• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Kesehatan

2.4.1. Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbantuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam tersebut (Soemirat, 2009).

Menurut Mulia (2005), lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan manusia jika manusia tersebut terpapar (exposed) dengan lingkungan yang tercemar terutama pada tingkat yang tidak dapat ditoleransi keberadaannya. Pada dasarnya pemaparan faktor-faktor lingkungan tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 2.1. Mekanisme Pemaparan Faktor-Faktor Lingkungan (Moeler, 1992 dalam Mulia).

Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi kesehatan pekerja. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor

Saluran pernafasan Kulit

Saluran pencernaan saluran pencernaan

Saluran pencernaan kulit Makanan

air

udara

Tanah Manusia

fisik, faktor kimia, dan faktor biologis. Lingkungan kerja ataupun jenis pekerjaan dapat menimbulkan masalah kesehatan dan penyakit (Subaris dan Haryono, 2008).

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) adalah suatu area yang menampung sampah hasil pengangkutan dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) maupun langsung dari sumbernya (bak atau tong sampah) dengan tujuan untuk mengurangi permasalahan kapasitas atau timbunan sampah yang ada di masyarakat umumnya. Sebenarnya setelah sampah sampai pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat mengurangi permasalahan yang ada di masyarakat, namun permasalahan baru akan terjadi di tempat pembuangan akhir yang pada akhirnya juga akan merugikan masyarakat. Permasalahan akan terjadi apabila proses yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ini dianggap sudah selesai dengan cara open dumping

(dibuang pada areal atau lahan terbuka dan dibiarkan berproses sendiri) tanpa ada proses lebih lanjut. Sampah yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan memberikan dampak, baik dari segi estetika maupun gangguan lain seperti pencemaran lingkungan dan terjadinya gangguan kesehatan serta bencana atau kecelakaan (Suyono dan Budiman, 2010).

Kondisi lingkungan kerja pemulung berada di lingkungan terbuka sehingga kondisinya berhubungan langsung dengan sengatan matahari, debu, dan bau dari sampah. Dengan kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya menjadi sumber penularan penyakit (Junaedi, 2007).

1. Paparan terhadap cahaya matahari

Pencahayaan atau penerangan merupakan salah satu komponen agar pekerja dapat bekerja atau mengamati benda yang sedang dikerjakan secara jelas, cepat, nyaman dan aman. Sumber cahaya berasal dari pencahayaan buatan seperti lampu pijar dan lampu pelepasan listrik dan pencahayaan alam yang bersumber dari sinar matahari. Sinar matahari adalah suatu pajanan penting bagi orang yang bekerja di lingkungan terbuka atau di luar gedung (Subaris dan Haryono, 2008).

Menurut Achmadi (2011), dalam pengertian umum sinar matahari adalah sekumpulan gelombang (spektrum) elektromagnetik dengan berbagai ragam panjang gelombang dan frekuensi. Sinar matahari merupakan pancaran radiasi dari matahari atau solar radiation. Bumi memiliki atmosfer yang bisa berfungsi sebagai filter, agar sinar matahari tidak secara utuh mengenai permukaan bumi terutama sinar matahari yang mengandung ultraviolet.

Paparan sinar matahari yang baik adalah sinar matahari pagi hari, sebelum pukul 09.00. Pada jam tersebut, matahari akan memberikan sinar yang bermanfaat bagi tubuh, pancarannya mampu mensintesis menjadi vitamin D dan untuk kesehatan tulang serta pembentukan kalsium. Sinar matahari juga bermanfaat meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi tekanan jantung. Selain itu, dapat pula meningkatkan metabolisme tubuh. Racun dapat dibuang dari tubuh melalui metabolisme, akan tetapi berjemur di atas pukul 09.00 sinar matahari justru berbahaya bagi kulit. Hal ini dikarenakan sinar matahari mengandung sinar ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB) dapat merusak membran sel sehingga mengakibatkan kulit merah dan

terbakar, serta merusak sel-sel kulit. Akibatnya, mekanisme regenerasi sel-sel akan rusak. Apabila kulit terpapar sinar matahari cukup lama dan dalam intensitas yang cukup tinggi akan mempercepat proses premature skin aging (penuaan kulit dini) di samping pengaruh faktor lain seperti polusi dan asap rokok (Moeljosoedarmo, 2008).

Dampak tidak langsung dari sinar matahari yang paling banyak terjadi adalah kanker kulit. Penduduk yang memiliki kulit berwarna lebih tahan terhadap bahaya kanker kulit dibanding penduduk kulit putih. Perilaku pemajanan mempengaruhi distribusi dan kejadian penyakit kanker (Achmadi, 2011).

Tenaga kerja di luar gedung memiliki risiko yang tinggi untuk mendapatkan efek dari sinar matahari namun ada beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk melindungi kulit agar tidak terasa panas, terbakar, kemerahan atau berwarna coklat yaitu menggunakan pelindung seperti menggunakan krim pelindung cahaya matahari maupun menggunakan pakaian yang tepat seperti memakai baju lengan panjang, celana panjang, topi dengan penutup leher, menggunakan kacamata gelas atau kacamata plastik dan membatasi waktu pemaparan (Moeljosoedarmo, 2008).

2. Paparan terhadap bau-bauan

Fungsi hidung dalam kaitanya dengan pekerjaan adalah sebagai sarana untuk menghirup oksigen dan udara, maksudnya adalah udara bersih dan tidak tercemar sehingga dapat menyelamatkan, mengamankan dan membuat nyaman kehidupan khususnya nyaman dalam bekerja. Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran karena mengganggu konsentrasi pekerja. Bau-bauan

yang terjadi terus-menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman (Sedarmayanti, 2009).

Hubungan bau-bauan dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja. Bau-bauan merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga menggambarkan hygiene (kebersihan) lingkungan pada umumnya. Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklarifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada, sehingga pengukurannya masih bersifat subjektif. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa karena telah terjadi penyesuaian. Penyesuaian penciuman apabila indra penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus. Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Sarudji dan Keman (2010), tempat pembuangan sampah padat sebagai sumber pencemaran udara karena gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi khususnya sampah organik yang dapat mengurai. Pengaruh sampah dalam pencemaran lingkungan dapat ditinjau melalui beberapa aspek, secara fisik sampah dapat mengotori lingkungan sehingga memberikan kesan kotor dan tidak estetik terlebih apabila sampah itu membusuk serta menimbulkan bau yang tidak enak.

3. Kontak dengan vektor

Vektor adalah jenis serangga yang dapat memindahkan atau menularkan suatu penyakit (infectiuous agent) dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan

(susceptible host). Binatang pengganggu umumnya merupakan binatang mengerat yang dapat merusak tanaman, harta benda, makanan dan yang lebih penting lagi dapat merusak induk semang (host) bagi beberapa penyakit tertentu. Induk semang adalah suatu media yang paling baik untuk hidup dan berkembang biaknya bibit penyakit menular di dalam tubuh host tersebut kemudian setelah dewasa atau matang akan menularkan kepada host lain melalui gigitan, sengatan, sekresi atau kotoran dari host

terifeksi tersebut (Suyono dan Budiman, 2010). a. Nyamuk

Nyamuk adalah vektor mekanis penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus. Jenis nyamuk terdiri dari nyamuk Anopheles, Culicini (nyamuk Culex dan Aedes) dan Aedes aegypti. Beberapa jenis penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yaitu malaria, filariasis, demam kuning, Dengue Haemoragic Fever (DHF), cikungunya dan encephalitis (Chandra, 2006).

Sesuai siklus hidupnya nyamuk hidup nyamuk harus dekat dengan air,

breeding places nyamuk berbeda sesuai dengan jenisnya. Culex dapat hidup disemua jenis air. Aedes hanya mau hidup di air yang jernih atau bersih baralas dengan bahan buatan seperti drum, ban bekas, bak dan kaleng bukan tanah atau alamiah sedangkan Anopheles bergantung pada jenis nyamuknya (Suyono dan Budiman, 2010).

b. Lalat

Lalat merupakan vektor mekanis bakteri patogen, protozoa, dan telur serta larva cacing. Keberadaan lalat erat hubungannya dengan sampah, oleh karena itu pemberantasan lalat akan melibatkan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Sampah yang mudah membusuk merupakan media tempat berkembangbiaknya lalat terutama sampah organik yang mudah membusuk, baunya merangsang lalat untuk hinggap. Lalat sering kali memuntahkan makanannya, oleh sebab itu kemungkinan terjadinya penularan penyakit dapat melalui aktivitas memuntahkan makanan dan disamping itu bulu-bulu kaki lalat sanggup membawa jutaan kuman berbahaya (Sarudji dan Keman, 2010).

Luasnya penularan penyakit yang disebabkan oleh lalat di alam sulit ditentukan. Lalat dipandang sebagai vektor penyakit tifus abdominalis, salmonellosis, kolera, disentri basiler, amoeba, tuberkulosis, antrak, frambusia, konjungtivitis dan lainnya (Chandra, 2006).

c. Binatang pengerat (rodent)

Menurut Sarudji dan Keman (2010), binatang pengerat yang banyak berkaitan dengan kesehatan masyarakat adalah tikus. Tikus juga menimbulkan kerugian terhadap manusia karena merusak dan mengotori bahan makanan atau bahan lainnya. Hubungan tikus dengan kesehatan adalah tikus dapat berperan sebagai reservoir beberapa penyakit yang ditularkan kepada manusia yaitu:

1. Penyakit pes

Penyakit pes mulanya adalah penyakit tikus dan pinjalnya yang disebabkan oleh Yersinia pestis. Vektor ini menjadi inefektif setelah menggigit binatang yang darahnya mengandung penyebab penyakit pes. Bakteri tumbuh dan terdapat dalam saluran makanan pinjal itu sendiri sehingga hal ini akan membahayakan siapa saja yang digigit karena darah yang dihisap sebagian masuk melalui luka gigitannya sambil membawa Yersinia pestis.

2. Murine typhus

Murine typhus ditularkan dari tikus ke manusia oleh Xenopsylla cheopsis

(kutu tikus). Pinjal yang telah menggigit tikus yang menderita Murine typhus

adalah pinjal yang infeksius. Pinjal infeksius bila menggigit manusia pada waktu menghisap darah pinjal yang infeksius ini berdefekasi. Kotoran pinjal masuk kedalam saluran darah melalui luka gigitan atau luka bekas di garuk atau luka oleh sebab lainnya.

3. Leptospirosis

Seseorang terinfeksi penyakit ini karena kontak dengan air atau makanan yang terkontaminasi oleh kotoran atau urin tikus. Disamping itu penularan juga dapat melalui luka gigitan tikus yang menderita penyakit tersebut. 4. Salmonela

Banyak kasus peracunan makanan disebabkan oleh salmonela. salmonela menyebar dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah melalui

makanan yang terkontaminasi oleh kotoran tikus yang mengandung salmonela.

d. Kecoa

Kecoa sebagai vektor penyakit, khususnya penyakit yang ditularkan melalui makanan atau penyakit saluran pencernaan. Kecoa dapat beradaptasi dengan ekologi manusia dengan baik. Kecoa hidup pada saluran air kotor, toilet bagian luar, pepohonan atau di lingkungan dapur dan juga kamar mandi. Karena sifatnya ini kecoa dapat berperan sebagai carrier dari penyakit diare, disentri, typoid dan polio (Sarudji dan Keman, 2010).

Dokumen terkait