• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Loyalitas Konsumen

Peter dan Olson (1997) mendefinisikan loyalitas merek sebagai minat membeli ulang dan perilaku membeli ulang. Minat membeli berulang sangat diperlukan untuk menunjukkan perilaku loyal konsumen, karena dalam loyalitas merek bukan sekedar suatu pembelian terhadap merek produk tertentu secara berulang, melainkan sesuatu yang lebih dari perilaku membeli berulang (Engel & Blackwell, 1982).

Assael (1992), mengemukakan bahwa loyalitas adalah hasil dari kepuasan dan komitmen ketika konsumen memutuskan untuk pembelian berikutnya. Dalam hal ini terlihat bahwa suatu pembelian dapat berulang karena konsumen belajar dari pengalaman dan konsumen akan mengulang pembelian pada produk yang telah memberikan kepuasan.

Loyalitas yang tinggi menunjukkan bahwa posisi produk perusahaan di pasaran sudah mapan, sehingga konsumen menjadi konsisten dan tidak terbujuk untuk berpindah pada tawaran dari produk lain. Loyalitas konsumen dapat dilihat dengan cara membandingkan besarnya permintaan pelanggan atas produk yang ditawarkan dengan seluruh permintaan untuk suatu produk yang sama.

Loyalitas konsumen merupakan tiket menuju sukses semua bisnis. Strategi pemasaran yang sukses seyogyanya menghasilkan konsumen yang loyal. Mereka yang dikategorikan sebagai pelanggan setia adalah mereka yang sangat puas sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal (Siat, 1997).

Jacoby (Engel dan Blackwell, 1982) mengatakan bahwa loyalitas merek pada dasarnya terdiri dari dua hal, yaitu perilaku loyal dan sikap loyal. Perilaku loyal adalah tindakan membeli berulang yang selektif yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan psikologik yang evaluatif. Adapun sikap loyal adalah kecenderungan mempunyai kebiasan yang selektif. Pendek kata, loyalitas merek mengadung arti perilaku membeli berulang yang didasari oleh faktor kognitif, afektif, evaluatif dan kecenderungan.

Peter dan Olson (1997) mendefinisikan loyalitas merek sebagai minat membeli berulang dan perilaku membeli berulang. Upaya untuk menumbuhkan serta mempertahankan perilaku loyal tersebut sangat dipengaruhi oleh proses kognitif. Hal ini harus melalui aktivitas kognitif dan ada keputusan yang harus dibuat mengenai kapan dan dimana membeli produk tersebut. Dalam proses kognitif, beberapa pengetahuan mengenai produk harus dimiliki dan upaya untuk mendapatkan produk itu harus mengaktifkan ingatan, ada keinginan untuk membeli serta ada kepuasan yang mempengaruhi perilaku membeli.

Menurut Assael (1992), ada empat pola pembelian konsumen, yaitu : a. Reversion, yaitu konsumen pernah membeli merek baru dan kemudian

kembali lagi ke merek lama. Misalnya, konsumen sejak dulu mengkonsumsi rokok merek “Gudang Garam Filter”, kemudian ia mencoba merek “Djarum Super”, namun kemudian ia tidak menyukainya, maka ia pindah lagi ke merek “Gudang Garam Filter”. b. Conversion, yaitu konsumen tetap loyal kepada merek baru. Misalnya,

konsumen mengkonsumsi rokok merek “Gudang Garam Filter” ia kemudian mencoba membeli merek “Djarum Super” ternyata ia menyukai merek “Djarum Super”, maka ia pun terus membeli merek “Djarum Super”.

c. Vacilation, yaitu konsumen membeli bergantian atara merek lama dengan merek baru. Misalnya konsumen bergantian membeli rokok merek merek “Gudang Garam Filter” dan “Djarum Super” karena ia menyukai keduanya.

d. Experimentation, yaitu konsumen selalu mencoba merek baru. Misalnya konsumen selalu membeli rokok merek baru untuk mengetahui rasanya sehingga ia tidak pernah loyal terhadap satu merek.

Loyalitas diawali dengan proses pemilihan berdasarkan pada alasan obyektif. Setelah beberapa waktu, pilihan tersebut menimbulkan ikatan emosional dengan konsumen. Konsumen yang loyal secara aktif akan mempunyai keterlibatan tinggi dengan polanya tersebut (Solomon, 2002).

Suatu pembelian dapat diulang karena konsumen belajar dari pengalaman masa lalu. Konsumen mengulang pembelian pada suatu barang yang telah memberikan kepuasan. Dalam hal ini proses pengambilan keputusan yang kompleks tidak akan terjadi pada setiap kali pembelian. Loyalitas merupakan hasil dari kepuasan dan komitmen, sama ketika konsumen memutuskan untuk pembelian berikutnya (Assael, 1992).

Merek akan memiliki posisi yang sangat kuat sehingga bisa menjadi suatu modal. Jika merek tersebut telah dikenal, memiliki asosiasi merek yang baik, persepsi kualitas yang baik, maka merek tersebut akan memiliki pelanggan setia (Aaker, 1991) senada dengan pendapat tersebut, Waren (Swa, 2005) mengemukakan merek adalah seluruh atribut baik berwujud maupun tidak dan menjadi suatu jaminan kredibilitas mutu dan keaslian. 2. Loyalitas Merek

Loyalitas terhadap suatu produk cenderung diistilahkan sebagai loyalitas merek karena konsumen selalu mengaitkan pada mereknya demi mempermudah mencari produk yang pernah dibelinya. Cara mengukur loyalitas merek didefinisikan sebagai berikut (Engel & Blackwell, 1982) : a. Brand choice sequences atau tahapan pilihan merek

Loyalitas merek diukur berdasarkan tahapan-tahapan merek yang dibeli dan kemudian ditempatkan pada salah satu di antara empat macam kategori loyalitas merek. Misalnya : merek A, B, C, D, E, F yang merupakan aneka macam merek dalam kelompok produk tertentu. Kemudian konsumen yang melakukan pembelian produk tersebut

ditempatkan pada salah satu di antara empat macam kategori loyalitas merek berdasarkan macam-macam merek yang diteliti. Kategori loyalitas merek tersebut adalah :

1) Undivided loyalty atau loyalitas mutlak : A, A, A, A, A, A yaitu tahapan yang tidak terputus-putus. Konsumen hanya membeli merek tunggal dan tidak jadi membeli jika merek tersebut tidak tersedia. 2) Devided loyalty atau loyalitas terpencar : A, B, A, B, A, B yaitu

pembelian yang konsisten dari dua merek atau lebih.

3) Unstable loyalty atau loyalitas tidak mantap : A, A, A, B, B, B yaitu konsumen berpindah dari satu merek ke merek lain tapi masih dalam satu perusahaan.

4) No Loyalty atau tidak ada loyalitas : A, B, C, D, E, F yaitu konsumen tidak memunyai kejelasan pola pembelian berulang.

b. Proportion of purchases atau proporsi pembelian.

Loyalitas merek diukur dengan cara melihat proporsi pembelian total dari kelompok produk tertentu yang berkaitan dengan merek atau kombinasi aneka merek.

c. Preference over time atau kesukaan terhadap merek-merek tertentu Loyalitas merek diukur berdasarkan seberapa besar kesukaan seseorang terhadap suatu merek, sehingga konsumen yang benar-benar mempunyai kesukaan terhadap merek tertentu akan tetap membeli sekalipun harga barang dinaikkan lebih tinggi dibandingkan harga merek lain.

d. Pengukuran lain, seperti misalnya dengan menggunakan frekuensi pembelian dan pola pembelian ataupun kombinmasi pengukuran tersebut.

Loyalitas menurut Dick & Basu dalam Tjiptono (2002) didefinisikan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek dan pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Definisi ini mencakup dua hal penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen akan menghasilkan empat situasi kemungkinan, seperti gambar berikut ini :

Perilaku pembelian ulang

Kuat Lemah

Rendah Loyalty Latent Loyalty

Sikap

Tinggi Spurious Loyalty No Loyalty

Sementara itu, untuk mengkaitkan antara tingkat kepuasan dan tingkat loyalitas menurut Schnaars (dalam Tjiptono, 2000) akan dihasilkan empat alternatif situasi, yaitu failures, forced loyalty, defectors dan successes.

Loyalitas

Lemah Kuat

Rendah Failures Forced Loyalty

Kepuasan

Kondisi failures dicirikan dengan kondisi tidak puas dan tidak loyal,

forced loyalty dicirikan dengan kondisi tidak puas, namun ada perasaan terikat pada progran promosi yang dicanangkan perusahaan sehingga tetap menjadi loyal, sedangkan defectors dicirikan sebagai tingkat kepuasan yang tinggi, tetapi merasa tidak harus terikat dengan produk tersebut dan successes dicirikan sebagai konsumen yang merasa puas dan paling mungkin untuk memberikan word of mouth yang positif.

Loyalitas pelanggan sering dihubungkan dengan loyalitas merek. Ada dua perspektif, yaitu perspektif perilaku dan perspektif sikap.

a. Perspektif perilaku, dalam perspektif ini loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Kenyataannya jarang dijumpai pelanggan yang setia 100% hanya pada satu merek tertentu. Oleh karena itu loyalitas merek dapat diukur misalnya melalui proporsi dan rentetan pembelian.

b. Perspektif sikap, bahwa pembelian ulang tidak dapat menjelaskan apakah konsumen benar-benar lebih menyukai merek tertentu dibandingkan merek lain atau karena berada dalam situasi dipengaruhi oleh aspek lain. Oleh karena itu, dalam pengukuran loyalitas merek, sikap pelanggan terhadap merek juga harus diteliti. Bila sikap pelanggan lebih positif (favorable) terhadap merek tertentu dibandingkan dengan merek-merek lain, maka ia dikatakan loyal terhadap merek yang bersangkutan.

2. Aspek dalam Loyalitas

Loyalitas konsumen terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu : a. Aspek Komitmen, dengan ciri

1) Tidak mempunyai keinginan untuk berganti merek 2) Adanya sikap konsisten terhadap merek tertentu.

Loyalitas pada umumnya menunjuk pada pola-pola pembelian berulang dengan suatu komitmen pada merek, toko atau perusahaan dan komitmen ini akan bertahan lama. Laaksonen (1993) mengemukakan bahwa keberadaan loyalitas ditunjukkan ketika konsumen menolak pengaruh untuk berpindah ke merek lain.

b. Aspek Minat, dengan ciri

1) Adanya motivasi kuat untuk tetap membeli produk tertentu. 2) Adanya perhatian khusus terhadap merek tertetu.

Minat membeli menurut Markin (Karnitasari, 1995) merupakan aktivitas psikis yang timbul karena ada perasan dan pikiran terhadap sesuatu barang atau jasa yang diinginkannya. Apabila hal itu terjadi pada pembelian berulang, maka kepercayaan, nilai dan citra ditunjukan pada barang dan jasa yang pernah dibeli sebelumnya.

c. Aspek Pembelian Berulang, dengan ciri

1) Adanya kebiasaan berulang untuk membeli merek produk tertentu. 2) Tidak pernah mengganti merek produk tertentu.

Pembelian berulang sangat diperlukan untuk menunjukkan perilaku loyal konsumen.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas

Loudon dan Bitta (1993), menjelaskan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas yaitu;

a. Variabel sosio ekonomi, demografi, dan psikologis, tetapi lebih cenderung ke arah produk yang spesifik daripada produk umum.

b. Perilaku loyal dari pemimpin kelompok yang informal mempengaruhi anggota kelompoknya.

c. Beberapa karakter pembeli yang berhubungan dengan loyalitas toko, yang akhirnya akan berhubungan dengan loyalitas merek.

Engel (1982), mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen yaitu:

a. Usia. Dalam usia dewasa seseorang lebih memiliki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan membeli

b. Jenis Kelamin. Pria cenderung lebih loyal karena wanita senang belanja sehingga mudah tertarik pada merek lain.

c. Pendidikan. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan seseorang, akibatnya orang yang berwawasan rendah akan lebih mudah terpengaruh.

4. Loyalitas Konsumen

Berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas konsumen adalah situasi pembelian berulang berdasarkan keputusan yang benar-benar disadari dengan komitmen, minat dan pembelian berulang pada produk tertentu.

Konsep ini menunjuk ada pola-pola pembelian selama periode waktu tertentu. Pola-pola pembelian berulang dalam loyalitas tersebut dapat dicapai berdasarkan sikap yang positif, dalam hal ini sikap positif terhadap produk rokok merek “Gudang Garam Filter”. Loyalitas diawali dengan proses pemilihan yang didasarkan pada alasan obyektif. Setelah beberapa waktu, pilihan tersebut menimbulkan ikatan emosional dengan konsumen.

B. Persepsi Citra Merek Rokok Gudang Garam Filter

Dokumen terkait