• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maksud Berpaling dari Mengingat Allah dalam Ayat "A'radha 'an

Dalam dokumen Tidak untuk tujuan komersil docx (Halaman 97-106)

H. Maksud Berpaling dari Mengingat Allah dalam Ayat "A'radha 'an

Dzikri"

Allah SWT berfirman,

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaahaa: 124)

Ketika Allah SWT memberitahukan tentang keadaan hamba yang mengikuti petunjuk-Nya ketika di dunia dan di akhirat, Dia juga memberitahukan keadaan orang yang berpaling dan enggan mengikuti petuntuk-Nya. Allah SWT berfirman, "Dan

barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit." Artinya, berpaling dari peringatan yang Aku turunkan.

Kata dzikr di sini adalah kata benda yang disandarkan kepada faa 'il (pelaku), seperti kata qiyaami (berdiriku) dan qiraa’ati (bacaanku). Kata benda tersebut bukan disandarkan kepada maf'ul (obyek), sehingga maknanya bukan, "Barangsiapa yang berpaling dari mengingat-Ku."

Namun demikian, dalam ayat tersebut sudah pasti ada muatan makna tersebut. Sedangkan untuk makna lainnya, akan kami sebutkan nanti. Akan tetapi, dalam ayat ini lebih tepat dikatakan bahwa kata dzikr tersebut disandarkan kepada kata ganti milik, bukan kepada maf'uul. Jadi maknanya adalah 'Barangsiapa yang berpaling dari

92 Kunci Kebahagiaan

Kitab-Ku dan tidak mengikutinya', karena Al-Qurv an juga disebut dzikr. Allah SWT berfirman,

"Dan Al-Qur'an itu adalah suatu kitab peringatan yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan." (al-Anbiyaa: 50)

"Demikialah kisah Isa, Kami membacanya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan membacakan Al-Qur'an yang penuh hikmah. " (Ali 'Imran: 58)

"Dan Al-Qur'an itu tidak lain hanya peringatan bagi seluruh umat." (al-Qalam: 52)

"Sesungguhnya orang yang mengingkari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu datang kepada mereka, mereka itu pasti akan celaka dan sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia." (Fushshilat: 41)

"Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Allah." (Yaasiin: 11)

Berdasarkan penjelasan ini, maka idhaafah (penyandaran) lafal dzikr adalah seperti penyandaran kata benda baku (jaamid) kepada kata ganti milik, bukannya penyandaran pelaku kepada obyeknya,

"Yang mengampuni dosa dan menerima tobat, lagi keras hukuman-Nya." (Ghaafir: 3)

Beberapa idhaafah (penyandaran) dalam ayat ini tidak mempunyai makna berkesinambungan. Tetapi, maksud penyandaran itu adalah bahwa sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang tetap. Makna ini juga yang berlaku dalam sifat-sifat Allah SWT yang merupakan nama-nama-Nya. Allah SWT berfirman,

"Diturunkan kitab ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Yang mengampuni dosa dan menerima tobat lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nyalah tempat kembali." (Ghaafir; 2-3)

* * *

I. Penafsiran Ma'iisyatan-Dhanka "Kehidupan yang Sempit" Firman Allah SWT,

"Maka, sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit." (Thaahaa: 124)

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

Banyak salaful-ummah yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan sempit dalam ayat di atas adalah azab kubur. Dan mereka menjadikan ayat ini sebagai salah satu dalil tentang adanya siksa kubur. Karena itulah Allah SWT berfirman,

"Dan Kami akan menghimpunkannya pada hah kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia. 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu pula pada had ini kamu pun dilupakan." (Thaahaa:

124-126)

Artinya, ia akan dibiarkan menerima azab sebagaimana ia telah meninggalkan dan tidak menunaikan ayat-ayat-Nya. Selanjutnya Allah SWT menyebutkan siksa alam barzakh dan siksa di neraka Jahanam. Dan padanan ayat di atas adalah firman Allah SWT tentang azab-Nya kepada Fir'aun,

"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang." (Ghaafir: 46)

Yang dimaksud dalam ayat di atas adalah dalam azab barzakh. Kemudian Allah SWT melanjutkan firman-Nya,

"Dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), 'Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.'" (Ghaafir: 46)

Ini adalah pada hari kiamat. Di antara padanannya juga adalah,

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluarlah nyawamul' Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya." (al-An'aam: 93)

Jadi yang dimaksud dengan perkataan malaikat "Hari ini kamu disiksa dengan

azab yang menghinakan " dalam ayat di atas adalah azab alam barzakh yang dimulai

dengan pencabutan nyawa dan kematian. Ayat yang semisalnya juga adalah,

"Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), 'Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar,' (tentulah kamu akan merasa ngeri)."

(al-Anfaal: 50)

Yang dimaksud dengan merasakan siksa dalam ayat ini adalah di alam barzakh, yang diawali dengan kematian. Sedangkan kata-kata malaikat, 'Rasakanlah olehmu

siksa neraka yang membakar,' adalah di-'athaf-kan (dihubungkan) kepada

firman-Nya, "Mereka memukul muka dan belakang mereka." Kalimat ini termasuk ucapan yang obyeknya dihilangkan, karena maksud konteks kalimatnya sudah tersirat, sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat yang sepadan. Adapun kata-kata malaikat tersebut berlangsung pada waktu kematian seseorang.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa al-Barra' bin Azib r.a. menafsirkan firman Allah SWT,

"Allah meneguhkan Oman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat" (Ibrahim: 27)

Menurutnya, ayat ini adalah mengenai siksa kubur. Dan, hadits-hadits tentang siksa kubur sendiri hampir mencapai tingkat mutawatir.

Maksud dari firman Allah dalam surat Thaahaa ayat 124-126 adalah pemberitahuan Allah SWT bahwa barangsiapa yang enggan mengikuti petunjuk -Nya, maka ia akan menjalani kehidupan yang sempit. Di sisi lain, Dia menjamin orang yang selalu mengikutinya akan mendapatkan kehidupan yang baik dan pahala di hari kemudian. Karena itu Allah berfirman,

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa-yang telah mereka kerjakan."

(an-Nahl: 97)

Dalam ayat di atas, Allah SWT memberitakan bahwa orang yang selalu mengkuti petunjuknya dalam segala perilakunya di dunia akan memperoleh kehidupan yang baik dan balasan yang lebih baik di akhirat. Hal ini merupakan kebalikan dari kehidupan yang sempit di dunia dan di alam barzakh, serta keadaan terlupakan nanti di akhirat. Allah SWT berfirman,

"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka membawa petunjuk." (az-Zukhruf: 36-37)

Dalam ayat di atas, Allah SWT memberitahukan bahwa orang yang menjadi korban syetan dan tersesat karenanya, adalah orang yang enggan mengikuti petunjuk yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Maka, Allah SWT menghukum orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya tersebut dengan menentukan satu syetan yang selalu mengikutinya, yang akan selalu menghalanginya dari jalan Tuhan dan jalan kebahagiaan. Sedangkan, orang tersebut mengira bahwa dirinya mendapat petunjuk

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

dari Tuhan-Nya. Ketika hari kiamat tiba, dan kebinasaan serta kerugiannya menjadi nyata ia berkata,

"Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (di hari kiamat) dia berkata, 'Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyrik dan maghrib, maka setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia).'" (az-Zukhruuf: 38)

Setiap orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya, yaitu dzikrullah, maka pada hari kiamat ia akan mengucapkan kata-kata yang disebutkan dalam ayat di atas.

Jika dikatakan, "Apakah anggapan dari seseorang yang tersesat bahwa ia telah mengikuti petunjuk-Nya bisa menjadi alasan baginya untuk dimaafkan dari siksaan?" Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, "Mereka mengira bahwa mereka

itu orang yang mendapat petunjuk."

Maka, jawabannya, "Anggapan semacam ini dan semisalnya tidak bisa menjadi alasan untuk membenarkan kesesatan seseorang, yang kesesatannya itu dikarenakan keengganan mengikuti wahyu yang dibawa Rasul-Nya."

Jika dia mengira bahwa dia mendapat petunjuk, maka pada kenyataannya dia enggan untuk mengikuti penyeru kepada petunjuk itu. Dan apabila dia sesat, maka itu karena keengganan dan keberpalingannya. Adapun ancaman dalam Al-Qur'an hanyalah untuk golongan yang pertama. Sedangkan, bagi golongan yang kedua ini, maka sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengazab seseorang hingga sampai kepadanya risalah dari-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,

"Kami tidak akan menurunkan azab sebelum mengutus seorang rasul."

(al-lsraa:15)

"(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul /fu."(an-Nisaa": 165)

Dan Allah SWT berfirman tentang penghuni neraka,

"Dan Kami tidak menzalimi mereka, tetapi mereka itulah orang-orang yang zalim." (az-Zukhruuf: 76)

Juga dalam firman-Nya,

"Supaya jangan ada orang yang mengatakan, 'Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).' Atau supaya jangan ada yang berkata, 'Kalau Allah member! petunjuk kepadaku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.' Atau supaya jangan ada yang berkata ketika melihat azab/Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik.' (Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

mendustakannya dan kamu menyombongkan dm dan adalah kamu termasuk orang-orang kafir." (az-Zumar: 56-59)

Masih banyak ayat yang menerangkan tentang hal ini. * * *

J. Maksud Kebutaan Pada Hari Kiamat

"Dan Kami mengumpulkan mereka pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan kami dalam keadaan buta, padahal aku dulu (di dunia) dapat melihat." (Thaahaa: 124-125)

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud buta dalam ayat di atas; apakah buta hati atau buta mata? Mereka yang berpendapat bahwa itu adalah buta hati mengambil dalil dari firman Allah SWT,

"Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami." (Maryam: 38)

Dan firman-Nya,

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari hal ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, hingga penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (Qaaf: 22)

"Pada hari mereka melihat malaikat, di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa." (al-Furqaan: 22)

"Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahanam, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'aunul yakin." (at-Takaatsur: 5-7) Ayat-ayat semisalnya yang menegaskan bahwa pada hari kiamat manusia akan melihat dengan mata kepala adalah,

"Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan duduk karena (merasa) hina. Mereka melihat dengan pandangan lesu." (asy-Syuuraa: 45)

"Pada hari mereka didorong ke neraka dengan sekuat-kuatnya. (Dikatakan kepada mereka), 'Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakaanya. Maka apakah ini sihir ataukah kamu tidak melihat?" (ath-Thuur: 13-15)

"Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya." (al-Kahf: 53)

Sedangkan kelompok yang berpendapat bahwa buta yang dimaksud adalah buta mata, mengatakan bahwa susunan kalimat dalam surah Thaahaa ayat 124-125 hanyalah menunjukkan kebutaan mata kepala. Hal ini sebagaimana terlihat dalam kata-kata,

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

"Dia berkata, 'Ya Tuhan mengapa Engkau mengumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dulu melihat?'" (Thaahaa: 125)

Jadi orang tersebut tahu bahwa ketika di dunia ia buta dari kebenaran bukannya buta matanya, sehingga ia mengatakan, "Dan sungguh dulu aku melihat." Lalu bagaimana ketika kata-katanya itu dijawab dengan firman-Nya,

"Demikianlah, karena kamu telah didatangi ayat-ayat kami, lalu kamu melupakannya. Maka, demikian pula hari ini kamu dilupakan." (Thaahaa: 126)

Jawaban ini menunjukkan bahwa kebutaan di akhirat tersebut adalah buta mata. Ini adalah balasan baginya yang setimpal dengan perbuatannya. Yaitu, ketika dia enggan mengikuti apa yang diwahyukan kepada Rasul-Nya dan mata hatinya buta, maka pada hari kiamat Allah SWT membutakan matanya. Allah SWT membiarkannya di dalam siksaan karena dia telah meninggalkan petunjuk-Nya di dunia. Karena itu, Allah membalas kebutaaan hatinya dengan kebutaan matanya pada hari kemudian. Dia membalas keengganannya mengikuti petunjuk dengan membiarkannya tersiksa dalam azab. Ini juga sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya,

"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunju. Dan barangsiapa yang Dia sesatkan, maka sekali-kali dia tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia. Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli." (al-lsraa: 97)

Akan tetapi, kelompok lainnya mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah mereka buta, bisu dan tuli dari petunjuk, bukan buta, bisu, dan tuli yang sesungguhnya. Hal ini juga mereka katakan pada ayat,

"Dan Kami mengumpulkan mereka pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaahaa: 124)

Kelompok ini mengatakan bahwa pada hari kiamat orang-orang tersebut berbicara, mendengar, dan melihat.

Kelompok lainnya lagi berpendapat hahwa kebutaan, kebisuan, dan ketulian tersebut bersifat terbatas tidak mutlak. Artinya, mereka hanya tidak bisa melihat dan mendengar apa yang membahagiakan mereka. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata, "Mereka tidak melihat sesuatu yang dapat menyenangkan mereka."

Ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang tersebut dikumpulkan dalam keadaan buta ketika para malaikat mencabut nyawa mereka dan ketika mereka dikeluarkan dari kehidupan dunia, serta ketika mereka bangkit dari kubur menuju ke padang mahsyar. Baru setelah itu mereka dapat mendengar dan melihat. Pendapat ini diriwayatkan dari Hasan Bashri.

Pendapat lain mengatakan bahwa kebutaan ini terjadi tatakala mereka memasuki

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

neraka dan berada di dalamnya. Pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bicara dicabut dari mereka tatkala Allah SWT berkata kepada mereka,

"Tinggallah dengan hina di dalamnya dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." (al-MiTminuun: 108)

Ketika itu harapan mereka terputus dan akal mereka tidak berfungsi. Menjadilah mereka semua orang buta, bisu, dan tuli. Mereka tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak berbicara. Tidak ada yang terdengar dari mereka kecuali embusan dan tarikan nafas. Pendapat ini dinukil dari Muqatil bin Sulaiman.

Sedangkan yang dimaksud oleh pendapat yang mengatakan bahwa mereka buta dari argumen, adalah bahwa mereka tidak mempunyai argumentasi sama sekali, bukan maksudnya mereka memiliki argumen dan mereka tidak mampu melihatnya. Akan tetapi, yang dimaksud pendapat ini adalah bahwa mereka buta dari petunjuk sebagaimana keadaan mereka di dunia yang buta dari petunjuk tersebut. Pendapat ini dikuatkan dengan alasan bahwa manusia mati sesuai dengan kondisinya ketika hidup, dan akan dibangkitkan sesuai dengan kondisinya ketika mati.

Dari seluruh paparan di atas, maka tampak bahwa pendapat yang benar adalah kebutaan tersebut kebutaan mata kepala. Pasalnya pada hari kiamat orang kafir mengetahui akan kebenaran dan mengakui apa yang dia dustai ketika di dunia. Oleh karena itu, pada hari kiamat orang kafir tersebut tidak buta dari kebenaran.

Adapun al-hasyr (pengumpulan) terkadang yang dimaksud adalah ketika dikumpulkan pada hari kiamat, seperti sabda Rasulullah saw.,

"Sesungguhnya kalian dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan telanjang kaki, telanjang pakaian, dan tidak dikhitan." (HR Bukhari dan Muslim)

Dan firman Allah SWT,

"Dan ingatlah ketika binatang-binatang buas dihimpun." (at-Takwir: 5)

"Dan Kami kumpulkan mereka dan tidak meninggalkan satu pun juga." (al-Kahfi: 47)

Dalam ayat ini, yang dimaksud dengan al-hasyr adalah bahwa mereka dihimpun, dikumpulkan, dan digiring menuju tempat kediaman yang abadi. Bagi orang-orang yang bertakwa, maka mereka dihimpun dan digiring menuju ke surga. Sedangkan orang-orang kafir dikumpulkan dan digiring menuju neraka. Allah SWT berfirman,

"(Ingatlah) hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat." (Maryam: 85)

"(Kepada para malaikat diperintahkan), 'Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.'"

(ash-Shaffaat: 22-23)

Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin

Dalam ayat ini, al-hasyr (pengumpulan) tersebut adalah setelah mereka dikumpulkan di Padang Mahsyar, yaitu ketika mereka dikumpulkan di neraka, karena sebelumnya Allah SWT berfirman,

"Dan mereka berkata, 'Aduhai celakalah kitaV Allah berkata, 'Inilah hah pembalasan. Inilah hah keputusan yang selalu kamu dustakan.'" (ash-Shaffaat: 20-21)

Kemudian Allah SWT berfirman,

"Kepada malaikat diperitahkan, 'Kumpulkanlah orang-orang yangzalim beserta teman sejawat mereka.'" (ash-Shaffaat: 22)

Penghimpunan dalam ayat terakhir ini, adalah penghimpunan yang kedua. Dengan demikian, orang-orang zalim mereka "berada di antara dua al-hasyr (penghimpunan). Pertama, ketika mereka digiring dari kubur menuju Padang Mahsyar. Kedua, dari Padang Mahsyar menuju neraka. Ketika dikumpulkan pertama kali mereka mendengar, melihat, berdebat, dan berbicara. Sedangkan, ketika dikumpulkan kedua kalinya mereka dikumpulkan dan diseret di atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Jadi setiap kondisi mempunyai bentuk penyiksaan yang cocok dan yang sesuai dengan keadilan Tuhan.

Dan ayat-ayat Al-Qur'an saling mendukung satu sama lainnya,

"Seandainya Al-Qur'an ini bukan dari sisi Allah, pasti mereka mendapatkan pertentangan yang banyak." (an-Nisaa: 82)

* * *

ILMU DAN KEMAUAN SERTA PERANNYA

Dalam dokumen Tidak untuk tujuan komersil docx (Halaman 97-106)

Dokumen terkait