaan buatan yaitu menggunakan AC (Air Conditioning). Karena temperatur dan kelembaban ruang perpustakaan yang stabil maka dapat menjaga keawetan koleksi dan peralatan tertentu seperti koleksi langka, pandang dengar dan komputer.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disampaikan bahwa 2 jenis ventilasi tersebut memiliki peranan penting dari masing-masing fungsinya. Dimana penentuan lubang ventilasi pasif harus ditempatkan sesuai dan sebanding persyaratan dan fasilitas ruang yang bersangkutan agar kondisi ruang mempunyai tingkat kelembaban yang rendah sehingga keamanan koleksi buku dan bahan pustaka dapat terjamin dan terhindar dari matahari langsung. Ventilasi aktif AC/kipas angin juga akan bermanfaat untuk menjaga kondisi temperatur dan kelembaban ruang perpustakaan stabil sehingga ruangan terasa nyaman dan koleksi perpustakaan maupun peralatan tertentu terjamin keawetannya serta mencegah gangguan serangga dan cendawan pada buku.

Adapun secara umum ruangan perpustakaan yang perlu dijaga kondisi temperatur dan kelembabannya adalah:

1. Area penyimpanan penggunaan multimedia 2. Area koleksi

3. Area koleksi buku 4. Ruang baca

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disampaikan bahwa pentingnya pengaturan suhu pada ruangan perpustakaan. Menurut buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004: 131), ”Tingkat pengkodisian ruang yang diinginkan adalah sebagai berikut: temperatur 22-24oC (untuk ruang koleksi buku, ruang baca dan ruang koleksi), 20oC (ruang komputer) dan kelembaban 45-55%”. Agar kenyamanan ruangan perpustakaan terjaga, maka diperlukan pemasangan alat pengatur suhu, misalnya:

1. Memasang AC (Air Conditioning) untuk mengatur udara di dalam ruangan.

2. Mengusahakan agar peredaran udara dalam ruangan itu cukup baik, misalnya dengan memasang lubang-lubang angin dan membuka jendela pada saat kegiatan diperpustakaan sedang berlangsung.

3. Memasang kipas angin untuk mempercepat pertukaran udara dalam ruangan. Kecepatan pertukaran ini mempengaruhi kenyamanan udara. Adapun kecepatan udara yang ideal adalah berkisar antara 0,5 – 1 m/detik. (Lasa, 2005: 168)

2.3.3 Sistem Penerangan

Penerangan di ruangan perpustakaan harus diatur dan mendapat perhatian cukup, sehingga tidak terjadi penurunan gairah atau membuat silau. Dalam hal ini setiap perpustakaan diharuskan memperhatikan aspek penerangan, mulai dari lampu yang digunakan, ketahanan lampu, efek penerangan bagi penglihatan dan cahaya yang dihasilkan lampu apakah menyilaukan atau tidak.

Di samping itu juga, kelebihan penerangan/cahaya pada ruangan perpustakaan perlu dihindarkan, karena dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti:

1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2. Kelelahan mental.

3. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata. 4. Keluhan kerusakan penglihatan.

5. Meningkatkan kecelakaan. (Lasa, 2005: 169)

Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa orang tidak dapat beraktifitas seperti membaca dan bekerja dengan baik tanpa penerangan/cahaya yang cukup. Juga sebaliknya bila terkadang penerangan yang melebihi dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti uraian di atas. Penerangan/cahaya yang

Dalam buku Perpustakaan Pergururan Tinggi: Buku Pedoman (2004: 131) ditetapkan daftar intesitas cahaya untuk setiap ruangan dalam sebuah perpustakaan, adalah sebagai berikut:

1. Area baca (ruang majalah dan surat kabar) 200 lumen 2. Meja baca (ruang baca umum) 400 3. Meja baca (ruang baca rujukan) 600

4. Area sirkulasi 600

5. Area pengolahan 400

6. Area akses tertutup (closed access) 100

7. Area koleksi buku 200

8. Area kerja 400

9. Area pandang dengar 100

Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan agar penerangan dapat tercukupi dan menghindarkan terjadinya penurunan gairah membaca serta tidak membuat silau, dengan cara:

1. Menghindari sinar matahari langsung.

2. Memilih jenis lampu yang dapat memberikan sifat dan tarif penerangan yang tepat dengan kebutuhan, misalnya:

- Lampu pijar : memberikan cahaya setempat.

- Lampu TL/PL/Fluorescent : memberi cahaya yang merata.

- Lampu Sorot : memberi cahaya yang terfokus pada objek tertentu. (Purwati, 2007: 8).

2.3.4 Sistem Pewarnaan

Dalam perencanaan ruang perpustakaan perlu dipahami sifat dan pengaruh warna. Warna mempengaruhi suasana orang bekerja dan membaca di perpustakaan. Warna juga mempengaruhi tingkat emosi seseorang yang bisa membuat suasana menjadi nyaman, hangat dan romantis. Menurut Purwono dalam Suriyanto (2006: 355) bahwa:

”Pemilihan warna untuk suatu ruangan agar tampil indah dan nyaman dipadukan dengan perabot, asesoris pendukung, tata ruang (lay-out) serta sistem pencahayaan akan menghadirkan suasana ruang yang berbeda-beda. Seperti warna terang (kuning, orange, merah) membuat ruangan terasa meriah, hangat serta akrab”.

Penggunaan warna di dalam ruangan perpustakaan perlu diperhatikan, karena dapat mempengaruhi efektifitas kegiatan yang dilakukan oleh pengguna maupun petugas perpustakaan. Lasa (2005: 164) menyatakan bahwa, warna yang kondusif untuk ruangan perpustakaan antara lain:

1. Warna merah, menggambarkan panas, kegemaran dan kegiatan bekerja. Warna ini berguna untuk merangsang panca dan jiwa agar bersemangat dalam melaksanakan tugasnya.

2. Warna kuning, menggambarkan kehangatan. Warna ini akan merangsang mata dan syaraf yang dapat menimbulkan gembira.

3. Warna hijau menimbulkan suasana sejuk dan kedamaian. Oleh karena itu, warna ini cocok untuk tempat-tempat ibadah, perpustakaan, rumah tinggal dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa warna memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap emosi manusia, dapat berpengaruh negatif bila menggunakan warna yang salah yaitu menggunakan warna yang tidak sesuai atau paduan warna yang tidak sesuai. Sebaliknya warna juga berpengaruh positif bila menggunakan warna yang dapat membuat kita nyaman, betah berada di ruangan dalam waktu yang cukup lama.

Darmono (2001: 202) menyatakan bahwa, ”Pilihan warna dinding juga dapat mempengaruhi rasa tenang. Karena perpustakaan memerlukan suasana tenang, maka pilihan warna dasar ruangan hendaknya jangan terlalu tajam dan mencolok. Warna netral dan tenang sangat menunjang suasana tenang di perpustakaan”.

Memilih warna dinding dan perabot yang mendominasi ruangan, dapat memantulkan atau menyerap sinar datang. Untuk itu perlu diperhatikan intensitas pemantulan warna antara lain:

1. white (putih) 80

2. Salmon (blewah) 53

3. Ivory muda (krem) 71

4. Pale apple green (hijau apel) 51 5. Apricot beige (kuning kunyit) 66 6. Medium grey (abu-abu) 43 7. Lemon yellow (kuning muda) 65 8. Light green (hijau muda) 41 9. Ivory (kuning gading) 59 10. Pale blue (biru muda) 41 11. Light buff (coklat muda) 56 12. Deep rose (merah mawar) 12 13. Peach (kuning tua) 53 14. Drak green (hijau tua) 9 (Depdiknas RI, 2004: 132)

Pemilihan warna yang tepat dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang cukup dan memberikan kesan-kesan terhadap ruang tersebut, yaitu antara lain:

1. Suasana yang menyenangkan dan menarik.

2. Secara tidak langsung dapat meningkatkan semangat dan gairah dalam beraktifitas. Dengan demikian diharapkan akan mampu meningkatkan produktifitas dan efektifitas.

3. Mengurangi kelelahan. (Lasa, 2005:166)

Penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang diwarnai secara psikologis mempengaruhi para petugas serta pembaca di ruangan tersebut. Tiap warna memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap perilaku dan sikap manusia, sehingga warna menentukan kenyamanan suatu perpustakaan. Pemilihan warna pada dinding ruangan dan perabot juga dapat mempengaruhi penerangan di perpustakaan. Oleh karena itu, pengelola perpustakaan harus mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan warna-warna yang dipilih untuk dipergunakan pada ruangan-ruangan yang ada di perpustakaan.

2.3.5 Sistem Akustik

Kenyamanan ruangan dipengaruhi oleh kenyamanan suara, baik dari dalam ruangan atau dari luar. Suara merupakan faktor fisik tata ruang perpustakaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi konsentrasi kerja seseorang. Untuk itu, pihak penyelenggara perpustakaan sebaiknya memperhatikan sistem akustiknya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan bangunan perpustakaan yaitu:

1. Pemenuhan tingkat intensitas suara (noise creteria) yang memadai dalam setiaap fungsi ruang berikut:

Ruang baca NC 3035

Ruang buku NC 3035

Ruang kerja umum NC 3035

Ruang audio NC 2025

Ruang kelas NC 25

2. Mengurangi secara optimal gangguan suara dari luar dengan menetapkan sistem pemilihan bangunan dan rancangan sisi luar bangunan, baik buruk rancangan bentuk maupun bahan bangunan.

3. Menerapkan sistem kompartemensi sumber suara, yaitu dengan pendaerahan ruang-ruang yang merupakan sumber suara pada lokasi/daerah terisolasi.

4. Penggunaan bahan bangunan yang dapat mereduksi suara lantai/langit-langit/dinding pada ruang-ruang yang dianggap dapat menjadi sumber suara dan pada ruang yang memerlukan intensitas suara yang rendah. Misalnya dengan menggunakan bahan karpet pada area yang menjadi jalur lalu lalang pengguna perpustakaan. (Depdiknas RI, 2004: 133).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam merencanakan suatu ruang perpustakaan perlu diperhatikan sistem akustiknya, karena suara/bunyi dapat mempengaruhi ketenangan kerja/membaca dan daya tahan bekerja.

Dokumen terkait