• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pengobatan Penderita Malaria

1. Luas Bangunan Rumah (Kepadatan Hunian Ruang Tidur)

Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy (kebebasan), security (keamanan), safety (perlindungan), comfirt (kesenangan) dan rileks (ketenangan). Disamping itu juga harus memenuhi persyaratan fisik yang meliputi konstruksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik.

Menurut Regional Houseing Center, suatu bangunan harus memenuhi ukuran luas yang layak (dengan perhitungan untuk setiap keluarga yang terdiri dari 5 anggota

keluarga rata-rata). Setidak-tidaknya harus ada batas-batas minimal dapat dianggap rumah tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan-persyaratan.

Di berbagai negara persyaratan luas ruangan, perumahan biasanya ditentukan berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowding (kepenuhsesakan) dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral. Luas bangunan yang optimum menurut Notoatmodjo (2003) adalah apabila menyediakan 2,5–3 m2 untuk tiap orang atau tiap anggota keluarga. Over crowding suatu perumahan apabila kondisi rumah terhadap jumlah penghuni sebagai berikut :

a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan usia diatas 10 tahun yang bukan suami istri, tidur dalam satu kamar.

b. Jumlah penghuni dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang ditetapkan.

Di Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur di tetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999, yaitu luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan/ digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Dan ukuran kamar tidur yang ideal minimal 9 m2 untuk orang dewasa dan anak–anak diatas 5 tahun, sedangkan untuk anak balita ukuran minimal 4,5 m2 dan tidak dianjurkan digunakan untuk lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur.

2. Ventilasi

Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan

sirkulasi udara sangat diperlukan. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Sehingga keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003).

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a. Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya.

b. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo, 2003)

3. Lantai

Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu–batu yang langsung diletakkan di atas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi.

Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya hanya berupa tanah saja.

Lantai dari tanah atau batu bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah sehingga menjadi lembab. Oleh karena itu perlu suatu lapisan kedap yang air, seperti semen, susunan tegel, dan lain-lain. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang melekat padanya (Notoatmojo, 2003).

4. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusak mata. Karena itu pencahayaan ruangan minimal intensitasnya 60 lux. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni (Notoatmodjo, 2003) :

1.Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah

yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 10 % sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Di samping sebagai ventilasi, jendela juga berfungsi sebagai jalan masuk cahaya.

2.Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya

2.11 Kerangka Konsep ` Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin b. Umur c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Sosial Budaya Angka Kejadian Malaria Faktor Kondisi Lingkungan Fisik

Rumah

a. Kawat Kasa PadaVentilasi b. Pencahayaan

c. Kelembaban

d. Langit-langit/Plafon Rumah e. Kerapatan Dinding

2.12 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

2.12.1 Hipotesis Mayor

1. Ho: Ada hubungan karakteristik responden (Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Sosial budaya) dan faktor lingkungan Fisik Rumah (Kawat kasa pada ventilasi. Pencahayaan, Kelembaban, Langit-langit/Plafon rumah, dan Kerapatan dinding) terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

2. Ha: Tidak ada hubungan karakteristik responden (Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Sosial budaya) dan faktor lingkungan Fisik Rumah (Kawat kasa pada ventilasi. Pencahayaan, Kelembaban, Langit-langit/Plafon rumah, dan Kerapatan dinding) terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

2.12.2 Hipotesis Minor

1. Ada hubungan antara karakteristik responden (Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Sosial budaya) terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

2. Ada hubungan antara Kawat kasa pada ventilasi terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

3. Ada hubungan antara Pencahayaan terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

4. Ada hubungan antara Kelembaban terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

5. Ada hubungan antara Langit-langit/Plafon rumah terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

6. Ada hubungan antara Kerapatan dinding terhadap kejadian malaria di Desa Kampung Padang Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013.

Dokumen terkait