• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkret, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain.71

Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang

71

Sadirman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. 21, h. 89-90

berisi keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekadar simbol dan seremonial.

b. Motivasi Ektrinsik

Motivasi ektrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.72 Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapat nilai baik, sehingga akan dipuji oleh guru atau temannya, yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau karena ingin mendapat hadiah atau pujian. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, motivasi ektrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ektrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar

72

ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ektrinsik.

3. Motivasi Belajar

Beberapa teori menjelaskan tentang belajar, baik yang beraliran behaviorisme, kognitivisme, humanisme, maupun sibernetika. Aliran-aliran teori belajar tersebut sekadar mengarahkan dan memilih jenis teori belajar mana yang menjadi pijakan melakukan kegiatan belajar.

Thorndike, salah seorang pendiri aliran teori belajar tingkah laku, mengemukakan teorinya bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan).73 Jelasnya menurut Thorndike, perubahan tingkah laku dapat berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa diamati).

Di dalam belajar praktik misalnya, perubahan tingkah laku seseorang dapat dilihat secara konkret atau dapat diamati. Pengamatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk gerakan yang dilakukan terhadap suatu objek yang dikerjakannya. Seorang guru memberikan perintah kepada siswa untuk

melakukan kegiatan praktik merupakan “stimulus”, dan siswa dengan

menggunakan pemikirannya, melakukan kegiatan praktik merupakan

“respon” yang hasilnya langsung dapat diamati. Dengan demikian kegiatan

73

belajar yang tampak dalam teori belajar tingkah laku dalam pandangan Thorndike mengarah pada hasil langsung belajar, atau tingkah laku yang ditampilkan.

Teori belajar lain yang mendasari belajar dapat dilihat dari tiga pakar, yakni Clark Hull, Edwin Guthrie, dan B.F. Skinner. Ketiga pakar tersebut juga menggunakan variabel Stimulus-Respons untuk menjelaskan teori-teori mereka. Namun, meskipun ketiga pakar ini mendapat julukan yang sama, yaitu pendiri aliran tingkah laku (Neo Behaviorist), namun mereka berbeda satu sama lain dalam beberapa hal yang sifatnya prinsipil.

Clark Hull misalnya, sangat terpengaruh oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, seperti dalam teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat, terutama untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, meskipun respon mungkin bermacam-macam bentuknya.74 Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.

Menurut Edwin Guthrie, stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan biologis. Hal yang penting dalam teori Guthrie adalah hubungan antara

74

stimulus dan respons cenderung bersifat sementara.75 Oleh karena itu, diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan), apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.

Bertolak dari teori belajar Guthrie, pemberian stimulus yang sering mendorong siswa melakukan respons yang sesegera mungkin, dan suatu saat menjadi kebiasaan. Dalam kaitan dengan kegiatan belajar yang memerlukan praktik, sebagaimana dicontohkan di atas, agar perubahan tingkah laku siswa segera terbentuk, maka pemberian stimulus dapat dilakukan dalam bentuk teori. Selanjutnya, segera diikuti oleh praktik. Pemberian teori yang dibarengi dengan kegiatan praktik dalam belajar, lebih memudahkan terbentuknya tingkah laku.

Sementara Skinner yang datang kemudian, mempunyai pendapat lain, yang ternyata mampu mengalahkan pamor teori-teori Hull dan Guthrie. Hal ini, mungkin karena kemampuan Skinner dalam menyederhanakan kerumitan teorinya serta menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam teorinya itu.

Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respons, untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respons yang diberikan

75

oleh siswa tidak sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya mempengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respon yang diberikan, dapat menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku.76 Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas, kita harus memahami respons itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.77

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.78 Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku,

76Ibid.

77Ibid.

78

pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.79

Dalam kerangka pendidikan formal, motivasi belajar tersebut ada dalam jaringan rekayasa pedagogis guru. Dengan tindakan pembuatan persiapan mengajar, pelaksanaan belajar-mengajar, maka guru menguatkan motivasi belajar siswa.80

4. Peranan Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c)

79Ibid.

80

menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan ketekunan belajar.81

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Sebagai contoh, seorang anak akan memecahkan materi matematika dengan bantuan tabel logaritma. Tanpa bantuan tabel tersebut, anak itu tidak akan dapat menyelesaikan tugas matematika.

Peristiwa di atas dapat dipahami bahwa sesuatu dapat menjadi penguat belajar untuk seseorang, apabila dia sedang benar-benar mempunyai motivasi untuk belajar sesuatu.

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak. Sebagai contoh, anak akan termotivasi belajar elektronik karena tujuan belajar elektronik itu dapat melahirkan kemampuan anak dalam bidang elektronik.

Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan

81

memperoleh hasil yang baik. Dalam hal itu, tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar.82

5. Faktor-Faktor Pribadi Dalam Motivasi

Ketika kita perhatikan dua siswa kelas IX MTs Nurul Huda.yang sedang menggambar pemandangan alam di belakang madrasahnya, namakanlah mereka Mutiara dan Intan. Pada umumnya, pada umumnya kedua siswa itu memiliki kepandaian dan ketekunan belajar yang sama. Keduanya kebetulan berasal dari lingkungan yang sama, mereka bertetangga dan bertempat tinggal dalam pemukiman yang sama. Namun dalam pelajaran menggambar mereka berbeda. Mutiara sangat bergairah menggambar dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, dia telah menghasilkan gambar

pemandangan alam yang “hidup” dan bagus. Sementara Intan tidak

menghasilkan gambar yang diharapkan. Anehnya, meskipun Intan melihat hasil lukisan Mutiara yang bagus, Intan sama sekali tidak berhasrat untuk berusaha menyamai, apalagi bersaing untuk menghasilkan gambar yang lebih bagus dari Mutiara. Dia seolah-olah pasrah dengan pendapat, bahwa memang dia tidak mampu menggambar.

Dari kondisi di atas timbul pertanyaan: Benarkah Intan tidak mampu menggambar? Mengapa dia tidak terangsang oleh hasil gambar temannya yang bagus itu? Faktor apakah yang menyebabkan Intan demikian?

82

Jawabannya adalah karena faktor di dalam diri, yaitu faktor pribadi, dan faktor lingkungan individu yang bersangkutan.Tidak ada motif berprestasi dalam diri Intan.

Motif berprestasi, yaitu motif untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan, motif untuk memperoleh kesempurnaan. Motif semacam itu merupakan unsur kepribadian dan prilaku manusia, sesuatu yang berasal dari dalam diri manusia yang bersangkutan. Motif berprestasi adalah motif yang dipelajari, sehingga motif itu dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui proses belajar.83

Dalam hubungannya dengan proses interaksi belajar mengajar yang lebih menitikberatkan pada soal motivasi dan reinforcement, pembicaraan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor intern. Faktor intern ini sebenarnya menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis. Tetapi releven dengan persoalan reinforcement, maka tinjauan mengenai faktor-faktor intern ini akan dikhususkan pada faktor-faktor psikologis.

Kehadiran faktor-faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa

83

memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.84

Thomas F. Staton menguraikan enam macam faktor psikologis yaitu: (1) Motivasi, (2) Konsentrasi, (3) Reaksi, (4) Organisasi, (5) Pemahaman, dan (6) Ulangan.85

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor pribadi dalam motivasi adalah (1) faktor diri secara intern, (2) faktor lingkungan individu yang bersangkutan, dan (3) faktor-faktor psikologis.

6. Faktor-Faktor Lingkungan dengan Motivasi

Di atas telah dikemukakan bahwa perbuatan atau perilaku individu manusia ditentukan oleh faktor-faktor di dalam diri, yaitu faktor pribadi, dan faktor lingkungan individu yang bersangkutan. Sesungguhnya, faktor pribadi dan faktor lingkungan sering berbaur, sehingga sulit untuk menentukan apakah sesuatu benar-benar faktor pribadi. Misalnya, kebutuhan berafiliasi (hubungan, pertalian kerja sama) merupakan faktor pribadi. Pada umumnya, motif dasar yang bersifat pribadi muncul dalam tindakan individu setelah

“dibentuk” oleh pengaruh lingkungan.86

Oleh karena itu, motif individu untuk melakukan sesuatu, misalnya motif untuk belajar dengan baik, dapat

84

Sardiman, Interaksi & Motivasi, Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 21, h. 39

85Ibid., h. 40-44

86

dikembangkan, diperbaiki, atau diubah melalui belajar dan latihan, dengan perkataan lain, melalui pengaruh lingkungan.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa perbuatan individu muncul karena motif yang asali yang telah dibentuk oleh pengaruh faktor lingkungan. Namun demikian, masih dijumpai perbuatan individu yang benar-benar didasari oleh suatu dorongan yang tidak diketahui secara jelas, tetapi bukan karena insting, artinya bersumber pada suatu motif yang tidak dipengaruhi dari lingkungan itu.87 Perilaku yang disebabkan oleh motif semacam itu muncul tanpa perlu adanya ganjaran atas perbuatan, dan tidak perlu hukuman untuk tidak melakukannya. Motif yang demikian biasanya disebut motif instrinsik. Sebaliknya, ada pula perilaku individu yang muncul karena adanya hukuman atau tidak muncul karena ada hukuman. Motif yang menyebabkan perilaku itu, seakan-akan dari luar (ganjaran atau hukuman). Motif semacam itu disebut motif ekstrinsik. Ganjaran atas suatu perbuatan, menguatkan motif yang melatarbelakangi perbuatan itu, sedangkan hukuman memperlemahnya.88

Seorang anak, yang sedang belajar mengaji akan terus belajar mengaji dan cepat pandai mengaji, apabila orang tuanya memuji dan menghargainya. Dalam hal ini, motif belajar mengaji anak itu diperkuat dengan ganjaran yang berupa pujian atau penghargaan orang tuanya.

87Ibid.

88

Seorang siswa sekolah dasar akan senang dan berhasil belajar matematika, misalnya, kalau dalam ulangan pertamanya dia mendapat nilai yang tinggi. Sebaliknya, bila dia mendapat nilai rendah dalam ulangan pertama, dia akan cenderung tidak senang belajar matematika, dan pada gilirannya kurang atau tidak berhasil dalam belajar matematika. Dalam hal ini, motif untuk belajar matematika siswa diperkuat dengan ganjaran yang berupa hasil ulangan yang baik. Penguatan motif yang berasal dari luar disebut proses reinforcement.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.

7. Teknik-Teknik Motivasi dalam Pembelajaran

Hamzah B. Uno menuliskan beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran sebagai berikut:

a. Pernyataan penghargaan secara verbal

b. menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan c. menimbulkan rasa ingin tahu

d. memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa e. menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa

f. menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar

g. gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami

h. menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya

i. menggunakan simulasi dan permainan

j. memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum

k. mengurangi akibat yang tidak meneyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar

m. memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat n. memperpadukan motif-motif yang kuat

o. memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai p. merumuskan tujuan-tujuan sementara

q. memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai

r. membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa s. mengembangkan persaingan dengan diri sendiri

t. memberikan contoh yang positif.89 a. Pernyataan penghargaan secara verbal.

Pernyataan verbal terhadap perilaku yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik merupakan cara paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa kepada hasil belajar yang baik. Pernyataan seperti “Bagus sekali”, “Hebat”, “Menakjubkan”, disamping

menyenangkan siswa, pernayataan verbal mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru, dan penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan atau pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan di depan orang banyak.

b. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan.

Pengetahuan atas hasil pekerjaan merupakan cara untuk meningkatkan motif belajar siswa.

c. Menimbulkan rasa ingin tahu.

Rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan motif belajar siswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang dapat

89

mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi, menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, menemukan suatu hal yang baru, menghadapi teka-teki.

d. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa.

Dalam upaya itu, guru sebenarnya bermaksud untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa.

e. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa.

Hal ini memberikan semacam hadiah bagi siswa pada tahap pertama belajar yang memungkinkan siswa bersemangat untuk belajar selanjutnya.

f. Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar. Sesuatu yang telah dikenal siswa, dapat diterima dan diingat lebih mudah. Jadi gunakanlah hal-hal yang telah diketahui siswa sebagai wahana untuk menjelaskan sesuatu yang baru atau belum dipahami oleh siswa.

g. Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami.

Sesuatu yang unik, tak terduga, dan aneh lebih dikenang oleh siswa daripada sesuatu yang biasa-biasa saja.

h. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.

Dengan jalan itu, selain siswa belajar dengan menggunakan hal-hal yang telah dikenalnya, dia juga dapat menguatkan pemahaman atau pengetahuannya tentang hal-hal yang telah dipelajarinya.

i. Menggunakan simulasi dan permainan.

Simulasi merupakan upaya untuk menerapkan sesuatu yang dipelajari atau sesuatu yang sedang dipelajari melalui tindakan langsung. Baik simulasi maupun permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang sangat menarik menyebabkan proses belajar menjadi bermakna secara afektif atau emosional bagi siswa. Sesuatu yang bermakna akan lestari diingat, dipahami atau dihargai.

j. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum.

Hal itu akan menimbulkan rasa bangga dan dihargai oleh umum. Pada gilirannya suasana tersebut akan meningkatkan motif belajar siswa. k. Mengurangi akibat yang tidak meneyenangkan dan keterlibatan siswa

dalam kegiatan belajar.

Hal-hal positif dari keterlibatan siswa dalam belajar hendaknya ditekankan, sedangkan hal-hal yang berdampak negatif seyogianya dikurangi.

l. Memahami iklim sosial dalam sekolah.

Pemahaman iklim dan suasana sekolah merupakan pendorong kemudahan berbuat bagi siswa

m. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat.

Guru seyogianya memahami secara tepat bilamana dia harus menggunakan berbagai manifestasi kewibawaannya pada siswa untuk meningkatkan motif belajarnya.

n. Memperpadukan motif-motif yang kuat.

Seorang siswa giat belajar mungkin karena latar belakang motif berprestasi sebagai motif yang kuat. Dia dapat pula belajar karena ingin menonjolkan diri dan memperoleh penghargaan, atau karena dorongan untuk memperoleh kekuatan.

o. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.

Di atas telah dikemukakan, bahwa seseorang akan berbuat lebih baik dan berhasil apabila dia memahami yang harus dikerjakannya dan yang dicapai dengan perbuatannya itu. Semakin jelas tujuan yang akan dicapai, makin terarah upaya untuk mencapainya.

p. Merumuskan tujuan-tujuan sementara.

Tujuan belajar merupakan rumusan yang sangat luas dan jauh untuk dicapai. Agar upaya mencapai tujuan itu lebih terarah, maka tujuan-tujuan belajar yang umum itu seyogianya dipilah menjadi tujuan-tujuan sementara yang lebih jelas dan lebih mudah dicapai.

q. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai.

Dalam belajar, hal ini dapat dialakukan dengan selalu memberitahukan nilai ujian atau nilai pekerjaan rumah. Dengan mengetahui hasil yang

telah dicapai, maka motif belajar siswa lebih kuat, baik itu dilakukan karena ingin mempertahankan hasil belajarnyang telah baik, maupun untuk memperbaiki hasil belajar yang kurang memuaskan.

r. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa.

Suasana ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain.

s. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri.

Persaingan semacam ini dilakukan dengan memberikan tugas dalam berbagai kegiatan yang harus dilakukan sendiri. Dengan demikian, siswa akan dapat membandingkan keberhasilannya dalam melakukan berbagai tugas.

t. Memberikan contoh yang positif.

Banyak guru yang mempunyai kebiasaan untuk membebankan pekerjaan para siswa tanpa kontrol. Biasanya dia memberikan suatu tugas kepada kelas, dan guru meninggalkan kelas untuk melaksanakan pekerjaan lain. Keadaan ini bukan saja tidak baik, tetapi dapat merugikan siswa.

D. Kompetensi Kepribadian Guru dalam Meningkatkan Motivasi Belajar

siswa

Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa diperlukan kompetensi kepribadian guru. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian

Kompetensi adalah “kemampuan atau kecakapan”90

Sedangkan Kepribadian

berasal dari kata pribadi yang berarti “Perseorangan, manusia individu, bukan

umum; keadaan manusia sebagai individu.”91

Menurut Zakiah Darajat “kompetensi kepribadian itulah yang akan

menentukan apakah ia akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didik, ataukah ia akan jadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa.”92

Ulwan juga mengemukakan bahwa, masalah keteladanan menjadi faktor

Dokumen terkait