• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Ruang Lingkup

Studi kasus ini mengambil ruang lingkup di SMK Pemkab Ponorogo yang membahas mengenai permasalahan dalam bidang pribadi peserta didik kelas XI. Indikator yang digunakan dalam studi kasus ini adalah gejala atau karakterstik peserta didik, jenis-jenis permasalahan peserta didik, konsep dan teori mengenai permasalahan di bidang pribadi, faktor penyebab permasalahan, treatment atau layanan, dan evaluasi serta tindak lanjut.

6

- Tempat, Tanggal Lahir : Ponorogo, 18 Maret

- Hobi : Menari, Bermain Game

7 - Adik

o Nama : VHN

o Pendidikan : SD Negeri 1 Japan

o Pekerjaan : Siswa e. Tempat Tinggal

- Tinggal dengan : Orang tua - Transportasi ke sekolah : Sepeda Motor - Jarak dari rumah ke sekolah : 1km

f. Fasilitas Belajar

- Buku Paket : Lengkap

- Buku Latihan Soal : Lengkap

- Laptop : Lengkap

- Ruang Belajar : Lengkap g. Bimbingan Keluarga

- Ayah : Selalu membimbing - Ibu : Selalu membimbing h. Waktu Belajar

- Lama Waktu Belajar di Rumah : 2 jam

- Keteraturan Waktu Belajar : Kurang teratur

Terdapat beberapa gejala pada peserta didik yang dapat dianalisis pada tahapan selanjutnya. Gejala-gejala tersebut antara lain :

1. Motivasi belajar dari narasumber yang kurang,

2. Mempunyai bakat menari, namun kendala dari orang tua yang kurang mendukung sehingga bakat tersebut tidak dikembangkan dengan maksimal.

3. Dalam masa pubertas, sedang dalam masa transisi yang terkadang menunjukkan emosi yang kurang terkontrol.

8 2. Analisis

Berdasarkan keterangan dari narasumber MHYA lahir di Ponorogo pada 18 Maret 2004, sekarang berada di kelas XI, SMK Pemkab Ponorogo.

Narasumber memilih jurusan Teknik Sepeda Motor (TSM) di sekolah tersebut. Riwayat Pendidikan sebelum SMK adalah SD Ma’arif Setono, dan SMP Negeri 4 Ponorogo. MHYA merupakan dua bersaudara, narasumber merupakan anak pertama dan memiliki adik perempuan yang baru duduk di kelas 2 SD.

Orang tua narasumber bekerja sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga, yang termasuk dalam ekonomi menengah. Dalam pemenuhan kebutuhan peserta didik, MHYA termasuk sudah tercukupi. Narasumber memiliki motivasi belajar yang tergolong kurang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari narasumber yang sering merasa malas untuk belajar, dan hanya belajar ketika terdapat tugas yang diberikan oleh guru.

Narasumber memiliki hobi menari dan bermain game online. Hobi menari ini sudah dikembangkan pada saat narasumber SMP. Namun, orang tua merasa khawatir apabila MHYA menjadi kurang focus dalam belajar.

Sehingga menyebabkan narasumber tidak melanjutkan hobi sekaligus potensi yang dimilikinya tersebut. Hobi narasumber lainnya yaitu bermain game online seperti anak seumurannya. Hobi tersebut terkadang juga menyebabkan orang tua MHYA sering mengingatkan untuk berhenti bermain dan focus untuk belajar. Selain itu, narasumber juga memiliki kebiasaan berkumpul dengan temannya di angkringan. Orang tua merasa khawatir apabila MHYA pulang terlalu malam, atau terlalu sering keluar yang menyebabkan kecurigaan orang tua terhadap narasumber.

3. Sintesis

MHYA merupakan siswa yang kurang memiliki motivasi belajar, tidak pernah membolos, berpakaian rapi saat ke sekolah, dapat bergaul dengan mudah. MHYA memiliki bakat menari yang tidak dikembangan dengan maksimal. Secara ekonomi, narasumber dapat tercukupi

9 kebutuhannya. MHYA sedang mengalami masa pubertas atau transisi menuju dewasa. Fluktuasi emosi pada narasumber terjadi ketika terjadi masalah, baik masalah dengan teman maupun dengan orang tua. Masalah dengan teman sebaya pernah dialami narasumber, sebab seorang teman mengatakan hal yang menyinggung orang tua narasumber. Selain itu, narasumber yang merasa dirinya dikekang oleh keluarga dari pihak ibu untuk tidak keluar malam. Lalu, MHYA memilih berpindah ke rumah nenek dari bapak, agar dapat berkumpul dengan temannya, di mana ia merasa lebih bebas. MHYA bermasalah dengan mengontrol emosi, merasa terkekang, dan memiliki motivasi belajar yang rendah.

4. Diagnosis

Diagnosis merupakan langkah untuk mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab dari masalah yang dihadapi subjek. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara diperoleh diagnosis sebagai berikut :

a. Faktor Internal

1) Peserta didik belum memahami kelebihan dan kekurangannya dengan baik.

2) Pesera didik masih mencari jati dirinya.

3) Peserta didik memasuki masa pubertas.

4) Peserta didik memiliki pandangan yang masih sempit, sulit menerima pendapat dari orang lain.

b. Faktor Eksternal 1) Pergaulan 2) Modernitas

5. Prognosis

Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab berdasarkan hasil diagnosis di atas, maka untuk mengatasi masalah yang dialami subjek dilakukan pendekatan model konseling Rational Emotive Therapy (RET) dan Behavioral. Di mana pada model konseling Rational Emotive

10 Therapy(RET) peneliti menggunakan teknik konfrontasi dan pada model konseling Behavioral digunakan teknik teknik asertif terhadap subyek kasus.

- Teknik Konfrontasi yaitu melawan pikiran MHYA yang tidak rasional itu dan mengarahkannya kepada cara berfikir rasional.

- Teknik Asertif yaitu teknik yang digunakan untuk melatih MHYA untuk mampu mengungkapkan perasaan tersinggung dan kesulitan menyatakan tidak pada orang lain.

6. Treatment

Setelah peneliti merencanakan bentuk alternatif bantuan yang akan diberikan oleh subyek kasus, maka dilaksanakanlah alternatif bantuan tersebut dengan tindakan sebagai berikut: Langkah yang harus disiapkan oleh subjek kasus hanya menyiapkan diri dan mentalnya sesiap mungkin.

Sebelum teknik dilaksanakan, konselor menanyakan tentang hal apa yang membuatnya mudah marah baik di lingkungan sekolah maupun rumah, atau dilingkungan pergaulannya. Jawaban dari konseli menjadi bantuan untuk konselor menentukan langkah treatment untuk subjek kasus. MHYA merasa terkekang apabila orang tua atau terdapat pihak yang melarangnya keluar untuk berkumpul dengan teman-temannya. Narasumber merasa bahwa orang tuanya tidak percaya padanya ketika keluar untuk bermain.

Koordinasi sangat diperlukan pada tahap ini sehingga masalah dari subjek kasus dapat terselesaikan. Peran orang tua untuk dapat berbicara dengan peserta didik diharapkan mampu membawa dampak yang signifikan untuk konseli. Guru kelas atau wali kelas turut andil dalam penyelesaian, seperti memberikan informasi kegiatan peserta didik orang tua, sehingga orang tua dapat mengontrol anaknya dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Selain itu, wali kelas atau guru juga dapat mengamati bagaiman pola tingkah perilaku dari teman-teman subjek kasus. Konseling terhadap subjek kasus terkait masalah yang dihadapi tersebut dilakukan secara

11 kontinyu atau berkelanjutan agar teratasi masalah dari subjek kasus dengan baik.

7. Evaluasi/Tindak Lanjut (Follow Up)

Setelah melakukan treatment diperlukan suatu evaluasi atau penilaian dari treatment yang diberikan kepada peserta didik. Hal ini digunakan untuk mengetahui apakah treatment tersebut mampu mengatasi permasalahan peserta didik. Selain itu evaluasi digunakan untuk mengetahui kelemahan dari treatment yang digunakan, Ini bertujuan untuk memperbaiki treatment guna memberikan bantuan yang lebih sesuai dengan kondisi dan permasalahan peserta didik. Guru bimbingan dan konseling dibantu dengan beberapa pihak yang berperan dalam pelaksanaan treatment melakukan pengamatan mengenai perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Setelah itu guru bimbingan dan konseling menyusun hasil pengamatan tersebut untuk dijadikan sebagai evaluasi. Setelah dilakukan evaluasi maka langkah selanjutnya adalah menentukan kegiatan tindak lanjut atau follow up untuk peserta didik.

Kegiatan tindak lanjut yang dapat dilakukan berupa:

a. Memberi motivasi kepada peserta didik untuk belajar.

b. Membantu, membimbing, dan memberi arahan atau masukan kepada peserta didik sesuai dengan kondisi peserta didik dengan cara yang menyebangkan sehingga dapat diterima dengan peserta didik pula.

c. Memantau perkembangan peserta didik dengan bantuan guru mata pelajaran, guru wali kelas, teman peserta didik, dan orang tua peserta didik.

B. Kendala, Hambatan, dan Solusi

Kendala yang dialami peserta didik selama pelaksanaan program atau bimbingan yang diberikan adalah sebagai berikut :

- Peserta didik yang kurang terbuka kepada konselor mengenai permasalahan yang dihadapi.

- Ornag tua yang kurang dapat berkomunikasi dengan peserta didik.

12 - Guru mata pelajaran yang peka atau perduli terhadap permasalahan yang

dihadapi peserta didik.

Solusi yang dapat diberikan untuk menanggulangi kendala tersebut antara lain :

- Melakukan pendekatan terhadap peserta didik.

- Mengadakan pertemuan dengan orang tua peserta didik guna membahas mengenai permasalahan perserta didik yang dihadapi.

- Guru mata pelajaran lebih peka dan perduli dengan perkembangan peserta didik.

- Guru Bimbingan dan Konseling bekerja sama dengan semua pihak sekolah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih ramah dan peka.

13 BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Studi kasus yang dibahas adalah permasalahan peserta didik berinisial MHYA sebagai narasumber yang duduk dibangku kelas XI SMK Pemkab Ponorogo. Permasalahan yang dihadapi adalah mengontrol emosi, merasa terkekang, dan memiliki motivasi belajar yang rendah. Faktor internal permasalahan tersebut adalah peserta didik belum memahami kelebihan dan kekurangannya dengan baik; Pesera didik masih mencari jati dirinya; peserta didik memasuki masa pubertas; peserta didik memiliki pandangan yang masih sempit, sulit menerima pendapat dari orang lain. Sedangkan faktor eksternal permasalahan tersebut adalah : pergaulan; modernitas Permasalahan tersebut dapat dilakukan pendekatan model konseling Rational Emotive Therapy (RET) dan Behavioral. Solusi dari permasalah yang dihadapi peserta didik MHYA adalah perlu motivasi untuk meningkatkan minat belajar, peserta didik perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan, bimbingan dan konseling dari konselor dan koordinasi dengan orang tua peserta didik.

B. Saran

Berikut saran yang dapat diberikan terkait studi kasus yang telah dilakukan :

1. Bagi konselor, sebaiknya lebih memperhatikan perkembangan peserta didik.

2. Bagi orang tua, mampu meningkatkan komunikasi yang baik dengan peserta didik sehingga terjalin hubungan yang baik pula.

3. Bagi peserta didik, diharapkan lebih kooperatif dengan program bimbingan dan konseling, sehingga memudahkan dalam proses penyelesaian masalah dan terbuka dengan masukan atau pendapat.

Dokumen terkait