• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan Fisik Pesisir dan Perairan

Dalam dokumen Sampul Depan Disain Cover : Siti Balkis (Halaman 23-42)

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Lingkungan Fisik Pesisir dan Perairan

Pulau Siberut, Pulau Sipora dan Pulau Pagai terletak di sebelah tenggara Pulau-Pulau Batu, dan masih berada di jalur tumbukan antara lempeng Indo - Australia dan lempeng Eurasia (Gambar 4). Kedua pulau tersebut berbentuk memanjang arah barat laut - tenggara, sejajar dengan arah jalur tumbukan antar lempeng. Bentuk seperti ini menunjukkan bahwa pulau-pulau yang berada pada jalur ini dibentuk oleh aktifitas tektonik yang di akibatkan oleh tumbukan antar lempeng tersebut. Pulau Siberut memiliki relief datar hingga berombak dengan ketinggian pada puncak bukitnya dapat mencapai ± 300 m di atas permukaan laut dan kemiringan lereng berkisar antara 25o hingga 45o. Wilayah datar cukup luas terdapat di sebelah tenggara dan selatan pulau yaitu di daerah Muara Siberut, Semangkat, Taileleo, dan Muara dengan kemiringan lereng < 5o dan ketinggian < 10 m di atas permukaan laut, sehingga membentuk permukaan yang landai.

Gambar 4. Peta topografi Pulau Siberut Selatan dan Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai, 2011.

9

Kondisi yang tidak jauh berbeda, terdapat juga di Pulau Sipora, hanya saja pulau ini memiliki ukuran yang lebih kecil daripada Pulau Siberut. Lokasi tertinggi mencapai ketinggian > 250 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng pada puncak bukit berkisar antara 25o hingga 45o. Wilayah datar cukup luas terdapat di daerah Patdarai. Jika dilihat pada Gambar 4, wilayah tersebut terdapat di pesisir timur Pulau Sipora.

Kedalaman perairan baik ke arah barat maupun timur berangsur-angsur semakin dalam hingga mencapai 1000 m di bawah permukaan laut. Hanya saja lereng dasar perairan lebih curam kearah barat daripada ke arah timur. Hal ini disebabkan karena pada bagian barat merupakan zona penunjaman lempeng, sehingga memungkinkan terbentuknya dasar perairan yang lebih curam dan lebih dalam.

Gambar 5. Peta topografi Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan, Kabupaten Mentawai, 2011

Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan masih merupakan bagian dari Kabupaten Mentawai, dan terletak di sebelah Tenggara Pulau Sipora, sehingga masih berada di jalur tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia (Gambar 5). Bentuk pulau memanjang Barat Laut – Tenggara sejajar dengan jalur tumbukan lempeng. Relief pulau datar hingga berbukit dengan ketinggian dapat mencapai 250 m di atas permukaan laut. Kemiringan lereng pada puncak bukit mencapai 45o dan berkurang pada wilayah lereng bukit dengan kisaran 15o hingga 25o. Wilayah datar di sepanjang pantai memiliki lereng landai dengan kemiringan lereng < 5o.

Kondisi dasar perairan berangsur-angsur semakin dalam kearah Timur dan Barat pulau. Kedalaman perairan mencapai 500 - 1000 m di bawah permukaan laut berada ± 80 km di sebelah Barat kedua pulau

10

tersebut. Gradasi perubahan kedalaman kearah Barat lebih rapat daripada ke arah timur. Hal ini menunjukkan bahwa lereng dasar perairan sebelah Barat lebih curam dibandingkan lereng dasar perairan di sebelah timur. Lereng yang curam pada perairan sebelah barat disebabkan karena pada wilayah tersebut merupakan zona tumbukan antara lempeng samudra (Indo-Australia) dan lempeng benua (Eurasia).

III.2. KARANG

Dari hasil pengamatan ditemukan 31 jenis karang batu yang masuk dalam 11 suku (Lampiran 2). Keanekaragaman jenis karang batu di semua stasiun umumnya rendah.

Pertumbuhan karang umumnya berupa ”patches” yaitu bongkahan-bongkahan kecil. Dari 9 stasiun diperoleh persentase tutupan karang hidup berkisar antara 1,23 – 66,60% dengan nilai rata-rata 21%. Nilai persentase ini masih lebih rendah dibandingak hasil pengamatan 2010 (4,00 – 69,17%) dengan rata-rata 23,96%. Nilai persentase tutupan karang hidup yang dicatat dalam pengamatan ini (2011) menunjukkan bahwa kesehatan karang secara umum masuk dalam kategori “jelek”. .

Dari sembilan stasiun yang diamati, hanya stasiun MTWL84 yang memiliki nilai persentase tutupan karang yang masuk dalam kategori “baik”, yaitu 66,60%, namun nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil pengamatan 2010 (69,17%) pada stasiun yang sama. Sedangkan 8 stasiun lainnya memiliki nilai peresentase tutupan < 40%.

Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat dari sembilan lokasi, hasil pengamatan pada tahun yang berbeda (2007, 2008, 2009 dan 2010) disajikan pada Gambar 6, 7, 8, 9 dan 10, sementara histogram perbandingan tutupan karang hidup antar waktu pengamatan disajikan dalam Gambar 11.

11

Gambar 6. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua, Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2007.

Gambar 7. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2008.

12

Gambar 8. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2009.

Gambar 9. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2010.

13

Gambar 10. Histogram persentase tutupan, kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.

Gambar 11. Histogram persentase tutupan karang hidup hasil studi “baseline” (2007) dan “monitoring” (2008, 2009 dan 2010) dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.

14

III.2.1. Hasil Pengamatan Karang

Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kondisi abiotik hasil monitoring tahun 2011 (t4) di lokasi transek dijelaskan per stasiun pengamatan, sedangkan peta-peta tematiknya digabung untuk masing-masing pulau.

Stasiun MTWL52 (Tenggara P. Tabanan)

Lokasi pengamatan merupakan rataan karang mati yang landai dan berada kurang lebih 1 km dari pantai. Tipe terumbu termasuk karang tepi yang mengalami pertumbuhan ke arah luar. Dasar perairan umumnya keras, terdiri dari patahan karang mati yang ditumbuhi acidian, pasir dan bongkahan karang mati. Lereng terumbu sangat landai kemudian langsung terjal sampai kedalaman 20 m.

Persentase tutupan karang hidup mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pengamatan pada tahun sebelumnya yaitu dari 4,00% menjadi 1,23%. Penurunan terjadi pada pada kategori karang Non-Acropora, demikian juga dengan kategori karang Acropora di mana pada tahun sebelumnya tercatat 2,33% namun sekarang tidak dijumpai samasekali. Jenis Acropora spp. merupakan kelompok karang yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Jenis ini dapat tumbuh dengan cepat, namun dapat mati dengan cepat pula. Kategori bentik “Dead Coral with Algae” (DCA) mencapai 98,77%. Hal ini menunjukkan bahwa patahan karang (rubble) sudah ditumbuhi alga filament, sehingga kategori ” Rubble” berbah menjadi “DCA”. Kondisi karang dilokasi ini dikategorikan “jelek”.

Stasiun MTWL53 (Tenggara P. Tabanan)

Lokasi pengamatan merupakan gosong karang yang berada ± 1 km dari pantai. Tipe terumbu termasuk karang tepi yang mengalami pertumbuhan ke arah luar dan terpisah menjadi gosong karang. Dasar perairan umumnya keras, terdiri dari patahan karang mati, pasir dan bongkahan karang mati. Lereng terumbu sangat landai kemudian langsung terjal sampai kedalaman 15 m.

Persentase tutupan karang hidup tercatat 13,57% yang terdiri dari tutupan karang Acropora 1,47% dan Non-Acropora 12,10%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan pengamatan pada tahun sebelumnya, namun untuk karang jenis Acropora spp. tidak mengalami penurunan bahkan cenderung meningkat. Persentase tutupan “DCA” cukup tinggi yaitu 86,43%. Kategori “DCA” tersebut mengalami peningkatan karena tutupan “rubble “ seiring dengan berjalannya waktu akan menjadi “DCA”. Kondisi karang di lokasi ini juga masuk dalam kategori” jelek”.

Stasiun MTWL61 (Gosong Pesisir Timur Desa Saliguma)

Lokasi pengamatan berada di pesisir timur Pulau Siberut, dengan pertumbuhan karang terpisah-pisah menjadi kelompok-kelompok kecil (patch reef) di tempat yang dangkal dengan kedalaman 4 meter. Dasar perairan didominasi oleh substrat keras dan sebagian ditutupi oleh patahan

15

karang mati yang ditumbuhi alga, pasir dan bongkahan-bongkahan karang mati. Lereng terumbu relatif landai dan kadang-kadang tidak jelas sampai kedalaman 15 meter.

Persentase tutupan karang hidup tercatat 11,53% yang terdiri dari tutupan karang Acropora 3,07% dan karang Non-Acropora 8,47%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan persentase, khususnya dari kategori karang Acropora. Persentase tutupan kategori “DCA” tercatat sebesar 82,90%, sedangkan “Rubble” menurun menjadi 3,83%. Kondisi karang masuk dalam kategori “jelek”.

Stasiun MTWL64 (Depan Teluk Saribua)

Lokasi ini memiliki pantai dengan vegetasi yang didominasi oleh bakau. Kondisi perairan pada saat pengamatan cukup tenang tetapi kecerahan agak rendah. Transek dilakukan pada kedalaman 6 m, yang berada pada jarak ± 100 m dari garis pantai. Substrat dasar didominasi oleh patahan karang dan “turf algae” (TA). Jenis karang batu yang dominan yaitu Porites nigrecens, Porites lobata, Fungia spp. dan Favia sp. Lokasi ini merupakan daerah perlindungan laut (DPL) yang masih berada pada pesisir timur Pulau Siberut.

Gambar 12. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.

16

Gambar 13. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT” di perairan Samukop, Pulau Siberut bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.

Persentase tutupan karang hidup dicatat 20,63% atau mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan terjadi untuk kategori karang Acropora yaitu dari 1,30% menjadi 0,70%, sedangkan karang Non-Acropora 22,70% menjadi 19,93%. Persentase tutupan “DCA” tercatat sebesar 40,97% sedangkan Spong (SP) mengalami peningkatan dari 3,90% menjadi 12,40. Kondisi karang masuk dalam kategori “jelek”. Hasil pengamatan untuk keempat lokasi ini disajikan dalam bentuk peta tematik pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Stasiun MTWL76 (Pesisir Tenggara Desa Bosua, Pulau Sipora)

Lokasi ini berada pada bagian timur pesisir Bosua, di selatan Pulau Sipora. Daerah pesisir merupakan pantai berpasir dengan vegetasi utama tanaman kelapa. Perairan terbuka dengan arus dan gelombang cukup kuat, namun jernih dengan jarak pandang mencapai 10 m. Tipe terumbu adalah karang tepi dengan rataan terumbu cukup luas dengan jarak lebih kurang 500 m dari pantai. Dasar perairan terdiri dari substrat keras, patahan karang mati dan sedikit bongkahan karang mati. Tubir jelas dengan lereng terumbu agak curam sekitar 60o. kondisi di lapangan menunjukkan bahwa lokasi ini adalah bekas pengeboman.

Persentase tutupan karang hidup tercatat 19,70%. Dibandingkan dengan pengamatan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan pada kategori karang Non-Acropora yaitu dari 21,20% menjadi 15,50%, sedangkan untuk kategori karang Acropora mengalami peningkatan dari

17

2,40% menjadi 4,20%. Persentase tutupan kategori “DCA” mengalami peningkatan yang diikuti oleh penurunan pada kategori rubble. Hal ini juga menunjukkan bahwa tutupan “Rubble” mengalami perlekatan oleh crustose alga sehingga menjadi kategori “DCA”. Kondisi karang dilokasi ini masuk dalam kategori “jelek”.

Stasiun MTWL78 (Pesisir Tenggara Desa Bosua, Pulau Sipora)

Stasiun ini terletak pada pesisir timur paling utara dari Desa Bosua, P. Sipora. Daerah pesisir merupakan pantai dengan vegetasi mangrove dan sedikit bagian berpasir dan batuan cadas dengan vegetasi umumnya kelapa, mangrove dan hutan hujan. Kawasan perairan dimanfaatkan sebagai daerah tangkapan nelayan lokal dan lokasi wisata bahari. Perairan sedikit agak terlindung dengan arus dan gelombang tidak besar, keruh dengan jarak pandang 4-5 m. Dasar perairan berpasir dengan sedikit patahan karang mati ditumbuhi alga, bongkahan karang mati dan pertumbuhan beberapa karang hidup bentuk massive. Lereng terumbu landai dan dangkal sampai kedalaman 6 m.

Persentase tutupan karang hidup dicatat 35,63%. Dibandingkan dengan pengamatan tahun sebelumnya mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi untuk kategori karang Acropora dari 3,60% menjadi 5,80% dan kategori karang Non-Acropora dari 27,80% menjadi 29,83%. Persentase tutupan “DCA” cukup tinggi yaitu 39,37%, kemudian spong 19,90% menurun menjadi 13,10%. Kategori biota lainnya (OT) dari 1,40% mningkat menjadi 10,60%. Karang lunak (SC) juga sedikit mengalami peningkatan dari 0,77% menjadi 0,83%. Kondisi karang di lokasi ini masuk dalam kategori “sedang”. Hasil pengamatan di dua lokasi ini disajikan dalam bentuk peta tematik pada Gambar 14 dan Gambar 15.

Stasiun MTWL81 (Timur P.Slatanusa)

Lokasi ini terletak di pesisir timur laut Pulau Pagai Selatan yang merupakan gosong karang Vegetasi pantai didominasi oleh bakau dan tanaman pantai. Jenis karang yang dominan yaitu Pocillopora verrucosa dan Acropora spp. Kerusakan terumbu karang akibat pola gelombang dan arus yang kuat. Substrat dasar terdiri dari pasir dan patahan karang mati yang ditumbuhi alga.

Persentase tutupan karang hidup sebesar 11,93% atau mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 13,83%. Penurunan terjadi hanya untuk kategori karang Acropora dari 7,20% menjadi 4,87%, sedangkan untuk kategori karang Non-Acropora dari 6,63% menjadi 7,07% atau terdapat peningkatan. Persentase tutupan kategori bentik yang tertinggi adalah “DCA” dengan nilai sebesar 81,40%. Tingginya nilai “DCA” dan rendanya nilai tutupan karang hidup menunjukkan bahwa kondisi karang dilokasi ini masuk kedalam kategori “jelek”.

18

Gambar 14. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.

Gambar 15. Peta persentase tutupan karang hidup hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Bosua, Pulau Sipora bagian selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.

19

Stasiun MTWL84 (Timur Selat Sikakap)

Stasiun ini berada pada pesisir bagian utara Pulau Pagai Selatan di depan mulut selat. Hampir sebagian besar daerah pesisirnya ditumbuhi mangrove. Panjang rataan terumbu 150 m dari pantai dengan dasar perairan sebagian besar merupakan endapan patahan karang mati yang telah ditumbuhi alga dan biota bentik lainnya. Lereng terumbu sangat landai, sampai kedalaman 15 m.

Dari hasil transek dicatat persentase tutupan karang hidup adalah 66,60%. Dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun sebelumnya mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi pada kategori karang Non-Acropora dari 68,63% menjadi 65,57%, sedangkan untuk kategori karang Acropora dari 0,53% menjadi 1,03% atau naik sebesar 0,50%. Persentase tutupan karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) tercatat hanya sebesar 18,27%. Nilai ini adalah nilai yang terkecil dari seluruh lokasi. Kategori biota lain (OT) tercatat 7,83% atau meningkat dari tahun sebelumnya, sedangkan “fleshy seaweed” mengalami penurunan dari 2,40% menjadi 0,80%. Kondisi karang dikategorikan “baik”, dan tercatat merupakan persentase tutupan tertinggi dari sembilan lokasi yang diamati.

Stasiun MTWL91 (Desa Sikakap, Timur Pagai Utara)

Lokasi pengamatan merupakan sebuah gosong karang (patch reef) yang berada pada pesisir bagian utara Desa Sikakap. Panjang rataan terumbu kurang lebih sekitar 1 km. Perairan menghadap ke laut lepas, pada waktu pengamatan perairan relatif tenang dengan arus dan gelombang tidak terlalu besar, agak keruh dengan jarak pandang sekitar 6 meter. Dasar perairan didominasi oleh pasir, patahan karang mati dan sedikit karang hidup. Batas tubir cukup jelas dengan lereng terumbu agak landai sampai kedalaman 20 m.

Persentase tutupan karang hidup dicatat 8,17% atau menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 15,37%. Penurunan persentase terjadi pada kategori karang Non-Acropora dari 14,83% menjadi 5,17%, sedangkan untuk kategori karang Acropora meningkat dari 0,53% menjadi 3%. Penurunan tutupan persentase tutupan karang tersebut dikuti dengan peningkatan kategori “DCA” dari 38,20% menjadi 70,93%. Untuk kategori “Fleshy seaweed” juga tercatat paling tinggi dari seluruh lokasi pengamatan yaitu sebesar 1,33%. Persentase tutupan kategori “Rubble” menurun dari 42,70% menjadi 12,07%. Kondisi karang dilokasi ini masuk dalam kategori “jelek”. Hasil pengamatan untuk ketiga lokasi ini ditunjukkan dalam Gambar 16 dan Gambar 17.

20

Gambar 16. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.

Gambar 17. Peta persentase tutupan karang hidup hasil “monitoring” dengan metode “LIT” di perairan Sikakap, Pulau Pagai bagian timur, Kabupaten Mentawai, 2011.

21

III.2.2. Hasil Analisa Karang

Pengamatan kondisi terumbu karang di wilayah perairan Mentawai tahun 2011 (t4) mencakup sembilan stasiun permanen seperti pada penelitian baseline tahun 2007 (t0). Plot interval untuk masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % disajikan dalam Gambar 18.

Gambar 18. Plot interval rerata kategori biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan (t0 – t4) dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % , dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011

Untuk melihat apakah ada perbedaan persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat antar waktu pengamatan (t0=2007, t1=tahun 2008, t2=2009, t3=2010 dan t4=2011) digunakan uji “one-way ANOVA”, di mana data ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (Ln) sebelum dilakukan pengujian. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak H0. Bila nilai p<0,05 pada Tabel 2, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan yang signifikan untuk kategori tersebut antar lima waktu pengamatan yang berbeda (2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011).

22

Tabel 2. Nilai p berdasarkan hasil uji one-way ANOVA terhadap persentase tutupan biota dan substrat dari perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai, 2011.

Tanda *) berarti H0 ditolak

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa data Karang Mati (DC), Lumpur (SI) dan Batuan (Rock) tidak dilakukan uji karena terdapat populasi data yang memiliki variansi nol, sehingga tidak memenuhi prasyarat uji “one-way ANOVA”. Seluruh kategori yang diuji tidak memiliki H0<0,05, kecuali kategori “Rubble” . Hal ini berarti kondisi tutupan karang hidup dan bentuk pertumbuhan lainnya yang diuji cenderung stabil sejak pencatatan data dasar hingga tahun terakhir pemantauan. Kategori “Rubble” yang sebelumnya ditemukan pada t0-t3, pada tahun terakhir pemantauan sebagian besar sudah berubah menjadi “DCA”, tapi penambahan persentase tutupan “DCA” ini tidak menyebabkan peningkatan yang nyata pada kategori ini antara t3 dan t4.

Kondisi kesehatan karang tersebut dapat dilihat pada Gambar 19, dengan diwakili oleh data tutupan karang hidup (LC). Nilai rerata ± kesalahan baku karang hidup pada saat t0 sebesar (14,03 ± 5,10%), t1 sebesar (17,46 ± 6,07%), t2 sebesar (21,34 ± 7,21%), t3 sebesar (23,96 ± 6,28%) dan t4 sebesar (21,00 ± 6,54%).

Kategori Nilai p

Karang hidup (LC) 0,720 Acropora (AC) 0,146 Non Acropora (NA) 0,846 Karang mati (DC) Tidak diuji Karang mati dengan alga (DCA) 0,042 Karang lunak (SC) 0,725

Sponge (SP) 0,963

Fleshy seaweed (FS) 0,274 Biota lain (OB) 0,218 Pecahan karang (R) 0,011*)

Pasir (S) 0,267

Lumpur (SI) Tidak diuji Batuan (RK) Tidak diuji

23

Gambar 19. Plot interval berdasarkan nilai rerata karang hidup pada masing-masing waktu pengamatan, di perairan, Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai 2011

III.3. MEGABENTOS

Pengamatan biota megabentos dengan metode “Reef Check Benthos” dilakukan di lokasi transek permanen. Biota yang dicatat ialah biota bentik yang bernilai ekonomis penting dapat dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan suatu terumbu karang.

III.3.1. Hasil Pengamatan Megabentos

Dari hasil pengamatan dicatat 8 jenis megabentos dengan jumlah sebanyak 780 individu. Jumlah individu tertinggi terdapat di MTWL78 sebanyak 399 individu dan yang terendah di MTWL53 (2 individu). Bila dilihat dari keragaman jenis maka MTWL81 memiliki keragaman yang tertinggi (4 jenis) dan terendah di MTWL61 (1 jenis). Biota megabentos yang memiliki penyebaran yang luas diwakili oleh Fungia spp. (CMR), dimana dari 9 stasiun yang diamati jenis ini ditemukan hadir pada 8 stasiun. Kemudian diikuti oleh Diadema sp. (6 stasiun). Sedangkan jenis-jenis yang lain memiliki penyebanran yang relatif sempit (1 – 4 stasiun). Total kelimpahan masing-masing kategori megabentos tahun 2011 disajikan dalam Lampiran 3. Komposisi kelimpahan megabentos di perairan Samukop disajikan pada Gambar 20, perairan Bosua pada Gambar 21 dan perairan Sikakap pada Gambar 22.

24

Gambar 20. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Samukop, Pulau Siberut Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.

Gambar 21. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Bosua Pulau Sipora selatan, Kabupaten Mentawai, 2011.

25

Gambar 22. Peta kelimpahan biota megabentos hasil “monitoring” dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Sikakap Pulau Pagai Timur, Kabupaten Mentawai, 2011.

III.3.2. Hasil Analisa Megabentos

Secara umum dapat dikatakan bahwa semua kategori megabentos mengalami fluktuasi dari pengamatan baseline tahun 2007 hingga monitoring 2011. Rata-rata jumlah individu megabentos untuk setiap kategori megabentos yang dijumpai pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Tabel 3.

26

Tabel 3. Rata-rata jumlah individu/transek untuk setiap kategori megabentos pada pengamtan t0, t1 dan t2 (tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010) di perairan Samukop, Bosua dan Sikakap, Kabupaten Mentawai.

Megabentos Rata-rata jumlah individu 

2007 2008 2009 2010 2011

Acanthaster planci 0,44 0,11 0,00 0,00 0.11  CMR 914,29 27,44 27,33 41,56 63.44  Diadema setosum 0,00 28,11 9,11 44,89 21.33  Drupella sp. 2,22 0,67 0,22 0,00 0,00  Large Giant Clam 0,22 0,00 0,00 1,22 0,22  Small Giant Clam 0,89 0,33 0,89 0,56 0,11  Large Holothurian 1,11 0,78 0,67 0,00 0,67  Small Holothurian 0,11 0,00 0,00 0,22 0,67  Lobster 0,00 0,11 0,00 0,00 0.00  Trochus sp. 0,33 0,11 0,11 0,33 0,11 

Untuk melihat apakah jumlah individu setiap kategori megabentos berbeda atau tidak untuk setiap waktu pengamatan (tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011), maka dilakukan uji “one-way ANOVA”. Sebelum uji dilakukan, untuk memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan dalam penggunaan “one-way ANOVA” ini, data ditransformasikan terlebih dahulu menggunakan transformasi logaritma natural (Ln), sehingga datanya menjadi y’=Ln (y+1). Berdasarkan data yang ada, uji hanya bisa dilakukan untuk “Coral Mushroom” (CMR), Small Giant Clam, dan Trochus niloticus, karena kategori megabentos yang lainnya memiliki populasi data dengan variansi nol, sehingga tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA.

Nilai p untuk setiap data jumlah individu/transek pada kategori megabentos yang diuji disajikan pada Tabel 4. Bila nilai p tersebut lebih kecil dari 5% (=0,05), maka H0 ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah individu/transek untuk kategori megabentos tersebut antara selang lima tahun pengamatan yang berbeda (2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011).

27

Tabel 4. Nilai p berdasarkan hasil uji ”one-way” ANOVA terhadap data jumlah individu/transek megabentos (data ditransformasikan ke dalam bentuk y’=ln (y+1))

Kategori Nilai p

Acanthaster planci Tidak diuji

CMR 0,830 Diadema setosum Tidak diuji

Drupella Tidak diuji

Large Giant clam Tidak diuji Small Giant clam 0,147 Large Holothurian Tidak diuji Small Holothurian Tidak diuji

Lobster Tidak diuji

Pencil sea urchin Tidak diuji

Trochus niloticus 0,672

Tanda *) berarti H0 ditolak

Dari Tabel 3, terlihat bahwa seluruh kategori yang diuji tidak ada yang memiliki H0<0,05. Hal ini berarti selama lima tahun pengamatan kondisi megabentos yang menghuni ekosistem karang tidak mengalami perubahan yang nyata.

Dalam dokumen Sampul Depan Disain Cover : Siti Balkis (Halaman 23-42)

Dokumen terkait