• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.2 Manajemen Perbankan

2.1.2.3 Manajemen Likuiditas Perbankan

Manajemen likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup utuk memenuhi kewajibanya setiap saat. Tuntutan pekerjaan manajemen likuiditas:

1. Mampu memprediksi kebutuhan dana di waktu mendatang

2. Mencari sumber-sumber dana untuk mencukupi jumlah yang dibutuhkan 3. Penatausahaan dana atau mengawasi arus dana masuk dan keluar

Selanjutnya dalam pengelolaan likuiditas bank ada beberapa risiko yang mungkin timbul. Risiko pendanaan (funding risk), merupakan risiko yang timbul apabila bank tidak cukup dana untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu ada risiko bunga (interest risk), dimana akan muncul berbagai variasi tingkat suku bunga dalam aset maupun liabilitas yang dapat menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Oleh karena itu, pengelolaan likuiditas terutama ditujukan untuk memperkecil risiko yang disebabkan oleh kekurangan dana, sehingga tidak perlu mencari dana dengan suku bunga yang relatif tinggi di

pasar uang atau dengan menjual sebagian asetnya yang mempengaruhi pendapatan bank.

Potensi resiko liquiditas muncul dari ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban mereka saat jatuh tempo. Ini muncul ketika bank tidak dapat menghasilkan uang untuk memenuhi penarikan dana, komitmen kredit atau peningkatan aset. Hal tersebut berasal dari ketidaksesuaian pola aktiva dan kewajiban. Pengukuran dan pengelolaan kebutuhan likuiditas sangat penting bagi pengoperasian yang efektif untuk bank-bank komersial karena hal ini dapat menjadi sebab dan akibat dari risiko likuiditas terutama terkait dengan aset dan kewajiban bank. Bank harus terus memantau posisi likuiditas dalam jangka panjang dan terus menerus setiap hari. Ada dua pendekatan yang berhubungan dengan kedua analisis situasi yaitu (1) Pendekatan Fundamental dan (2) Pendekatan Teknis.

Pendekatan Fundamental: Pendekatan ini digunakan dalam jangka panjang. Dalam pendekatan ini bank mencoba untuk mengelola risiko likuiditas dengan mengendalikan posisi aset-kewajiban. Sebuah cara yang bijaksana untuk mengatasi situasi ini bisa dengan mengatur jatuh tempo aset dan kewajiban atau dengan melakukan diversifikasi dan memperluas sumber-sumber dana.

Pendekatan Teknis: Pendekatan ini berfokus pada posisi kewajiban bank dalam jangka pendek. Likuiditas dalam jangka pendek ini terutama terkait dengan arus kas yang timbul akibat transaksi operasional. Bank harus mengetahui persyaratan dan uang tunai arus kas masuk dan menyesuaikan keduanya untuk memastikan tingkat yang aman untuk posisi likuiditas.

Skenario Manajemen Risiko akan semakin kuat karena liberalisasi, regulasi dan integrasi dengan pasar global. Manajemen risiko akan dilakukan secara proaktif dan kualitas kredit akan meningkat, yang menyebabkan sektor keuangan yang lebih kuat. Masa depan akan melihat perubahan struktural di sektor perbankan ditandai oleh konsolidasi dan perubahan di dalam sektor.

Bank-bank yang lebih kecil tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menahan persaingan yang ketat dari sektor ini. Bank akan berevolusi menjadi penyedia jasa keuangan yang lengkap dan utuh, melayani semua kebutuhan keuangan perekonomian. Arus modal akan meningkat dan melakukan pendirian basis-basis di negara-negara asing merupakan hal yang biasa.

Sistem pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia saat ini mengunakan 2 pendekatan yaitu: 1. metode pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision/CBS,) yaitu pengawasan yang difokuskan kepada kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan kehati-hatian yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini berorientasi pada kondisi bank yang lalu untuk memastikan kondisi bank ke depan akan beroperasi dan dikelola secara baik dan benar. 2. pendekatan pengawasan berdasarkan resiko (risk based supervision/RBS) yaitu pengawasan yang difokuskan kepada resiko-resiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian resiko.

Pendekatan pengawasan berdasarkan resiko mengacu kepada ketentuan Basel (I, II, dan III), merupakan produk kesepakatan dari Basel Committee yang didirikan oleh negara-negara maju yang tergabung dalam G10. Ketentuan Basel

ini merupakan international legislation yang bentuknya adalah model laws, artinya ketentuan Basel tersebut merupakan norma hukum yang meskipun disetujui oleh berbagai negara, tetapi tidak mengikat suatu negara untuk mengadopsi menjadi hukum nasionalnya (Sulistyandari, 2012). Indonesia telah mengadopsi ketentuan Basel I, dan sekarang sedang proses menuntaskan mengadopsi ketentuan Basel II serta persiapan mengadopsi Basel III (Astri Kharina Bangun, 2012).

Basel I merupakan produk Basel Committee yang diterbitkan pada tahun 1988 yang disebut dengan International Convergence of Capital Measurement and Capital Standard (Capital Accord 1988). Inti dari Basel I merupakan upaya untuk memperkuat permodalan bank di masing-masing negara, sehingga modal bank dinilai cukup kuat memikul potensi kerugian sebagai resiko atas pemberian kreditnya.

Basel II merupakan pembaruan dan penyempurnaan Basel I, yang dinamakan The New Basel Capital Accord (Basel Accord II), yang diterbitkan pada tahun 2001. Konsep dan prinsipnya dilandasi pemikiran akan perlunya fleksibilitas dan sensitivitas terhadap risiko. Tujuan Basel Accord II ada 5 (lima), yaitu : 1) Melanjutkan upaya peningkatan keamanan dan kesehatan system finansial; 2) Melanjutkan upaya untuk lebih meningkatkan keseimbangan kompetitif dalam percaturan aktivitas perbankan internasional; 3) Memberikan landasan (Constitute) yang lebih komprehensif dalam mendudukan dan menilai (Addresing) berbagai risiko perbankan; 4) Memberikan pedoman yang mengandung pendekatan terhadap kecukupan modal bank yang lebih tepat dari

segi sensitivitas terhadap tingkat risiko yang melekat dalam posisi dan kegiatan bank; 5) Memfokuskan kepada bank-bank yang aktif di tingkat internasional, walaupun dari segi prinsip yang melandasinya harus cocok pula untuk diterapkan di bank-bank yang kompleksitas dan kecanggihannya bervariasi.

Basel III diterbitkan pada tahun 2010 yang dinamakan Global Regulatory Framework for More Resilient Banks and Banking Systems. Basel III ini akan diterapkan mulai tahun 2013 – 2019. Secara prinsip Basel III bertujuan untuk mengatasi masalah perbankan antara lain: meningkatkan kemampuan sektor perbankan untuk menyerap potensi risiko kerugian akibat krisis keuangan dan ekonomi serta mencegah menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi; meningkatkan kualitas manajemen risiko, governance, transparansi; dan memberikan resolusi terbaik bagi systemically important cross border banking. Melalui Basel III diharapkan dapat diperkuat sisi pengaturan microprudential untuk meningkatkan kesehatan dan daya tahan individual bank dalam menghadapi krisis.

Selain itu penerapan Basel III sebaiknya tetap menggunakan metode pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision/CBS,), sehingga BI tetap mempunyai kewenangan memberikan sanksi kepada bank yang melanggar pengaturan macroprudential khususnya yang berkaitan dengan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelacaran sistem pembayaran. Dengan menggunakan 2 metode pendekatan dalam pengawasan tersebut diharapkan tujuan penerapan Basel III di Indonesia dapat terwujud.

Dokumen terkait