• Tidak ada hasil yang ditemukan

HISAB AWAL BULAN QAMARIYAH

A. Dalil tentang Penentuan Awal Bulan

2. Madhhab H}isa>b

H{isa>b menurut bahasa berarti perhitungan.10 Sedangkan

menurut istilah, h}isa>b adalah penentuan awal bulan qamari>yah yang didasarkan pada perhitungan peredaran bulan mengelilingi

bumi.11 Argumen penggunaan h}isa>b adalah pemahaman dari

petunjuk al-Qur’a>n yang menerangkan bahwa benda-benda langit mempunyai keteraturan gerakan, termasuk peredaran bulan mengelilingi bumi. Dari observasi dan perhitungan dalam jangka waktu yang lama, selanjutnya dibuat tabel-tabel

astronomi. Tabel-tabel tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghitung dan menentukan posisi hila>l dan selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi posisi hila>l baik pada saat ada halangan cuaca (kabut, mendung dan sebagainya) maupun pada saat cuaca cerah.

Bila ditinjau dari segi metode perhitungan yang digunakan, secara umum h}isa>b di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu

h}isa>b ‘urfi> dan h}isa>b h}aqi>qi>.

a. H{isa>b ‘Urfi>

H}isa>b ‘urfi> adalah sistem perhitungan penanggalan yang

berdasarkan peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi yang ditetapkan secara konvensional. Metode ini digunakan untuk menentukan awal bulan qamari>yah secara taksiran, dalam rangka memudahkan pencarian data peredaran bulan dan matahari sebenarnya. Metode h}isa>b ‘urfi seperti halnya penanggalan shamsiyyah (penanggalan yang berdasarkan pere-daran bumi mengelilingi matahari) yaitu bilangan hari pada tiap-tiap bulan tetap, kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu pula, seperti bulan Dhu> al-H{ijjah tahun biasa ada 29

hari, sedangkan Dhu> al-H{ijjah pada tahun kabisat12 ada 30 hari.

Metode ini tidak dipergunakan dalam menentukan awal bulan qamari>yah untuk keperluan ibadah karena bilangan hari pada tiap-tiap bulan selalu berumur 29 dan 30 hari. Namun demikian metode ini sangat praktis untuk penyusunan kalender, sehingga kalender dapat disusun jauh ke depan tanpa harus memperhitungkan peredaran bulan dan matahari yang sebe-narnya. Tetapi karena metode ini dianggap tidak dikehendaki oleh syara’ maka umat Islam tidak mempergunakannya, mes-kipun hanya untuk penyusunan kalender.

b. H{isa>b H{aqi>qi>

metode ini umur tiap-tiap bulan tidaklah tetap dan tidak beraturan. Kadang-kadang dua bulan berturut-turut ada 29 hari atau 30 hari atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut per-hitungan h}isa>b ‘urfi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek perhitungannya mempergunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi. H{isa>b h}aqi>qi> dibagi menjadi tiga, yaitu h}isa>b

h}aqi>qi> taqri>bi>, h}isa>b h}aqi>qi> tah}qi>qi> dan h}isa>b h}aqi>qi> kontemporer.13

b.1. H{isa>b H{aqi>qi> Taqri>bi>

H{isa>b h}aqi>qi> taqri>bi> adalah metode h}isa>b yang menghitung ijtima>’ dan ketinggian hila>l dengan cara yang sederhana, yaitu

dicari rata-rata waktu ijtima>’ dengan ditambah koreksi sederhana. Kelompok ini mempergunakan data bulan dan matahari ber-dasarkan data dan tabel Ulugh Bik. Metode ini tidak

mem-pergunakan rumus-rumus segitiga bola (spherical trigonometry).14

Menurut metode ini ketinggian hila>l dapat dicari dengan cara membagi dua selisih saat ijtima>’ dengan saat matahari terbenam.

b.2. H{isa>b H{aqi>qi> Tah}qi>qi>

H{isa>b dengan menggunakan metode ini adalah melakukan

perhitungan berdasarkan konsep astronomi modern dengan rumus segitiga bola (spherical trigonometry) dan memasukkan parameter-parameter lain seperti lokasi pengamat (peru’yat), posisi matahari, bulan dan lain-lain. Inti dari sistem ini adalah meng-hitung atau menentukan posisi matahari, bulan dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari dalam sistem koordinat ekliptika (lingkaran zodiak). Artinya, sistem ini menggunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dengan mempergunakan perhitungan yang relatif lebih rumit dibandingkan dengan sistem h}isa>b h}aqi>qi> taqri>bi>.15

b.3. H{isa>b H{aqi>qi> Kontemporer

Yaitu metode h}isa>b yang mempergunakan hasil penelitian mutakhir dan menggunakan matematika yang telah dikem-bangkan. Metodenya sama dengan metode h}isa>b h}aqi>qi> tahqi>qi> hanya saja sistem koreksinya lebih teliti dan komplek sesuai

dengan kemajuan sains dan teknologi. Rumus-rumusnya dise-derhanakan sehingga untuk menghitungnya bisa

menggu-nakan kalkulator atau Personal Komputer.16

Berdasarkan kriteria yang dipakai dalam menetapkan awal bulan qamari>yah, sistem h}isa>b terbagi menjadi tiga, 17 yakni:

a. Sistem yang berpedoman pada ufuk h}aqi>qi>.

Prinsip utama dalam sistem ini adalah bulan baru sudah masuk apabila menurut hasil h}isa> hila>l sudah berada di atas ufuk haqi>qi> (positif) meskipun ketinggiannya hanya beberapa detik derajat saja. Sistem ini selanjutnya dikenal dengan sistem h}isa>b wuju>d al-hila>l, sebagaimana prinsip yang dipegang oleh Muhammadiyah secara institusi.

b. Sistem yang berpedoman pada ufuk mar’i>.

Menurut sistem ini bulan baru sudah masuk apabila menurut hasil h}isa>b hila>l sudah berada di atas ufuk haqi>qi> (positif) dengan mempertimbangkan refraksi (bias cahaya) dan tinggi tempat observasi, sebagaimana yang dipegang oleh madhhab kecil (kalender) Menara Kudus.

c. Sistem yang berpedoman pada imka>n al-ru’yat

Perkembangan pemikiran h}isa>b dan ru’yat melahirkan metode baru dalam menentukan awal bulan qamari>yah, yaitu imka>n al-ru’yat. Menurut metode imka>n al-ru’yat bulan baru dimulai pada saat matahari terbenam setelah terjadi

ijtima>’ dan pada saat matahari terbenam bulan telah mencapai

kedudukan tertentu. Jadi yang menjadi acuan adalah pe-nentuan kriteria visibilitas hila>l untuk dapat di-ru’yat. Pada dasarnya aliran imka>n al-ru’yat berpedoman bahwa untuk menentukan awal bulan baru diperlukan perhitungan-perhitungan yang teliti tentang posisi hila>l dan matahari serta

ke-ufuk, tinggi hila>l di atas ufuk dan jarak busur hila>l dan matahari.

Dasar pemikiran yang digunakan adalah visibilitas hila>l hanya terjadi bila dipenuhi syarat-syarat astronomi, sehingga penglihatan hila>l yang tidak memenuhi kriteria astronomi ditolak, namun demikian dalam ketetapan awal bulan baru harus dilakukan dengan melihat hila>l secara langsung baik dengan atau tanpa alat bantu optik. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat tentang kriteria visibilitas hila>l di antara para ahli h}isa>b ru’yat. Konferensi Internasional tentang penentuan awal bulan

qamari>yah yang diselenggarakan di Istanbul Turki pada tahun

1978 menetapkan bahwa untuk dapat terlihatnya hila>l ada dua syarat yang perlu dipenuhi, yaitu ketinggian hila>l di atas ufuk tidak kurang dan 5 derajat dan jarak busur antara bulan dan

matahari tidak kurang dan 8 derajat. 19

Menurut Andre Danjon, seorang astronom berkebangsaan Prancis yang melakukan penelitian tentang lengkungan hila>l,

hila>l tidak mungkin teramati bila jarak sudut bulan dan matahari

kurang dan 7 derajat. Untuk lebih jelasnya, kriteria Danjon

Kriteria lain dikemukakan oleh Mohammad Ilyas dari International Islamic Calendar Programme (IICP) Malaysia, merumuskan kriteria visibilitas hila>l terbagi menjadi tiga jenis, tergantung aspek yang ditinjau:

1. Kriteria posisi bulan dan matahari: ketinggian minimal

hila>l dapat teramati adalah 4 derajat bila beda azimuth21

(jarak busur) bulan - matahari lebih dari 45 derajat, bila beda azimuth-nya 0 derajat perlu ketinggian minimal 10,5 derajat.

2. Kriteria beda waktu terbenam: minimal bulan 40 menit lebih lambat terbenam daripada matahari dan memerlukan beda waktu lebih besar untuk daerah dengan nilai lintang tinggi, terutama pada musim dingin.

3. Kriteria umur bulan (dihitung sejak ijtima>’): hila>l harus berumur lebih dari 16 jam bagi pengamat di daerah tropik dan berumur lebih dari 20 jam bagi pengamat di lintang tinggi. Kriteria IICP sebenarnya belum final, mungkin

berubah dengan adanya lebih banyak data.22

Sedangkan kriteria yang dipakai oleh Indonesia dan negara-negara tetangga yang tergabung dalam MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) adalah sebagai berikut: Tinggi hila>l minimum 2º, jarak dari matahari minimum 3º, atau umur bulan (dihitung sejak saat

new moon/ijtima>’ - bulan dan matahari segaris bujur) saat matahari

terbenam minimum 8 jam. Kriteria tersebut selanjutnya diterima oleh negara-negara yang berdekatan dengan Indonesia, yang kemudian terkenal dengan sebutan kriteria MABIMS yang mencakup negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Untuk lebih memahami kriteria tersebut bisa dilihat pada

C. Hisab Urfi Awal Bulan

Dokumen terkait