• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rangkaian Penguat

6.3.3. Macam-macam Distorsi dan Derau

Pada Penguat Serta

Penanganannya

Pelacakan Kerusakan Sistem Analog

204

transistor harus kebih besar dari 0,6 V (untuk silikon). Bentuk gelombang- nya dapat dilihat pada gambar 6.41. ● Distorsi Phasa

Kenaikan frekuensi sinyal akan me- nimbulkan perubahan phasa sinyal output terhadap input secara relatif. Tipe distorsi ini menyusahkan ketika sinyal input berbentuk gelombang kompleks, karena tersusun dari be- berapa komponen gelombang sinus yang mempunyai frekuensi yang berbeda. Hasilnya adalah bentuk output takkan serupa dengan bentuk input.

Distorsi Intermodulasi

Ketika ketidak linieran berada pada sebuah rangkaian amplifier, dua si- nyal dengan frekuensi yang berbe- da, katakanlah 400 Hz dan 1 kHz akan diperkuat dengan baik apabila dicampur, dan output akan berisi sinyal-sinyal dengan amplitudo yang kecil dan frekuensi yang berbeda, yaitu 600 Hz dan 1,6 kHz dan har- monik-harmonik dari frekuensi-fre- kuensi tersebut. Nilai distorsi harmo- nik total yang merupakan hasil dari distorsi amplitudo dan distorsi non- linier, tetapi tidak termasuk distorsi frekuensi, distorsi phasa atau dis- torsi intermodulasi. Rangkaian yang baik untuk mengukur distorsi harmo- nik total adalah filter twin tee seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.42 yang mempunyai peredaman mak- simum pada satu frekuensi. Output dapat diukur dengan menggunakan millivolt meter r.m.s yang sensitif. Sinyal generator diset 1 kHz yang digunakan sebagai sinyal input yang baik untuk sinyal level ren- dah dan sinyal tersebut juga dima- sukkan ke input X osiloskop. Osiloskop akan menunjukkan garis dengan kemiringan 45o

GC Loveday,1977, 42

Gambar 6.42: Filter Twin Tee

Distorsi intermodulasi dapat diukur dengan memberikan dua buah sinyal 400 Hz dan 1 kHz ke dalam amplifier yang biasanya dengan sebuah ratio kira-kira 4:1. Kemu- dian dengan menggunakan sebuah filter pada 1 kHz hasil dari bebe- rapa intermodulasi akan dinyata- kan penggunaan metoda yang diu- raikan terdahulu.

Sebuah metoda yang dapat digu- nakan untuk mempera gakan dis- torsi amplitudo, distorsi pergeseran phasa untuk sebuah audio ampli- fier ditunjukkan pada gambar 6.43.

GC Loveday,1977, 43

Gambar 6.43: Metoda dari Peragaan Distorsi Menggunakan Sebuah CRO.

Pelacakan Kerusakan Sistem Analog

205

apabila output amplifier tidak mengalami distorsi. Biasanya o- siloskop yang berkualitas tinggi yang harus digunakan untuk pe- ngetesan ini, hingga beberapa ketidaklinieran penguat dalam osiloskop akan diperagakan. Macam-macam output untuk tipe - tipe distorsi yang berbeda di- tunjukkan pada gambar 6.43. Selain cara pengukuran di atas, ada suatu cara pengukuran yang lebih mudah dan hasil yang lebih jelas yaitu dengan memberukan input berupa gelombang kotak dengan frekuensi antara 400 Hz – 1 KHz. Hasil output pada osi- loskop akan terlihat mempunyai distorsi atau tidak, seperti terli- hat pada gambar 6.44.

Derau Pada Sistem Audio.

Selain distorsi sebuah sistem au- dio sangat mudah kemasukan de- rau (noise) dari luar, karena pada sistem audio yang lengkap ada rangkaian-rangkaian yang sangat sensitif (menguatkan sinyal yang sangat kecil) yang sangat mudah kemasukan noise jika pengawa- tannya salah. Di bawah ini diberi- kan beberapa kemungkinan terja- dinya derau karena lingkungan dan cara penangannya secara se- derhana. Derau yang disebabkan dari luar, biasanya dikenal dengan istilah interferensi, yang selalu da- pat dikurangi atau dibatasi bila sumberderau telah dapat diidenti - fikasi. Teknik yang sering diguna- kan untuk mengurangi derau jenis ini ialah dengan menggunakan fil- ter, pelindung dan pemilihan freku- ensi.

Sinyal Masukan Kotak

Kemungkinan keluarannya:

Penguatan lemah pada frekuensi rendah dan tak ada beda phasa

Penguatan lemah pada frekuensi rendah dengan beda phasa

Penguatan lebih pada frekuensi rendah dan tak ada beda phasa

Penguatan lebih pada frekuensi rendah dan ada beda phasa

Penguatan jelek pada frekuensi tinggi dan ada beda phasa

Penguatan lebih pada frekuensi tinggi

GC Loveday,1977, 41

Gambar 6.44: Pengukuran dengan Menggunakan Gelombang Kotak pada

Pelacakan Kerusakan Sistem Analog

206

Gambar 6.45a menunjukkan ba- gaimana jalur mikrofon yang pendek tanpa pelindung dapat menimbulkan derau 60 Hz, ka- rena adanya kopling kapasitansi liar, yang hanya 10 pF pada ins- talasi rumah 120 volt.

Derau frekuensi tinggi (dari tran- sien saklar, sikat arang motor, dimmer lampu) juga muncul pa- da saluran ac, dan ini akan diko- pel lebih kuat lagi, karena ada- nya reaktansi kapasitif rendah. Gambar 6.45b menunjukkan pe- lindung saluran (menggunakan kabel coaxcial), sehingga mikro- fon mengkopel derau ke tanah dari pada kemasukan penguat. Gambar 6.46a menunjukkan be- berapa kesalahan umum pada pelindung, yakni menghubung- kan pelindung dengan tanah. Gambar 6.46b menunjukkan penggunaan pelindung yang be- nar.

Jadi sebuah sistem audio yang bagus selalu memperhatikan sistem sambungan-sambungan yang ada antara satu bagian kebagian yang lain, karena begi- tu salah satu sambungan kema- sukan derau/noise dari luar ma- ka derau ini akan ikut dikuatkan bersama sinyal yang ada sam- pai kepenguat yang terakhir.

Vs 100 kZs 50 mV 1 kHz 10 pF (Xc = 265 M at 60 Hz) Zin 100 k120 V 60 Hz Amp (a) 23-mV 60-kHz noise 25-mV 1-kHz signal

Gambar 6.45a: Kapasitansi liar yang kecil pada saluran ac dapat menimbulkan derau yang besar pada level saluran berimpedansi tinggi.

Zs KAW AT T ERBUNGKUS SINYAL Zin JALA- JALA PENGUAT (b)

Gambar 6.45b: Pelindung Mengeliminasi Derau.

Gambar 6.46a: Pelindung Dihubungkan Ketanah.

Daniel L. Metzger, 1981, 319

Gambar 6.46b: Pelindung Sambungan yang Benar.

Pelacakan Kerusakan Sistem Analog

207

Derau yang lain dapat juga dise- babkan oleh sebuah motor. Gambar 6.47a menunjukkan fil- ter derau-brush sebuah motor, yang akan menjaga pemusnah- an frekuensi tinggi dari saluran ac yang masuk yang akan terra- diasi selamanya. Kapasitor se- derhana dipilih, karena akan mempunyai reaktansi tinggi pada frekuensi audio, tetapi mempu- nyai reaktansi rendah untuk in- terferensi frekuensi radio, yang akan dapat mengeliminasi inter- ferensi dalam tape atau phone (sepert ditunjukkan pada gambar 6.47b).

Daniel L. Metzger, 1981, 320

Gambar 6.47a: Teknik Meredam Derau untuk Loncatan Bunga Api Motor.

Daniel L. Metzger, 1981, 320

Gambar 6.47b: Alat Phone atau Tape-magnet

(Head).

Selain derau yang disebabkan dari luar, dapat juga derau disebabkan da- ri dalam rangkaiannya sendiri. Di bawah ini diberikan beberapa penyebab derau dari dalam, yaitu:

a. Derau termal

Derau termal adalah tegangan yang dihasilkan melalui terminal beberapa resistansi yang disebabkan oleh vibrasi thermal acak dari atom yang me- nyusunnya. Spektrum frekuensi derau termal membentang dari dc hingga batas frekuensi teknik penguatan elektronik. Puncak gelombang derau biasanya mencapai empat kali lipat nilai rms. Semua komponen resistor bias, antenna penerima, strain gages, semikonduktor menghasilkan de- rau thermal. Hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi lebar pita pengu- at atau dengan menurunkan temperatur komponen terhadap sinyal. b. Derau shot

Derau ini terdapat pada beberapa sambungan atau interferensi yang di- sebabkan oleh pembawa muatan. Derau Shot dapat dikurangi dengan mengoperasikan penguat yang sensitif pada arus bias rendah.

c. Derau Flicker

Derau ini disebabkan oleh fluktuasi arus bias, terutama pada frekuensi rendah. Untuk mengurangi efek tersebut penggunaan frekuensi 100 Hz atau lebih rendah hendaknya dihindari untuk peralatan yang sensitif. Untuk penggunaan frekuensi satu KHz atau lebih, efek derau mungkin masih dapat diabaikan.

Selain derau di atas masih banyak lagi penyebab derau pada suatu sis- tem audio dan itu bisa dibahas pada tingkat yang lebih tinggi lagi.

Pelacakan Kerusakan Sistem Analog

208

Karena ini merupakan prinsip dasar pelacakan kerusakan sebuah pengu- at dengan menggunakan transistor, maka sebelum membahas sistem audio stereo, di bawah ini diberikan contoh rangkaian penguat satu ting- kat dengan semua jenis kerusakan yang mungkin terjadi dan tegangan terukur pada titik-titik yang telah ditetapkan. Tentunya dari sini dapat di- ambil makna untuk melangkah pada rangkaian yang lebih rumit lagi. Terlihat pada gambar 6.48 di bawah ini penguat satu tingkat dengan te- gangan DC terukur pada kondisi normal.

Vcc +12 V R1 47 k R2 12 k R4 560 R3 2k2 C1 10uF C3 100uF C2 10uF 2,3 V 1 2 3 1,7 V 5,5 V

Gambar 6.48: Penguat Satu Tingkat dengan Tegangan DC Normal

Penguat satu tingkat di atas menggunakan jenis transistor silikon dengan hFE antara 50 sampai 500. Melalui perhitungan, maka akan didapatkan

tegangan-tegangan pada titik-titik 1, 2, dan 3 sebagai berikut :

Titik 1: didapat dengan menggunakan rumus yang mudah, yaitu prinsip pembagi tegangan sebagai berikut : V1 = {VCC / (R1+R2) } R2 ,

sehingga didapat V1 = 2,4 Volt.

Titik 2 : Didapat dengan rumus V2 = VCC – IC.R3, sedangkan untuk

mencari IC dengan cara mencari IE, yaitu IE = V3 / R4, karena IB sangat

kecil dibandingkan IE maka IC = IE . Sehingga didapat IC = 3,05 mA

dan V2 = 5,3 Volt (ingat harus dicari terlebih dahulu V3).

Titik 3 : karena menggunakan transistor jenis silikon (VBE = 0,6 V atau

0,7 V) maka didapat V3 dengan sangat mudahnya, yaitu V3 = V1 - VBE

= 2,4 V – 0,7 V = 1,7 V.

Dalam kenyataannya rangkaian terukur dengan menggunakan multimeter adalah : V1 = 2,3 V, V2 = 5,5 V dan V3 = 1,7 V, ini semua terjadi karena

digunakan resistor dengan toleransi 10 %, jadi tak ada masalah. Sedangkan hasil sinyal keluarannya diperkuat berbalik phasa dengan masukkannya, dan ini memang ciri khas penguat satu tingkat tersebut. Di bawah ini diberikan kerusakan-kerusakan yang terjadi dan hasil peng- ukuran tegangan DC nya serta alasannya, sebagai berikut:

R1 terbuka diberikan pada Gambar 6.49, maka tegangan terukur ada-

lah: V1 = 0 V, V2 = 12 V, V3= 0 V dan keluaran tak ada sinyal. Karena

arus dan tegangan DC basis = 0 V (tak dapat catu dari R1) , maka

transistor kondisi mati (cut off), sehingga V3 juga = 0V.

Dokumen terkait