• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KERENDAHAN HATI MENURUT SANTO VINCENTIUS

C. Makna Kerendahan hati Vincentius dalam hidup para

Kerendahan hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo merupakan dasar

kerendahan hati yang dipraktikkan oleh tarekat KYM. Keutamaan kerendahan hati ini

memungkinkan rahmat Tuhan terus mengalir dan berkarya dalam diri para anggota

tarekat KYM. Dalam salah satu konferensinya, St. Vincentius a Paulo mengatakan

“bagi orang yang memiliki kerendahan hati, segala kebaikan akan mengalir dan

dianugerahkan kepadanya. Kebalikannya, bagi dia yang tidak memilikinya, segalanya

bahkan kebaikan yang ada padanya akan diambil darinya.”

Terkait dengan keutamaan kerendahan hati yang sangat dibutuhkan para

suster, St. Vincentius a Paulo pernah mengingatkan para suster seperti yang

Beberapa kali saya telah mengunjungi komunitas suster-suster dan sering saya telah bertanya kepada beberapa di antara mereka mana keutamaan yang paling mereka hargai, dan untuk keutamaan mana mereka merasa paling tertarik. Dan saya menanyakan hal ini juga kepada suster yang paling tak suka menerima penghinaan. Ternyata di antara 20 suster, mungkin hanya satu tidak menjawab bahwa keutamaan yang paling disukai ialah kerendahan hati. Itulah tandanya bahwa semua menghargai keutamaan ini sebagai keutamaan yang indah dan patut dicintai (Vincentius, 2010: 54).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa kerendahan hati bagi para suster

merupakan keutamaan yang paling disukai. Dalam hal yang sama, bagi tarekat KYM

kerendahan hati seperti yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo merupakan

keutamaan yang paling dihargai. Hal itu dikarenakan kerendahan hati dapat melandasi

perbuatan-perbuatan lain baik dalam doa, karya kerasulan, maupun dalam hidup bersama.

1. Kerendahan Hati dalam Hubungan dengan Allah

Doa berarti bersatu dengan Tuhan, mendekatkan diri pada tuhan dan

menjalin hubungan dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan dalam doa disadari

sebagai hal yang sangat penting dalam hidup sebagai seorang religius khususnya

dalam mengolah pengalamannya. Mengucapkan doa tidak cukup tetapi kita sendiri

menjadi doa dalam segala perhatian kita (De Armen, 2003: 29). Namun dalam

kenyataannya kesadaran akan pentingnya doa tersebut tidak selalu mudah untuk

dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.

Kesulitan dalam membina hubungan antara doa dengan sikap hidup

disebabkan oleh padatnya kegiatan sehari-hari. Akibatnya para suster menemukan

kesulitan dalam membagi waktu antara doa dan tugas. Banyak sekali demi tugas

tertentu suster mudah mengabaikan doa. Hambatan lain dalam doa adalah pribadi

kemalasan. Selama itu doa dirasa kurang efisien karena masih dikuasai oleh

perasaan. Ini disebabkan karena kurang mampu mengolah pengalamannya sampai

ke akar-akarnya sehingga tingkah laku kurang menampakkan buah dari doa. Orang

dapat lupa bahwa doa yang tekun dan dilandasi sikap kerendahan hati memiliki

kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi dan mengatasi segala masalah

(Darminta, 1997: 27).

Para suster menyadari bahwa Tuhan Mahapengampun sehingga kadangkala

ketika ada masalah atau bentrokan dengan sesama dibiarkan berlarut-larut. Pada

salah satu kesempatan sharing pengalaman suster-suster KYM mengatakan bahwa

mereka terkadang memandang doa sebagai pemenuhan aturan karena merasa

dikejar-kejar oleh waktu untuk mengerjakan tugas dan tanggungjawab lain.

Kurang bergairah dalam menjalankan doa karena hanya sebagai sesuatu yang rutin

dan aturan yang harus dijalankan tetapi tidak dengan sepenuh hati.

Kenyataan hidup doa seperti ini memang dialami oleh suster karena itu

diberi himbauan baik bagi seluruh tarekat maupun bagi anggota komunitas, karena

doa merupakan kebutuhan utama dalam hidup, tanpa doa yang tak henti-hentinya

tak ada pewartaan yang sejati. Hanya ada satu menuju jalan keselamatan yaitu

keselamatan dari Allah yang membawa perubahan situasi dalam hidup. Orang

sering mengharapkan terjadinya penyelesaian tuntas sekarang ini sehingga tidak

perlu lagi ada masalah dalam hidup (Darminta, 1997: 25-26).

2. Kerendahan Hati dalam Karya Kerasulan

Karya kerasulan merupakan salah satu tugas perutusan anggota tarekat

bidangnya masing-masing. KYM sebagai salah satu tarekat religius, diwajibkan

para anggotanya untuk melakukan karya kerasulan seperti diterangkan dalam

Konstitusi Tarekat seperti berikut.

Dalam menerima tugas perutusan, suasana hatiku tidak seperti biasanya, tidak menentu dan rasa cemas menyelubungi hatiku. Apalagi ke tempat yang asing dan orangnya pun belum kukenal. Sementara itu muncul pertanyaan, apa yang harus saya siapkan agar bisa menjalankan tugas yang diberikan? Dalam kecemasan saya berusaha untuk diam sejenak sambil merenungkan perutusan tersebut. Saya menemukan bahwa saya diutus untuk membaharui dunia, seperti yang tertulis dalam Konstitusi (Konstitusi KYM, art. 1).

Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap anggota tarekat religius

dipanggil untuk melakukan karya kerasulan yakni untuk membaharui dunia. Dalam

menerima tugas ini suster kadang kurang percaya diri dan kecemasan selalu ada dalam

diriku juga tidak percaya akan talenta-talenta yang disediakan Tuhan dalam dirinya.

Serahkanlah kecemasan kepada Tuhan, Dialah yang tahu apa yang perlu dan apa yang tidak

perlu. Dengan kata-kata ini kecemasan suster dapat berkurang dan percaya bahwa Tuhan

selalu menemani dan mendampinginya dimanapun berada. Prajusta (2007: 107)

mengatakan bahwa menghadapi masalah perlu keberanian untuk mengubah apa yang dapat

diubah, ketabahan untuk menerima apa yang tidak dapat diubah, dan kebijaksanaan untuk

dapat membedakannya. Namun dengan perpindahan komunitas di tempat yang baru

bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterima. Penugasan yang baru menimbulkan

pergulatan batin untuk meningggalkan mereka yang telah menjadi bagian hidup.

3. Kerendahan Hati dalam Hidup Persaudaraan

Dalam menjalani hidup persaudaraan seperti yang ada di tarekat KYM,

dan keinginan yang berbeda-beda. Untuk dapat memahami perbedaan dari masing-

masing anggota tarekat tersebut, setiap orang diharapkan memiliki kerendahan hati

sehingga mampu mengalahkan egoisme pribadi dan hanya ingin mendahulukan

kepentingan tarekat sesuai dengan visi dan misinya yang terlibat dalam membangun

Gereja. Semangat kerendahan hati ini dapat dibina melalui tinggal bersama di

komunitas-komunitas kecil bersama beberapa orang suster yang tidak diikat

berdasarkan hubungan darah tetapi karena dipanggil Allah dan dipersatukan. Dalam

komunitas kecil ini, para suster melatih kerendahan hati untuk saling menerima

segala kelebihan dan kekurangan para anggota komunitas lain.

Kerendahan hati merupakan wujud dari kasih terhadap sesama anggota

tarekat. Kasih itu kreatif sampai akhir demikianlah persaudaraan akan tercipta

rukun jika setiap individu berusaha untuk menciptakan kasih yang kreatif hingga

akhir, sehingga suasana hidup bersama mengundang suasana yang membuat orang

merasa nyaman merasa kerasan dan setiap suster bertumbuh dalam panggilan,

mendapatkan perhatian dari semua pihak. Sikap ini ditumbuhkembangkan oleh

sikap hormat terhadap keunikan setiap suster, oleh tanggung jawab bersama satu

terhadap yang lain singkatnya oleh kepercayaan satu sama lain atas dasar iman.

Mengambil inisiatif dan menerima inisiati dari orang lain menjadi bagian dalam

memperhatikan suasana hidup komunitas. Untuk hal ini, dibutuhkan kerendahan

hati dari setiap anggota untuk menerima setiap keunikan dari masing-masing

anggota tarekat (Direktorium KYM, art. 16).

Dalam KHK yang dicanangkan pada tanggal 25 januari 1983 ada sebuah kanon yang dikhususkan untuk hidup persaudaraan dalam seksi hidup religius. Pada KHK kanon 602 dikatakan: “oleh hidup persaudaraan yang

menjadi ciri masing-masing tarekat, semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus. Hendaknya hidup persaudaraan itu ditentukan sedemikian rupa, sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Dengan persatuan persaudaraan itu, yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi gambar dari pendamaian menyeluruh dalam Kristus.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang persaudaraan KYM, langkah-langkah

pembinaan persaudaraan dan relevansi kerendahan hati dalam hidup persaudaraan,

penulis mencoba untuk melihat tujuan pembentukan persaudaraan dalam

komunitas religius. Komunitas religius (dalam hal ini KYM) dapat menjalankan

tugas perutusannya secara bersama-sama. Sebab hakekat komunitas adalah

kebersamaan atau dalam bahasa lain disebut persaudaraan.

Yang menjadi landasan hidup persaudaraan para suster KYM dalam hidup

berkomunitas adalah Kis 4:32 “kumpulan orang yang telah percaya itu hidup sehati

sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa suatu dari kepunyaan adalah miliknya

sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa para suster KYM senantiasa diajak untuk hidup seturut

cara hidup jemaat perdana.

Dokumen terkait