• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Manajemen Koping

1. Pengertian Mekanisme Koping

Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya individu dalam menyelesaikan masalah dapat berupa

perubahan cara berfikir (kognitif), perubahan prilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stres yang dihadapi (Keliat, 1999).

Koping dapat didefenisikan melelui respon, menifestasi (tanda dan gejala) dan pernyataan klien dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek baik fisiologi dan psikologi sosial (Keliat, 1999).

Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang menganggu ekuilibrium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan dengan orang lain dengan harapnnya terhadap diri sendiri dengan cara negatif. Munculnya ketergantungan dalam kehidupan mengakibatkan prilaku pemecahan masalah (Mekanisme koping) yang bertujuan untuk meredakan ketegangan tersebut (Suliswati, 2005). 2. Karakteristi mekanisme koping

a. Koping jangka pendek

Karakteristik koping jangka pendek

1) Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis. Misalnya, menonton televisi, kerja keras, olahraga berat (Suliswati, 2005).

2) Aktifitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara, misalnya ikut kegiatan sosial, politikn, agama (Suliswati, 2005).

3) Aktifitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri misalnya aktifitas yang berkopetensi yaitu pencapaian akademik atau olahraga (Suliswati, 2005).

4) Aktifitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, misalnya penyalahgunaan zat (Suliswati, 2005).

b. Jangka Panjang

1) Penutupan identitas merupakan adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi individu

2) Identitas negatif merupakan asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai-nilai dan harapan masyarakat.

3. Sumber Mekanisme Koping

Menurut Folkman dan Lazarus, 1989 dalam Yundahari, 2007 mengidentifikasi ada 6 sumber koping yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stesor.

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan sumber koping yang paling besar, karna seseorang yang menderita sakit akan mengurangi energi atau untuk menghasilkan koping dari orang yg sehat. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting karna dalam usaha mengatasi stres setiap individu dituntut mendarahkan tenaga yang cukup besar (Muhtadin, 2002 dalam Yundahari, 2007).

b. Keyakinan Atau Pandangan Yang Positif

Keyakinan merupakan sumber koping psikososial yang merupakan dasar dari pengharapan dan merupakan sumber kekuatan untuk

bergikir lebih baik dan menghasilkan ide-ide yang cemerlang. Keyakinan individu dihubungkan dengan semua aspek kehidupan termasuk kesehatan dan penyakit (Potter & Perry, 1993 dalam Yundahari, 2007). Ketika tubuh sakit emosi berada diluar kontrol, keyakinan atau sifat ini menjadi sebuah sumber kekuatan untuk beradaptasi terhadap kondisi-kondisi yang dialaminya (Perry & Potter, 1983 dalam Yundahari, 2007).

c. Keterampilan Dan Pemecahan Masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi untuk menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah dan tujuan untuk mengahasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbagkan alternatif tersebut sampai dengan hasil yang diinginkan tercapai, dan pada akhirnya melaksanankan rencana dengan melakukan sesuatu tindakan yang tepat. Perencanaan penyelesaian masalah merupakan salah satu respon koping yang di gunakan oleh wanita (Schmidt, 2006 dalam Yundahari, 2007). d. Dukungan Sosial

Dukungan ini meliputi dukungan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga, saudara, teman dan lingkungan masyarakat (Kuntjoro, 2002 dalam Yundahari, 2007).

e. Sumber materi

Meliputi sumberdaya berupa uang, barang-barang membantu pekerjaan sehari-hari menjaga anak, menyelesaikan pesan, menyediakan trasfortasi, memberikan hadiah atau layanan yang biasanya dapat dibeli oleh individu untuk mengatasi masalah dan memecahkan masalah (Custrono, 1994 dalam Yundahari, 2007). 4. Klasifikasi Mekanisme Koping

a. Mekanisme Koping Adaptif

Penggunaan koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi untuk menghadapi keseimbagan. Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang mendukung fungsi intergarasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan (Suryani & Widyasih, 2008).

Kompromi merupakan tindakan adaptif untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Mekanisme koping adaptif yang lain adalah berbicara dengan orang lain tentang masalah yang di hadapi, berdoa, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan masalah, membuat berbagai alternatif tindakan untuk menguasai situasi, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu (Suryani & Widyasih, 2008).

Kriteria mekanisme koping adaptif

1) Masih mampu mengontrol emosi dan dirinya.

2) Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhataian pada masalah.

3) Dapat menerima dukungan dari orang lain.

Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan belajar untuk mencapai tujuan seperti memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi, latihan yang seimbang, dan aktifitas konstruktif (kecemasan yang di anggap sebagai sinyal peringatan dan individu menerima kecemasan itu untuk di terima sebagai tantangan).

b. Mekanisme Koping Maladaktif

Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme yang menghambat fungsi integrasi, menurunkan otonomi dan cendrung menguasai lingkungan (Stuart & Sundeen, 1995).

Penggunaan mekanisme koping yang maladaptif dapat menimbulkan respon negatif dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan mekanisme verbal. Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan. Prilaku mekanisme koping maladaptif antara lain adalah Prilaku agresi atau menyerang terhadap sasaran suatu objek dapat berupa benda, barang atau orang lain atau bahkan terhadap dirinya sendiri dan prilaku menarik diri, dimana prilaku yang menunjukkan pengasingan dari lingkungan dan orang lain.

Karakteristik mekanisme koping maladaptif : 1) Tidak mampu berfikir apa-apa atau disorientasi, 2) Tidak mampu menyelesaikan masalah.

3) Prilaku cendrung merusak.

Mekanisme koping maladaptif merupakan mekanisme yang menghambat fungsi integrasi dan cendrung menguasai lingkungan.

5. Komponen Dalam Mekanisme Koping

a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah : fokus objektif yang jelas dan presfektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung (Rasmun, 2001).

b. Pengolahan informasi : Suatu pendekatan yang mengharuskan anda mengalihkan persepsi sehingga ancaman dapat di redam. Pengolahan informasi juga meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah (Rasmun, 2001). c. Perubahan prilaku : tindakan yang di pilih secara sadar yang di lakukan

bersama sikap yang positif, dapat meringankan meminimalkan atau menghilangkan stesor (Rasmun, 2001).

d. Resolusi damai : suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi. 6. Bentuk- bentuk Strategi Coping

Lazarus dan Folkman ( 1984) mengklasifikasikan strategi coping yang digunakan menjadi dua, yaitu :

a. Problem focused coping (PFC)

Problem focused coping (PFC) yaitu usaha mengatasi stress dengan cara mengatur atau mengubah masah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya menyebabkan terjadinya tekanan. Problem focused coping ditunjukan dengan mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh dengan stress atau memperluas sumber untuk

mengatasinya. Seseorang cendrung menggunakan metode Problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber dari situasinya dapat diubah. Strategi yang dapat dipakai dalam Problem focused coping antara lain sebagai berikut (Nasir, 2011).

1) Countiousness (kehati-hatian) individu berfikir dan mampu mempertimbangkan beberapa pemecahan masalah serta mengevaluasi strategi-strategi yang pernah dilakukan sebelumnya atau meminta pendapat orang lain.

2) Instrumental action yaitu usaha- usaha langsung individu dalam menemukan soluisi permasalahannya serta menyusun langkah- langkah yang akan dilakukan.

3) Negosiasi : merupakan salah satu tehnik dalam PFC yang diarahkan langsung kepada orang lain atau mengubah pikiran orang lain demi mendapatkan hal yang positif dari situasi yang problematik tersebut.

4) Confrontative coping : usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko.

5) Seeking social support : usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain .

6) Planful problem solving : usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menakan dengan cara yang bertahap dan analitis.

b. Emotion focused coping

Emotion focused coping, yaitu usaha mengatsi stress dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotional focused coping ditunjukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stress. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam emotional focused coping antara lain sebagai berikut.

1) Self-control : usaha mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.

2) Distancing : usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa- apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon.

3) Positive reappraisal : usaha mencarik makna positif dari permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga mengakibatkan hal-hal yang bersifat religus.

4) Accepting responsibility : usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.

5) Escape / avoidance : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan

beralih pada hal lain seperti makanan,minuman, merokok, ataupun menggunakan obat- obatan.

Individu cendrung untuk menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut mereka dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol (Lazarus dan Flokman,1984 dalam Nasir, 2011). Terkadang individu dapat menguunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namaun tidak semua streategi koping pasti di gunakan setiap individu (Taylor, 1991 dalam Nasir, 2011).

7. Faktor- faktor yang mempengaruhi strategi coping

Menurut pendapat pendapat McCrae( 1984) dalam jurnal yang di buat oleh Wyllistik noerma sijingga (2010) menyatakan bahwa perilaku menghadapi tekanan adalah suatu proses yang dinamis ketika individu bebas menentukan bentuk perilaku yang sesuai dengan keadaan diri dan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini member pengertian bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga individu menentukan bentuk perilaku tertentu. Faktor- faktor tersebut adalah :

a. Kepribadian

Carver, dkk ( 1989) dalam jurnal Wyllistik noerma sijingga (2010) menyatakan bahwa mengkarateristik kepribadian berdasarkan tipenya. Tipe A dengan cirri-ciri ambisius, kritis terhadap diri sendiri, tidak sabran, melakukan pekerjaan yang berbeda dalam waktu yang sama, mudah marah dan agresif, akan cendrung menggunakan stategi coping yang berorientasi

emosi (EFC). Sebaliknya seseorang yang berkepribadian tipe B, dengan cirri- cirri suka rileks, tidak terburu-buru, tidak mudah terpancing untuk marah, berbicarabdan bersikap dengan tenang, serta lebih suka untuk memperluas pengalaman hidup, cendrung menggunakan stategi coping yang berorientasi pada masalah ( PFC)

b. Jenis Kelamin

Menurut penelitian yang dilakukan foklman dan Lazarus ( 1985 ) dalam jurnal ditemukan bahwa laki- laki dan perempuan sama-sama menggunakan kedua bentuk Wyllistik noerma sijingga (2010) mnyatakan bahwa coping yaitu EFCdan PEC. Namun menurut pendapat Billings dan Moos (1984) wanita lebih cendrung berorientasi pada emosi sedangkan pria lebih beririentasi pada tugas dalam mengatasi masalah, sehingga wanita diprediksi akan lebih sering menggunakan EFC.

c. Tingkat Pendidikan

Menurut Flokman dan Lazarus ( 1985) dalam jurnal Wyllistik noerma sijingga (2010). dalam penelitianya menyimpulkan bahwa subjek dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cendrung menggunakan PFC dalam mengatasi masalah mereka. Seseorang yang semakin tinggi pendidikan yang semakin tinggi akan semakin tinggi pula kompleksitas kognitifnya, demikian pula sebaliknya, hal ini memiliki efek besar terhadap sikap,konsepsi caraberfikir dan tingkah laku individu yang selanjutnya berpengaruh kepada terhadap strategi copingnya.

Foklman dan Lazarus (1985) dalam jurnal Wyllistik noerma sijingga (2010) yaitu sumber-sumber individu seseorang: pengalaman,persepsi,kemampuan intelektual, kesehatan, kepribadian, pendidikan, dan situasi yang dihadapi sangat menentukan proses penerimaan suatu stimulus yang kemudian dapat dirasakan sebagai tekanan atauancaman.

e. Status sosial

Menurut Westbook( dalam Billing dan Moss,1984) dalam jurnal Wyllistik noerma sijingga (2010) . seseorang dengan situasi ekonomi rendah akan menanpilkan coping yang kurang aktif, kurang realistis, dan lebih fatal atau menempilkan respon menolak, dibandingkan dengan seseorang yang status ekonominya lebih tinggi.

D. Hubungan Mekanisme Koping Dengan Nyeri Persalinan Kala 1 Fase

Dokumen terkait