• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penulisan ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian yang berfokus pada tuturan-tuturan yang mengandung daya ilokusi direktif di lihat dengan menggunakan teori felicity conditions yang terdapat dalam cerita anak Oshiire no Bouken karya Furuta Taruhi dan Tabata Seiichi.

5

1.5 MANFAAT PENULISAN 1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana tindak tutur ilokusi dalam cerita anak Oshiire no Bouken dilihat menggunakan felicity conditional.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kebahasaan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai referensi pada penulisan selanjutnya yang membahas tentang tindak tutur ilokusi dilihat menggunakan felicity conditional.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat lima bab yang merupakan isi dari skripsi ini. Bab pertama memiliki susunan yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Pada bab kedua menjelaskan tentang tinjauan pustaka, pengertian tindak tutur, pengertian ilokusi, dan pengertian felicity conditional. Pada bab ketiga penulis akan memaparkan metode yang digunakan penulis untuk menganalisis cerita anak yang berjudul Oshiire no Bouken, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Pada bab keempat, merupakan hasil analisis dan pembahasan. Pada bab kelima berisi kesimpulan dari keseluruhan isi pada skripsi ini.

Daftar Pustaka

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENELITIAN SEBELUMNYA

Penelitian yang sejenis dengan penelitian yang sedang penulis teliti adalah penelitian yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa Sastra Jepang Udinus Dian Nuswantoro bernama Fendy Anggoro yang berjudul Daya Ilokusi Tindak Tutur Direktif Langsung Dalam Nada Sou Sou Karya Yagi Yasuo. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mendiskripsikan makna ilokusi tindak tutur direktif langsung dalam drama Nada Sou Sou dengan menggunakan felicity condition.

Metode penelitian dari penelitian tersebut adalah dengan metode simak dengan teknik catat, yaitu penjaringan data dengan mencatat data yang disimak. Pada 10 data dalam penelitian tersebut, terdapat daya ilokusi yaitu memerintah, permintaan, menasehati, mengajak, dan permohonan. Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sebuah drama, sehingga untuk menjelaskan data yang akan dianalisis, penulis menggunakan keterangan waktu ketika tuturan itu diucapkan oleh penutur. Penulis menemukan 67 tuturan, namun data yang digunakan adalah 10 tuturan yang mewakili semua data yang dianalisis.

Penelitian tersebut membahas tentang daya ilokusi tindak tutur direktif menggunakan teori felicity conditions dari Searle.

Penelitian sejenis lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mutiasyaroch mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro yang berjudul Daya Ilokusi Pada Tindak Tutur Kusakabe dalam Naskah Film Tonari No Totoro. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan daya ilokusi yang dilakukan oleh tokoh Kusakabe dalam naskah film Tonari no Totoro. Penulis menggunakan

7

teori IFID’s yang dikeluarkan oleh John Searle untuk menganalisis daya ilokusi.

Dalam penulisan ini, penelitian hanya menggunakan tuturan yang diucapkan oleh Kusakabe. Dalam penelitian tersebut, penulis hanya menemukan empat macam daya ilokusi didalamnya yang terdiri dari tindak ilokusi Assertive, Directive, Commisive, dan Expressive, sedangkan daya ilokusi Declaration tidak ditemukan.

Berbeda dengan penelitian terdahulu, pada penulisan ini penulis membahas tentang daya ilokusi tindak tutur direktif dalam cerita anak Oshiire no Bouken dengan menggunakan teori felicity conditions. Selain itu, penulis juga menjelaskan empat komponen yang mengkondisikan kepatutan dalam bertindak tutur melalui felicity conditions menurut Searle. Cerita anak ini terdiri dari 79 halaman. Pada cerita anak ini ditemukan 63 tuturan dan 9 tuturan yang mewakili semua data yang dianalisis. Pada penulisan ini, penulis berfokus pada tindak tutur direktif langsung.

2.2 PRAGMATIK

Pragmatik adalah salah satu bagian dari ilmu linguistik, yang mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Dalam hal ini Levinson (1983:21-24) menjelaskan bahwa “pragmatics is the study of the relation between language and context that are basic to an account of language understanding”. Pengertian ini menunjukkan bahwa untuk memahami makna bahasa, seorang penutur dituntut untuk tidak saja mengetahui makna kata dan hubungan gramatikal antar kata tersebut, tetapi juga menarik kesimpulan yang akan menghubungkan apa yang dikatakan dengan apa yang diasumsikan, atau apa yang telah dikatakan sebelumnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah

8

ilmu yang mempelajari kemampuan pemakai bahasa yang menghubungkan kalimat dengan konteks. Salah satu ilmu yang menonjol dari pragmatik adalah tindak tutur (speech act). Pragmatik dan tindak tutur mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat pada bidang kajiannya. Secara umum, tindak tutur dengan pragmatik membahas tentang makna tuturan yang sesuai konteksnya.

2.2.1 Aspek-aspek dalam situasi penuturan

Leech (1993:19-21) mengatakan bahwa untuk memahami situasi dalam bertindak tutur, maka diperlukan beberapa aspek dalam sebuah kalimat yang diucapkan oleh penutur.

Aspek-aspek tersebut adalah : 1. Penutur dan Petutur

Menurut Leech, penutur adalah orang yang berbicara (orang yang menyampaikan pesan), dan petutur adalah orang yang diajak berbicara (orang yang mencerna pesan).

2. Konteks sebuah tuturan

Dalam bertindak tutur, antara penutur dengan petutur memiliki suatu pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh kedua belah pihak. Penutur membantu petutur untuk menafsirkan makna tuturan tersebut.

3. Tujuan sebuah tuturan

Hal yang penting dalam tindak tutur adalah adanya istilah tuturan atau fungsi dibandingkan makna yang dimaksud atau maksud penutur menyampaikan maksud. Bentuk ucapan yang berbeda ini dapat menggambarkan maksud yang sama antara penutur dan petutur, atau sebaliknya.

9

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan : Tindak Tutur

Dalam hal ini, statis yang abstrak (abstract static entities). Pragmatik yang berurusan dengan tindak-tindak verbal yang terjadi dalam situasi waktu dan tempat tertentu. Dengan demikian, pragmatik membahas tentang bahasa pada tingkatan yang konkret dibandingkan dengan tata bahasa.

5. Tuturan sebagai produk tindak verbal

Pragmatik kata “tuturan” dapat diartikan dalam arti yang lain, yaitu sebagai produk atau suatu tindak verbal. Tuturan tersebut harus digunakan pada situasi tertentu.

2.3 TINDAK TUTUR

Tindak tutur (speech act) adalah gejala individu yang bersifat psikologis dan berlangsungnya ditentukan oleh kemampuan bahasa dari si penutur dalam menghadapi situasi.

Tindak tutur lebih menitikberatkan pada makna atau arti tindak (act) dalam suatu tuturan. Menurut Searle, hal terkecil dalam kegiatan komunikasi adalah tindak tutur. Contohnya adalah meminta, mengajak, menyarankan, menyuruh, memaksa, dan memerintah.

2.3.1 Identifikasi Tindak Tutur

Searle (1985: 8) mengidentifikasi tindak tutur menjadi makna ilokusi dan daya ilokusi. Menurutnya, makna ilokusi menyuruh dan memerintah bermakna ilokusi sama. Keduanya sama-sama menyatakan supaya mitra tutur melakukan sesuatu yang diucapkan oleh penutur, namun keduanya memiliki daya ilokusi yang berbeda.

10

2.3.2 Klasifikasi Tindak Tutur

Tindak tutur (speech act) pertama kali dicetuskan oleh Austin. Austin membagi tindak tutur menjadi tiga, yaitu: lokusi (tindak mengatakan sesuatu), ilokusi (tindak dalam mengatakan sesuatu), perlokusi (dampak pemahaman pendengar terhadap tuturan penutur).

2.3.2.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak Tutur Lokusi atau yang sering disebut the act of saying something adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan sesuatu. Dalam tindak tutur lokusi tidak penting maksud atau fungsi tuturan.

2.3.2.2 Tindak Tutur Ilokusi

Tindak Tutur Ilokusi atau yang sering disebut the act of doing something adalah tindak tutur yang makna tuturannya berarti melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu. Tindak tutur ini juga digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturannya.

2.3.2.3 Tindak Tutur Perlokusi

Tindak Tutur perlokusi atau yang sering disebut the act of affecting adalah tindakan yang mempengaruhi lawan tutur seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk, dan lain-lain. Penutur sering mengungkapkan sebuah tuturan yang seringkali memberikan efek secara langsung maupun tidak langsung, serta bertujuan mempengaruhi mitra tutur.

2.3.3 Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi 2.3.3.1 Asertif

Pada ilokusi jenis ini, penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkannya, contohnya, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat. Akan tetapi, dilihat dari segi sopan santun, ilokusi ini

11

cenderung bersifat netral. Dari segi semantik ilokusi ini bersifat proposisional.

2.3.3.2 Direktif

Pada jenis ilokusi ini, ilokusi direktif bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, contohnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan meminta. Jenis ilokusi ini, sering dimasukan ke dalam kategori kompetitif, karena ilokusi ini juga mengandung kategori yang membutuhkan sopan santun negatif. Misalnya: memerintah, meminta, menyuruh, memaksa, memohon, mengajak, mendesak, menyarankan, dan lain-lain.

2.3.3.2.1 klasifikasi Direktif

Menurut Yule (2006:93), tindak tutur direktif dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Yule mengklasifikasi tindak tutur direktif menjadi: meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, melarang, meminta ijin, menantang, dan memberi aba-aba (dalam Rahardi, 2002:79). Jenis tindak tutur ini menyatakan keinginan penutur.

a. Tindak tutur direktif menyuruh

Tindak tutur direktif menyuruh adalah tindak tutur yang mengandung maksud supaya mitra tutur melakukan sesuatu yang disuruhkan oleh penutur.

Tindak tutur direktif menyuruh biasanya memakai penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silahkan.

Contoh (1a):“Coba luruskan kakimu kemudian tekuk secara perlahan-lahan”.

Konteks :Tuturan ini disampaikan oleh seorang ahli pijat urat kepada pasien. Pasien itu terkilir kakinya sehingga sangat sulit untuk diluruskan seperti

12

dalam keadaan normal.

Maksud :Dilihat dari status sosial tuturan di atas, penutur memiliki status sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan mitra tuturnya. Dilihat dari kekuatan, penutur memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mitra tuturnya.

Contoh (1b): そら、けとばせ。いち に さん。

Sora, Ketobase. Ichi Ni San Satu dua tiga. Tendang.

Konteks : Anak-anak yang sedang di kurung dalam lemari dinding, karena kesal, Akira mengajak Satoshi untuk menendang pintu lemari dinding.

Maksud : Akira menyuruh Satoshi untuk menendang pintu lemari dinding.

b. Tindak tutur direktif melarang

Tindak tutur direktif melarang adalah tindak tutur yang mengandung maksud supaya mitra tutur tidak melakukan sesuatu yang dilarang oleh penutur.

Tindak tutur direktif melarang biasanya memakai penanda kesantunan jangan.

Contoh (2a) : Ibu kepada Neti “Sudah, jangan banyak bela diri, aku sudah kenal kamu, setiap kata, satu saja dariku kau balas dengan kuliah seribu kalimat. Yang aku minta sekarang hanya satu, one thing only, pakailah beha.

Jangan seperti itu kamu sudah kelihatan membusung kok masih ditambah-tambah, mengundang bahaya.

Konteks: Tuturan ini disampaikan oleh seorang ibu kepada anaknya. Ia bermaksud memperingatkan sesuatu kepadanya daalam hal berpaikan.

Maksud: Dilihat dari status sosial, penutur memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan mitra tuturnya. Sehingga, penutur dapat melarang mitra tuturnya untuk tidak melakukan sesuatu yang dituturkan oleh penutur. Dilihat dari kekuatan, penutur memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan mitra tuturnya, karena penutur adalah seorang ibu, sedangkan mitra tutur adalah seorang anak.

13

Maksud : Akira melarang Satoshi untuk mengambil mobil mainan miliknya.

Dilihat dari status sosial, status sosial penutur berkedudukan sama dengan mitra tutur, karena hubungan mereka adalah sesama teman. Dilihat dari kekuatan, kekuatan penutur lebih tinggi dibandingkan mitra tuturnya. Karena, mobil mainan tersebut merupakan milik penutur.

c. Tindak tutur direktif mengajak

Tindak tutur direktif mengajak adalah tindak tutur yang mengandung unsur ajakan yang dimaksudkan agar mitra tutur melakukan sesuatu seperti yang diucapkan penutur. Tindak tutur direktif mengajak biasanya ditandai dengan penggunaan kesantunan mari atau ayo.

Contoh (3a): Bibi kepada Monik dan rekan-rekannya : “Ayo, pada makan dulu, yo. Kebetulan saya bikin sayur asem dan pepes ikan peda.”

Konteks : Tuturan ini terjadi di dalam ruang makan, pada saat sang bibi mengajak makan para tamu yang sudah sangat sering bertamu di rumah sang bibi.

Maksud : Dilihat dari status sosial, status sosial penutur lebih rendah dibandingkan dengan mitra tutur. Dilihat dari kekuatan (power), penutur memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan mitra tuturnya.

Contoh (3b) :さとうちゃん、てをつなごう Satou chan, te wo tsunagou.

Satou, ayo bergandengan tangan.

Konteks : Pada saat Satoshi di serang oleh tikus-tikus, Akira mengajaknya untuk bergandengan tangan, agar tikus-tikus tersebut tidak dapat menyerang Satoshi.

Maksud : Akira mengajak Satoshi untuk segera meraih tangan Akira. Status sosial diantara penutur dan mitra tutur berada pada tingkatan yang sejajar.

Sedangkan, dari segi kekuatan (power), kekuatan penutur dan mitra tutur berada pada tingkatan yang sama.

d. Tindak tutur direktif meminta

Tindak tutur direktif meminta adalah tindak tutur yang bertujuan untuk memohon dan mengharapkan mitra tutur memberikan sesuatu yang diharapkan oleh penutur. Tindak tutur direktif meminta ditandai dengan pemakaian

14

penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon.

Contoh (4a): “Anak-anak sekalian.. Coba jangan ramai, Bapak akan menjelaskan materi yang baru! Buku tulisnya diambil dulu!”

Konteks : Dituturkan oleh seorang guru di depan para muridnya di sebuah sekolah dasar. Tuturan itu disampaikan sang guru pada saat situasi kelas sangat gaduh.

Maksud: Dilihat dari status sosial, status sosial penutur lebih tinggi dibandingkan dengan mitra tutur. Dilihat dari kekuatan (power), Kekuatan penutur lebih besar dibandingkan dengan mitra tutur.

Contoh (4b) : 「なくな、あーくん。あなが あるぞ。そとを みてみろよ。」

“ Naku na, A-kun. Ana ga aru zo. Soto wo mitemiro yo.”

Jangan menangis, Akira. Ada lubang lho. Cobalah lihat keluar.

Konteks : Pada saat Akira dan Satoshi di hukum, Akira yang tidak berhenti menangis. Satoshi yang mengetahuinya, meminta Akira untuk berhenti menangis dan melihat keluar lemari dinding.

Maksud : Dilihat dari status sosial, status sosial antara penutur sederajat dengan mitra tutur. Sedangkan, dilihat dari hubungan antara penutur dengan mitra tutur, hubungan sebagai sesama teman.

2.3.3.2.2 Tindak tutur direktif langsung dan tidak langsung a. Tindak tutur direktif langsung

Tindak tutur direktif langsung adalah tindak tutur yang mengungkapkan keinginan penutur kepada mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu yang diharapkan oleh penutur. Pada contoh kalimat 1, menggunakan modus kalimat perintah yang bertujuan untuk menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu. Pada contoh kalimat 2, menggunakan modus kalimat permintaan yang bertujuan untuk melarang mitra tuturnya melakukan sesuatu yang diucapkan penutur.

Pada contoh kalimat 3, menggunakan modus kalimat mengajak yang bertujuan untuk mengajak mitra tutur. Pada contoh kalimat 4, menggunakan modus kalimat memerintah yang bertujuan untuk memerintah mitra tuturnya.

15

b. Tindak tutur direktif tidak langsung

Tindak tutur direktif tidak langsung adalah tindak tutur yang bertujuan agar mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur yang terkandung dalam tuturannya, namun menggunakan modus yang berbeda dengan maksud tuturannya.

2.3.3.3 Komisif

Pada ilokusi ini, penutur terikat pada suatu tindakan di masa depan, contohnya, menjanjikan, menawarkan, dan berkaul. Jenis ilokusi ini cenderung bersifat menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur, melainkan kepentingan mitra tutur.

2.3.3.4 Ekspresif

Pada ilokusi ini, berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat, contohnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, dan memuji.

2.3.3.5 Deklaratif

Ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, contohnya, mengundurkan diri, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang.

2.4 Makna Ilokusi

Makna ilokusi berarti maksud atau tujuan dari si penutur ketika berbicara dengan mitra tuturnya. Dalam makna ilokusi terdapat lima jenis yaitu:

mengekspresikan emosi dan sikap, menyatakan sesuatu, berkomitmen untuk melakukan sesuatu, berusaha agar mitra melakukan sesuatu, menjadikan sesuatu itu terjadi (Searle: 1985:13-15).

16

2.5 Daya Ilokusi

Daya ilokusi merupakan gabungan dari makna ilokusi, di mana dalam daya ilokusi terdapat hal lain yang menyertainya, yaitu kondisi isi proposisi, persiapan, ketulusan, dan kondisi kepatutan. Agar mudah untuk memahami maksud perkataan penutur yaitu menggunakan kondisi kepatutan (felicity conditions).

Yule juga berpendapat bahwa penutur tidak selalu mengungkapkan maksud perkataannya secara jelas (Yule, 1996:50). Agar mitra tutur dapat memahami maksud dari penutur, maka diperlukan kondisi kepatutan dari tindak tutur tersebut untuk memastikan keberadaan peraturan-peraturannya.

2.6 FELICITY CONDITION

Menurut Searle (1969:36) ada empat komponen yang mengkondisikan kepatutan dalam bertindak tutur yang terdapat dalam setiap tindak tutur, yaitu:

isi proposisi (propositional content), ketulusan (sincerity), persiapan (preparatory), dan esensial (essensial conditions). Searle juga memberikan aturan dan kondisi dalam tindak tutur selain dilihat dari teks, akan tetapi juga melihat dari segi konteksnya. Kondisi pertama adalah isi proposisi yang memadu penutur dan petutur untuk mewujudkan tindakan di masa depan. Kondisi kedua yaitu kondisi persiapan yang menunjukkan setting ujaran tersebut diucapkan. Kondisi ketiga yaitu kondisi ketulusan yang dilihat dari kondisi psikologis penutur dan petuturnya. Kondisi keempat yaitu kondisi esensial yang ditunjukan penutur untuk melakukan sesuatu yang telah diujarkan (Searle, 1969:55-71).

2.6.1 Kondisi Isi Proposisi

Beberapa daya ilokusi yang dapat menentukan syarat-syarat yang dijadikan sebagai isi proposisi dari sebuah tindak tutur dalam suatu konteks tuturan.

17

Beberapa kondisi isi proposisi ditentukan oleh maksud dari daya ilokusinya.

Misalnya, daya ilokusi direktif menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur pada masa yang akan datang.

2.6.2 Kondisi Persiapan

Kondisi persiapan ini berhubungan dengan sebuah praanggapan. Searle (1969:63) juga berpendapat bahwa kondisi persiapan dari sebuah ujaran mengandung arti bahwa ujaran tersebut memiliki tujuan yang jelas. Aturan isi dari kondisi persiapan menunjukkan kondisi yang menjadi syarat bagi suatu tindak tutur. Kondisi persiapan ini sangat penting dalam memenuhi kondisi tuturan yang ideal, karena didalamnya adalah syarat untuk terciptanya tindak tutur yang tepat.

2.6.3 Kondisi Ketulusan

Kondisi ketulusan adalah kondisi yang berhubungan dengan kondisi psikologis penutur dan petuturnya, misalnya perasaan, minat. Kondisi ketulusan ini memungkinkan penutur dan mitra tuturnya melakukan tindakan yang diinginkan.

2.6.4 Kondisi Esensial

Menurut Searle (1969:54-71), kondisi ini dalam suatu tindak tutur membutuhkan komitmen dari penutur dan petutur untuk melakukan tindakan yang dimaksud. Kondisi esensial ini yang mengkondisikan penutur untuk melakukan suatu tindakan seperti yang telah dituturkan dalam tuturannya.

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 ANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini penulis susun menggunakan ancangan pragmatik dengan metode deskriptif tentang Tindak Tutur Ilokusi Direktif dan Felicity Conditions.

Maksud-maksud dari tuturan yang dimaksudkan hanya dapat diidentifikasikan lewat pemakaian bahasa secara konkret dengan melihat komponen situasi ujarannya (Rahardi, 2002:6). Penelitian ini dikaji dengan teori tindak tutur direktif yang dianalisis dengan menggunakan teori felicity conditions. Penelitian ini berfokus untuk membahas masalah makna ilokusi tindak tutur direktif langsung dalam cerita anak tersebut. Selain itu, penulis juga menjelaskan empat komponen yang mengkondisikan kepatutan dalam bertindak tutur melalui teori felicity conditions menurut Searle.

3.2 SATUAN YANG DIUJI

Satuan yang akan diuji dalam penelitian ini berupa tuturan yang mengandung Tindak Tutur Ilokusi Direktif Langsung yang terdapat dalam cerita anak Oshiire no Bouken karya Furuta Taruhi dan Tabata Seiichi. Cerita anak ini terdiri dari 79 halaman. Dalam cerita anak Oshiire no Bouken terdiri dari empat (4) kategori tindak tutur direktif, yaitu menyuruh, melarang, mengajak, meminta.

3.3 SUMBER DATA

Peneliti memilih cerita anak Oshiire no Bouken sebagai sumber data. Buku cerita anak ini merupakan karya Furuta Taruhi dan Tabata Seiichi. Buku cerita anak ini diterbitkan tahun 1974. Alasan penulis memilih cerita anak ini sebagai sumber data adalah cerita anak ini merupakan cerita anak yang bergenre

19

imajinasi, dan merupakan cerita anak lepas atau tidak memiliki kesinambungan dengan buku cerita anak yang lainnya. Alasan lainnya yaitu peneliti beranggapan bahwa data tuturan direktif yang terdapat dalam cerita anak ini mencukupi dengan tema yang dipilih oleh penulis. Dalam cerita anak ini, terdapat tuturan imajinasi dari sang tokoh yang dapat berbicara dengan seekor tikus. Sehingga, setiap tuturan yang terdapat dalam cerita anak tersebut mengandung daya ilokusi direktif langsung. Berdasarkan hal ini, peneliti mengambil tuturan dari para tokoh sebagai sumber data agar dapat berkesinambungan dengan tema yang dipilih oleh penulis.

Data yang di ambil merupakan tuturan dari para tokoh dalam cerita anak Oshiire no Bouken yang diasumsikan mengandung Tindak Tutur Ilokusi Direktif langsung dan mengkondisikan kepatutan dalam bertindak tutur. Data yang telah dikelompokkan sesuai dengan daya Tindak Tutur Ilokusi Direktifnya.

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Langkah-langkah yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Penulis mencari dan memilah tuturan yang mengandung tindak tutur ilokusi direktif dengan menggunakan teori felicity conditions.

b. Penulis memilih data yang mengandung tindak tutur direktif langsung.

c. Penulis mengumpulkan data-data yang mendukung penulisan.

d. Penulis mengelompokkan berdasarkan teori dan kemudian menganalisis data menggunakan metode felicity conditions.

20

3.5 TEKNIK ANALISIS DATA

Langkah-langkah yang akan dilakukan penulis dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :

a. Membaca dan memahami secara keseluruhan cerpen Oshiire no Bouken.

b. Mencari dan menentukan tuturan-tuturan yang diasumsikan sebagai

b. Mencari dan menentukan tuturan-tuturan yang diasumsikan sebagai

Dokumen terkait