• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna simbolis pola lantai tari Bedhaya Luluh ( Tata Rakit )

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Setting Penelitian

C. Bentuk Penyajian Tari Bedhaya Luluh

2. Makna simbolis pola lantai tari Bedhaya Luluh ( Tata Rakit )

Bedhaya tradisi pada umumnya memiliki nama dan peran dalam masing-masing posisi. Beberapa peran dalam posisi tari bedhaya gaya Yogyakarta yaitu

endhel, batak, jangga, dhadha, apit ngajeng, apit wingking, endhel wedalan ngajeng, endhel wedalan wingking, dan buntil. Posisi tersebut memiliki makna dan peran masing-masing yang menggambarkan perwujudan organ tubuh manusia, yaitu kepala (batak), leher (gulu/ jangga), tangan kanan (apit ngajeng),

50

tangan kiri (apit wingking), kaki kanan (endhel wedalan ngajeng), kaki kiri (endel wedalan wingking), hawa nafsu (endhel pajeg), organ sex (bunthil).

Gambar 19. tata rakit lajur tari bedhaya

Keterangan : 1: endhel pajeg 2: batak 3: jangga 4: dhadha 5: buntil 6: apit ngajeng

7: endhel wedalan ngajeng

8: apit wingking

51

Gambar 20.tata rakitlajur Bedhaya Luluh

Keterangan peran penari Bedhaya Luluh: 1a dan 1b : endhel pajeg

2a dan 2b : batak

3a dan 3b : jangga

4a dan 4b : dhadha

5a dan 5b : buntil

6a dan 6b : apit ngajeng

7a dan 7b : endhel wedalan ngajeng

8a dan 8b : apit wingking

9a dan 9b : endhel wedalan wingking

Dalam benak Siti Sutiyah, Bedhaya Luluh ini hanya ada sembilan penari. Beliau mengolahnya dengan gerakan agar nampak seperti sembilan penari. Menurut Siti Sutiyah salah satunya adalah bayangan dari satu kelompok. Walaupun pada praktiknya yang menempati posisi bayangan hanya bergantian,

52

antara rakit pertama dan rakit kedua (wawancara Ibu Siti Sutiyah, 12 Februari 2015).

Tari Bedhaya yang paling berperan adalah batak dan endhel pajeg. Keduanya menggambarkan kepala dan hawa nafsu manusia. Begitu juga dalam

Bedhaya Luluh, batak dan endhel pajeg sangat berperan penting. Terdapat dua

endhel batak dan dua endhel pajeg dalam Bedhaya Luluh mereka adalah simbol dari penggambaran masing-masing organisasi yang kemudian menjadi satu digambarkan dengan gerakan berputar, bertukar posisi. Empat penari yang terdapat pada rakit gelar tersebut juga sebagai penggambaran hawanafsu yang tidak terlihat seperti amarah, mutmainah, lawwamah, dan mulhima.hal ini berkaitan dengan empat kekuatan yang berada di bumi yaitu air, api, angin, tanah.

Tidak berbeda dengan tari bedhaya pada umumnya, Bedhaya Luluh dalam penggarapan pola lantai juga menggunakanpola lantai baku seperti rakit lajur, medal lajur, mleber lajur, ajeng-ajengan, rakit gelar, tiga-tiga, dan kembali lagi ke rakit lajur.Penggarapan Bedhaya Luluh terinspirasi dari karya K.R.T Sasmintadipura yang tidak lain suami dari Siti Sutiyah Sasmintadipura, yang berjudul Bedhaya Purnama Jati. Tarian tersebut memberikan inspirasi terhadap penggarapan Bedhaya Luluh, seperti pada penggunaan pola lantai lumbungan atau pola lantai yang berbentuk lingkaran, pola lantai sudut-sudut, dan beberapa pola lantai yang hanya terdapat pada tari Bedhaya Luluh yaitu rakit tiga-tiga ing tengah dan rakit enem-enem. Pemberian nama tersebut sesuai dengan bentuk pola yang digarapnya.

53

1) Tata rakit lajur

Tata rakit lajur dalam tari Bedhaya Luluh memiliki makna sebagai gambaran dua organisasi tari klasik gaya Yogyakarta yang khusus mengajarkan tari klasik yang awal mula berdiri di beri nama Mardawa Budaya Pamulangan kemudian menyusul Beksa Ngayogyakarta beserta. Penata tari menggunakan delapanbelas penari atau dua tata rakit sebagai simbol dua organisasi. Namun dalam pengolahannya seolah-olah hanya ada satu rakit. Menurut latar belakang tema cerita tarian ini kedua organisasi tersebut akan disatukan menjadi satu kepemimpinan dengan melalui proses pola lantai yang indah.

54

2) Rakit Iring-iringan

Rakit iring-iringan merupakan pola lantai yang indah, karena menggabarkan keseimbangan, keselarasan, dan keharmonisan antara akal dan pikiran yang diolah oleh manusia sehingga dapat berfikir secara maksimal, memilih jalan yang baik untuk kehidupan. Proses Rakit iring-iringandicapai dengan apit wingking dan apit ngajeng nyolongi, dengan gerakan kengser ke kiri, kemudian dilanjutkan ragam gerak jangkung miling. Apit dan endhel duduk

jengkeng, sedangkan yang lain berdiri dan baru mengubah arah berhadap-hadapan.

Gambar 22.rakit iring-iringan

3) Rakit Mlebet Lajur

Mlebet lajur dicapai dengan lampah semang. Rakit mlebet lajur ini memiliki makna bahwa di dalam kehidupan memiliki dua sisi yaitu ada sisi baik dan ada sisi buruk. Manusia dalam menjalani kehidupan selalu diberikan dua

55

pilihan untuk dapat menuju kesejahteraan dihidupnya. Diharapkan setiap pilihan memberikan dampak yang positif untuk kedepan nantinya. Ketika akan menuju komposisi medal lajur yang dengan menggunakan motif gerak kicat ngundhuh sekar, memiliki makna bahwa dalam kehidupan kita harus mengambil sisi yang baik agar dapat diajarkan kepada generasi penerus kita.

Gambar 23.mlebet lajur

4) Tata Rakit Tiga- tiga

Pola lantai berikutnya yaitui rakit tiga-tiga. Makna dari rakit tiga-tiga di dalam tari Bedhaya Luluh ini memiliki makna bahwa sejatinya lambang kesucian jiwa, bahkan angka tiga dapat ditemukan dalam berbagai agama, seperti trilogi

ajaran ilahi : islam, iman, ihsan. Trinitas dalam agama kristen, Trikaya dan

Tripitaka dalam agama Budha, dan Trimurti dalam agama Hindu. Oleh karena itu

Bedhaya sering dimaknai sebagai sebuah tari persembahan kepada Hyang Maha Agung. Begitu juga perjalanan pembentukan organisasi antara Mardawa Budaya dan Pamulangan Beksa Ngayogyakarta melibatkan banyak pendukung

56

diantaranya para guru, siswa, dan para pendukung-pendukung lainnya hingga terbentuknya YPBSM saat ini. Pola lantai dari awal hingga rakit tiga-tiga ini menggunakan pola lantai baku dalam tari Bedhaya tradisi.

Gambar 24. rakit tiga-tiga

5) Tata Rakit Enem-enem

Pola lantai atau tata rakit ini hanya terdapat pada Bedhaya Luluh. Pada bagian ini sudah masuk perangan dan mulai menggunakan properti yang berbentuk keris. Rakit enem-enem ini memiliki makna bahwa dalam proses perjalanan terbentuknya organisasi ini banyak terjadi konflik perselisihan, perbedaan pendapat untuk mempersatukan sebuah organisasi. Begitu juga dengan kehidupan yang tidak selalu mulus. Untuk menjalani kehidupan tentu banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hal ini disimbolkan dengan gerakan perangan/ sudukan.

57

Gambar 25. rakit enem-enem

6) Rakit Tiga-Tiga Ing Tengah dan Lumbung

Pada komposisi ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok luar dan dalam. Posisi penari bagian luar duduk atau jengkeng, bagian tengah berdiri, dengan posisi tata rakit tiga-tiga melakukan gerakan bango mate dan pendapan maju. Tata rakit berikutnya adalah lingkaran atau lumbungan.

58

Beberapa proses pola lantai yang telah dilalui merupakan penggambaran bersatunya kedua organisasi.Penata tari menggunakan pola lantai lingkaran dengan penggambaran bahwa dalam mempersatukan kedua organisasi tersebut tidaklah mudah, membutuhkan proses yang panjang, waktu yang lama, tekat yang bulat, dorongan dan dukungan sesama anggota. Untuk mencapai hal tersebutpenata tari menggambarkan dengan tata rakit lumbungan atau lingkaran. Ragam gerak yang menyimbolkan peristiwa tersebut yaitu tumpang tali. Hal tersebut sudah menggambarkan bahwa kedua organisasi ini sudah saling bahu membahu untuk menjadi satu.

Gambar 27. Rakit lumbungan

7) Rakit Sudut

Tari Bedhaya Luluh memiliki beberapa pola lantai yang disusun menurut koreografer sesuai dengan kebutuhan dan menurut latar belakang tarian tersebut. Pada bagian pola lantai yang membentuk sudut atau tata rakit sudut ini, batak, jangga, dan endhel pajeg melakukan ragam gerak lampah semang sedangkan yang lain posisi jengkeng. Ragam gerak dilakukan dengan arah zig zag, yaitu

59

dengan melewati penari yang jengkeng. Tata rakit ini menyimbolkan bahwa dalam perjalanan sebuah organisasi ini banyak rintangan yang harus dilalui. Dengan perjalanan yang berliku, namun dengan adanya penegak, pemimpin yang kuat, maka utuh lah organisasi tersebut hingga saat ini. seperti halnya dalam kehidupan sosial dengan adanya sebuah pemimpin dan penegak, maka semua dapat teratasi dan dapat berjalan sesuai dengan apa yang di tuju.

60

8) Tata Rakit Gelar

Gambar 29. rakit gelar

Rakit gelar merupakan rakit yang terletak dibagian akhir dari proses tari

Bedhaya dimana manusia tinggal memetik buah dari perilaku hidupnya untuk mencapai pemahaman jumbuhing kawula-gusti atau curiga manjing warongko. Di dalam rakit gelar isi cerita baru terlihat dengan jelas. Lantunan vokal atau

tembang yang terdapat pada gendhing ketawang lebih memperjelas dan mempermudah penonton untuk mengerti isi ceritera yang disajikan sesuai dengan pola lantai dan formasinya.

Menurut Pudjasworo (dalam Hadi 2001: 85-86) dikatakan bahwa di dalam

rakit gelar ini mengandung makna nilai dua yang dapat dipahami sebagai simbol Rwa-Binedha yaitu kesatuan antara peran (1) endhel pajeg dan peran (2) batak,

sementara peran-peran yang lain hanya bersifat figuratif yang dibentuk penata tari dengan menyesuaikan peran dan pola lantai agar terlihat indah dalam pembentukan formasi pola lantai. Dalam proses komposisi rakit gelar, keduanya

61

menggambarkan percintaan, akhirnya tampak bersatu yang sering disebut loro-loroning atunggal. Kesatuan antara perempuan dan laki-laki dalam ajaran Hindu sering disimbolkan dalam wujud lingga (laki-laki) dan yoni (perempuan) juga sebagai simbol kesejahteraan.

Sehubungan dalam hal tersebut, didalam bedhaya, makna nilai dua menggambarkan pula adanya hubungan dengan berlangsungnya upacara kesuburan maupun kesejahteraan raja dan istana. Penggambaran bedhaya sebagai

yoni dan rajasebagai lingga, karena pada hakikatnya dalam penampilan bedhaya,

raja merupakan saksi tunggal yang tidak dapat dipisahkan dalam kesatuan pertunjukkan itu. Rakit Gelar merupakan isi cerita yang terdapat di dalam tari

Bedhaya. Makna keseluruhan proses pola lantai tari Bedhayaadalah sebagai lambang keberadaan manusia dalam pengertian totalitas yang dimulai dari lahir sampai mati. Keseluruhan proses itu senantiasa terikat dengan tiga dimensi waktu di dalam suatu wadah yang tunggal, yaitu manusia lahir, mengalami hidup, dan akhirnya mati. Ketiganya sering disebut telu-teluning atunggal dalam menuju kesempurnaan dari seluruh proses kehidupan (Pudjasworo 1984: 36).

Disini merupakan letak puncak tata rakit gelar Bedhaya Luluh, dimana bersatunya dua organisasi yang sudah mengalami beberapa pasang surut, beberapa konflik yang sudah disimbolkan oleh beberapa proses pola lantai yang sudah digambarkan. Bahwa disetiap proses perjalanan kehidupan sosial banyak terdapat beberapa tahap yang harus dilalui. Delapanbelas penari tersebut sebagai gambaran dua organisasi yang akan menjadi satu kepemimpinan. Hal tersebut digambarkan dengan dua tata rakit bedhaya namun tetap terlihat seperti satu rakit. Simbol

62

Empat penari yang berada di tengahyaitudua endhel dan dua batak

menggambarkan perwakilan antara dua organisasi Mardawa Budaya dan Pamulangan Beksa Ngayogyakarta yang pada akhirnya luluh, nyawiji, menjadi satu wadah, satu payung, satu kepemerintahan, dan satu kesatuan yang dinamakan Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa. Dengan menggunakan ragam gerak pada bagian ini yaitu endhel dan batak sampir sampur dan berputar sedangkan yang lain melakukan ragam gerak puspito kamarutan sekali kemudian

jengkeng. Inilah akhir dari tata rakit gelar yang terdapat di dalam tari Bedhaya Luluh.

9) Rakit Tiga-Tiga

Ragam gerak yang digunakan untuk mencapai rakit tiga-tiga yaitu menggunakan ragam ngancap. Dari susunan pola lantai yang terdapat dalam tari

bedhaya, dari rakit tiga-tiga hingga berakhirnya dengan tata rakit lajur

merupakan pola lantai baku dalam bedhaya tradisi. Bedhaya selalu berakhir dengan pola lantai lajur atau tata lajur.

63

10) Tata Rakit Lajur

Berikut ini ialah pola lantai terakhir yaitu rakit lajur. Sama seperti pola lantai di gambar dua. Ragam dalam pola lantai ini yaitu ukel jengkeng, nglayang, dan terakhir sembahan. Setelah sembahan kemudian penari berdiri dan melakukan

kapang-kapang mundur, dengan diiringi gendhing gati sapta.

64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan di sanggar tari Yayasan pamulangan Beksa Sasminta Mardawa yang beralamtkan di Pojok Beteng Wetan, Ndalem Pujokusuman, Mergangsan 1/338, Yogyakarta selama kurang lebih tujuh bulan. Hasil dari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Bedhaya Luluh diciptakan dalam rangka memperingati HUT Emas ke 50 tahun Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa. Bedhaya Luluh ditarikan oleh delapanbelas penari putri dengan berbusana kembar. Tema tarian inimenceritakan tentang kemanunggalan, bersatunya dua organisasi yang disimbolkan dengan dua rakit bedhaya dengan penggambaran rakit pertama menggambarkan sebagai Mardawa Budaya, yang lebih dulu berdiri pada 14 Juli 1962, sedangkan rakit yang ke dua menggambarkan Pamulangan Beksa Ngayogyakarta yang berdiri pada 17 Juli 1976. Kemudian untuk mengabadikan nama K.R.T Sasmintadipura maka secara resmi berganti nama menjadi Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa pada tahun 1996. Beberapa pola lantai yang terdapat pada tari tersebut merupakan penggambaran perjalanan dua organisasi yang pada akhirnya bersatu menjadi datu kepemimpinan. Bedhaya Luluh memiliki arti melebur menjadi satu. Setiap tari bedhaya memiliki berberapa macam tata rakit, hal tersebut sebagai penggambaran perjalanan hidup manusia di dunia. Inti ceritera tari Bedhaya terletak pada bagian rakit gelar sama halnya juga pada tari Bedhaya Luluh ini, makna simbolis dari tema kemanunggalan ini terdapat pada bagian rakit gelar yang disimbolkan dengan bergabungnya endhel

65

batak rakit pertama dan kedua di tengah-tengah sedangkan penari yang lainnya berada di belakang dan di depan penari endhel batak.

Awal mula fungsi tari Bedhaya Luluh hanya sebagaia tari persembahan untuk mengenang perjalanan Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa, namun dengan seiring berjalannya waktu permintaan untuk dipentaskan kembali tarian ini mengubah fungsi dari tari persembahan menjadi tari pertunjukan. Pada tari Bedhaya Luluh ini juga terkandung pesan moral tentang susila, sesrawungan

(berhubungan) juga religi antara lain disimbolkan dengan gerak awal dan akhiran yaitu menyembah sebagai simbol rasa hormat, meminta restu, sekaligus meminta perlindungan kepada Yang Maha Kuasa agar disetiap perjalanan hidup senantiasa mendapatkan keberkahan dan dijauhkan dari segala bahaya yang mengancam. Hal ini menjadi bukti bahwa disetiap gerak tari, pola lantai memiliki makna simbol dan filosofis yang sangat mendalam.

B. Saran

1. Bagi peserta didik, selain mengetahui makna simbolis pola lantai tari Bedhaya Luluh, peserta didik juga diharapkan mampu memahami makna simbolis dari tarian tersebut, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi pengajar, meningkatkan bimbingan pada peserta didik untuk mengenalkan makna simbolis yang terdapatdi dalam tari Bedhaya.

3. Untuk pembaca, meningkatkan pengetahuan mengenai tari klasik yang memiliki makna atau nilai di dalamnya sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

66

4. Diharapkan kepada mahasiswa khususnya pendidikan seni tari UNY, agar mahasiswa tahu bahwa di dalam tari tidak hanya menari dan mengenal keindahannya saja, tetapi juga terdapat makna simbolis dan makna filosofis yang sangat mendalam.

67

Dokumen terkait