• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada anak merupakan suatu hal yang sangat sulit. Ganjaran sebagai alat pendidikan banyak sekali macamnya.

Menurut Sardiman macam-macam reward adalah sebagai berikut:21 1) Pemberian angka atau nilai

Angka yang dimaksud berupa bonus nilai/tambahan nilai bagi peserta didik yang mengerjakan tugas dengan baik. Salah satu contohnya adalah pada saat peserta didik mengerjakan tugas dengan baik, pendidik memberikan bonus nilai kepada peserta didik tersebut. Secara tidak langsung hal tersebut dapat memotivasi peserta didik yang lain untuk mengerjakan tugas juga, supaya mendapat bonus nilai. Selain sebagai motivasi berprestasi bonus nilai secara tidak langsung juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2) Pemberian hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi berprestasi. Sebagian peserta didik merasa senang dan bangga apabila dia diberikan hadiah atas prestasinya yang baik atau nilai yang baik disekolah oleh pendidik mereka maupun orangtua.

3) Pemberian pujian

Pemberian pujian disini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi berprestasi maka pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri peserta didik sehingga prestasi belajar peserta didik ikut meningkat.

21

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. (Cet. XXII; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h.89.

4) Pemberian penghargaan

Semua hal yang dilakukan oleh peserta didik harus dihargai agar peserta didik tidak merasa perbuatannya sia-sia. Penghargaan yang bisa diberikan kepada siswa dapat berupa piagam, piala atau sertifikat.

Sedangkan menurut Purwanto, ada beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan ganjaran bagi peserta didiknya:22

1) Guru mengangguk-ngangguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak.

2) Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, “Rupanya sudah baik pula tulisanmu, Min. kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi.”

3) Pekerjaan dapat juga menjadi suatu hadiah/ganjaran. Contoh, “Engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit Ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.

4) Ganjaran yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu. Misalnya, “Karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas selesai, sekarang saya (Bapak Guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang bagus sekali”. Ganjaran untuk seluruh kelas dapat juga berupa bernyanyi atau pergi berdarmawisata.

22

5) Ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya pensil, buku tulis, gula-gula atau makanan yang lain. Tetapi, dalam hal ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda itu, mudah benar ganjaran berubah menjadi “upah” bagi peserta didik.

Dalam memberikan reward kepada anak, para ahli mengingatkan agar dilakukan tidak secara berlebihan. Jika berlebihan akan berdampak tidak baik, antara lain:23:

1) Anak merasa bahwa tidak adalagi korelasi (hubungan) antara keberhasilan atau kesuksesan dengan imbalan yang akan diraihnya.

2) Anak tidak akan mampu memahami bahwa keberhasilannya dalam belajar merupakan kewajiban fundamental.

3) Anak tidak dapat memahami bahwa fungsi yang harus dilakukannya adalah sebagai pelajar yang tekun.

Dari penjelasan di atas, tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan dan mengoptimalkan motivasi yang bersifat intrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam artian peserta didik melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari kesadaran peserta didik itu sendiri. Dan dengan reward itu juga, diharapkan dapat membangun suatu hubungan yang positif

23

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. (Cet II; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 123.

antara pendidik dan peserta didik, karena reward itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang pendidik kepada peserta didik.

b. Macam-Macam Punishment

Menurut Purwanto hukuman itu menjadi dua macam, yaitu:24

1) Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran, intinya bermaksud memberi suatu peringatan.

2) Hukuman represif, yaitu hukuman yang dilakukan oleh adanya pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan, jadi hukuman dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan.

Menurut Djamarah, punishmnet adalah reinforcement yang negatif, tetapi diperlukan dalam dunia pendidikan. Hukuman dimaksudkan di sini tidak seperti hukuman penjara atau hukuman potong tangan. Tetapi adalah hukuman yang bersifat mendidik. Hukuman yang mendidik inilah yang diperlukan dalam pendidikan. Kesalahan peserta didik karena melanggar disiplin dapat diberikan hukuman berupa sanksi, mencatat bahan pelajaran yang ketinggalan, bermuka masam, memberikan teguran atau apa saja yang sifatnya mendidik.25

24

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan. h. 240. 25

Sedangkan Tafsir membuat simpulan mengenai macam-macam hukuman yaitu:26

1) Punishment Asosiatif

Umumnya, orang mengasosiasikan antara punishment (hukuman) dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh punishment dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya orang atau anak menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.

2) Punishment Logis

Punishment ini dipergunakan terhadap anak-anak yang telah agak besar. Dengan punishment ini, anak mengerti bahwa punishment itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik.

3) Punishment Normatif

Punishment normatif adalah punishment yang bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Punishment ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu, dan mencuri. Jadi, punishment normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-anak. Dengan hubungan ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak,

26

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 189

menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah, dan memperkuat kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan.

Purwanto mengklasifikasikan tujuan hukuman berkaitan dengan pendapat ahli mengenai teori hukuman, yaitu:27

1) Teori Pembalasan.

Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap kelainan dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan di sekolah.

2) Teori Perbaikan.

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan, jadi maksud hukuman itu ialah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semacam itu lagi. Teori inilah yang lebih pedagogis karena bermaksud memperbaiki si pelanggar, baik lahiriah dan bathiniahnya.

3) Teori Perlindungan.

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar, dengan adanya hukuman ini masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan yang telah dilakukan oleh si pelanggar.

4) Teori Ganti Kerugian.

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian yang telah diderita akibat dari kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini banyak

27

dilakukan dalam masyarakat atau pemerintahan. Dalam proses pendidikan, teori ini masih belum cukup. Sebab dengan hukuman semacam itu anak mungkin menjadi tidak merasa bersalah atau berdosa karena kesalahannya itu telah terbayar dengan hukuman.

5) Teori Menakut-nakuti.

Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar akan akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu dan mau meninggalkannya. Juga teori ini masih membutuhkan “teori perbaikan”. Sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut, bukan karena keinsyafan bahwa perbuatannya memang sesaat atau membuat buruk , dalam hal ini anak tidak terbentuk hatinya.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ahmadi dan Uhbiyati bahwa teori punishment yaitu teori menjerakan, menakut-nakuti, pembalasan, ganti rugi dan teori perbaikan.