• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen penyelenggaraan P2KP di luar kapasitas para pelakunya

PENGALAMAN KASUS PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)

4. Manajemen penyelenggaraan P2KP di luar kapasitas para pelakunya

Sebagian besar pemanfaat P2KP menyatakan bahwa mereka sedikit sekali mendapat pelayanan konsultasi dari KMW (terutama tenaga ahli KMW), bahkan sejumlah kelompok menyatakan bahwa KMW hanya sekali saja datang ke kelurahan (itu pun dalam kaitan pencairan dana saja). Sangat disadari bahwa secara kalkulasi sederhana saja KMW tidak mungkin melayani proses konsultasi untuk cakupan jumlah BKM apalagi KSM yang begitu besar. Sejarah membuktikan tidak ada satu lembaga pun di Indonesia ini (meskipun dia adalah lembaga yang sudah berpengalaman dalam pendampingan masyarakat) yang sukses menjalankan program pengembangan komunitas (community development) secara massal. Justru pada umumnya pengalaman sukses hanya dijumpai pada lembaga-lembaga dengan jumlah personel kecil sampai sedang dan dengan kualifikasi tenaga ahli yanJ ³ELDVD-ELDVD´ VDMD QDPXQ PHPLOLNL

kemampuan mobilisasi sumber daya dan intensitas pendampingan yang intensif. Kelemahan Utama P2KP Terjadi pada Proses Sosialisasinya

Dari berbagai persoalan yang dipantau dan ditelusuri melalui proses-proses yang terjadi di balik semua itu, dapat disimpulkan bahwa kelemahan P2KP tahap-I yang utama ternyata terjadi pada proses sosialisasinya. Proses sosialisasi lebih banyak dipahami hanya sebatas penyebarluasan informasi proyek saja oleh para penyelenggaranya, bukan sebagai suatu proses internalisasi sosial atau penyadaran masyarakat terhadap visi dan misi P2KP dalam meningkatkan kapasitas keswadayaan masyarakat dalam mengelola potensi yang ada untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya secara mandiri dan berkelanjutan. Dengan kata lain, tidak terjadi suatu transformasi nilai dan norma P2KP secara baik kepada para pelaku penyelenggaraan proyek maupun kepada masyarakat luas.

Ekses langsung yang sering terjadi di P2KP pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh pemahaman konsep P2KP yang tidak utuh karena proses sosialisasi yang lemah. Ekses persoalan-persoalan yang sering terjadi antara lain: (1) Menafsirkan dan menyikapi Panduan P2KP seperti

³.LWDE6XFL´3HQ\LPSDQJDQIXQJVL%.0GDULSHQHQWu kebijakan menjadi eksekutor kegiatan, dan

dominasi peran dari para pengurusnya; (3) Penyimpangan penggunaan dana.

Membangun institusi lokal di masyarakat yang mandiri, peduli terhadap persoalan-persoalan kemiskinan, dan berkelanjutan, mestinya menjadi fokus utama pencapaian hasil P2KP. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa semua upaya yang dilakukan dalam rangka membangun

LQVWLWXVL GL PDV\DUDNDW DGDODK PDVDODK ³dealing with people.´ $UWLQ\D PHPbangun

hubungan-hubungan (relasi) berdasarkan nilai, asas, dan prinsip P2KP di masyarakat adalah fondasi keberhasilan P2KP itu sendiri. Ini yang kemudian kita kenal dengan istilah membangun social capital. Suatu prakondisi yang perlu dicapai adalah kesamaan visi terhadap penanggulangan kemiskinan, pemahaman konsepsi P2KP sebagai suatu strategi untuk menyentuh akar persoalan/permasalahan mendasar isu kemiskinan, daripada sekadar meningkatkan pendapatan keluarga. Semua pelaku

8

P2KP harus mampu mendefinisikan secara jelas dan terpadu visi dan hasil-hasil yang ingin dicapai

DJDUPDPSXPHPEHQWXNGDQPHQJDUDKNDQVHPXDQ\DSDGDVXDWX³kolaborasi´GLPDVDPHQGDWDQJ

GDQPHQMDGLVXDWXJHUDNDQ³anti kemiskinan´GLPDV\DUDNDW

Untuk itu diperlukan suatu reposisi fasilitasi P2KP: dari institusi proyek menuju institusi masyarakat

GHPL PHPEDQJXQ LQWL JHUDNDQ PDV\DUDNDW ³anti kemiskinan.´ 6HODQMXWQ\D SHUVRDODQ NULWLV 3.3

adalah menggeser kerangka kerja:

1. 'DUL³UDQJVDQJDQPDVDODK´PHQMDGL³UDQJVDQJDQYLVL´

2. 'DUL ³WDQJJXQg jawab dan peran-SHUDQ \DQJ FDPSXU DGXN´ PHQMDGL ³KXEXQJDQ-hubungan kerja

WHUWHQWX´

3. 'DUL³GRURQJDQNHJLDWDQ´PHQMDGL³KDVLO\DQJWHUIRNXV´

Fakta yang dapat dilihat saat ini adalah: telah ada social capital di masyarakat berupa semangat untuk maju dan mandiri, telah tersalurkannya sejumlah dana di masyarakat dengan jumlah yang cukup besar, serta telah berhasilnya masyarakat mengelola pengguliran dana, meskipun disadari bahwa institusi lokal di masyarakat masih lemah dan kapasitas manajemen penyelenggaraan proyek masih di luar kemampuan pelaku-pelakunya. Selanjutnya apa yang harus dilakukan adalah:

PHQJJHUDNNDQ³learning community.´

Catatan Penutup: Menuju P2KP Tahap-2

P2KP tahap-2 merupakan pengembangan dari P2KP tahap-I dengan memperluas orientasi dari

³JHUDNDQ NRPXQLWDV´ PHQMDGL ³JHUDNDQ EHUVDPD´ GDODP XSD\D SHQDQJJXODQJDQ NHPLVNLQDQ VHFDUD EHUNHODQMXWDQ µ*HUDNDQ EHUVDPD¶ KDQ\D GDSDW GLFDSDL DSDELOD DGD XSD\D SHQJXDWDQ SHUDQ

masing-masing pelaku sesuai proporsinya, (2) ada kontribusi peran pemerintah serta kelompok ahli dalam rangka mendukung pemampuan peran dan keberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, serta (3) terjadi sinergi kebersamaan berlandaskan kepentingan yang sama, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Visinya adalah masyarakat mampu menjalin sinergi dengan pemerintah dan kelompok pemeduli setempat dan mampu menanggulangi kemiskinan secara mandiri, efektif, dan berkelanjutan. Dan misi P2KP adalah: memberdayakan masyarakat, utamanya masyarakat miskin yang didukung dengan gerakan sinergi perangkat pemerintah dan kelompok pemeduli ahli setempat, dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang dihadapi masyarakat

Nilai-nilai yang harus dikembangkan serta dijunjung tinggi adalah kejujuran dan dapat dipercaya, menghargai bekerja bersama dengan ikhlas dan dalam keragaman, serta selalu mengutamakan keadilan dan kesetaraan.

Strategi umum yang akan dikembangkan adalah:

a. Meningkatkan kapasitas masyarakat kelurahan penerima untuk mampu membangun kelembagaan dan organisasi yang berakar di masyarakat.

b. Penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat (bantuan langsung masyarakat) yang dikelola oleh organisasi masyarakat secara transparan untuk membiayai kegiatan penanggulangan kemiskinan.

c. Penyediaan dana PAKET yang akan dikelola oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.

d. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan para pemeduli (stakeholders) untuk mampu bekerja sama dengan masyarakat.

Komponen pengembangan masyarakat berbentuk intervensi dalam rangka pemberdayaan masyarakat kelurahan penerima proyek. Mencakup serangkaian kegiatan dari mulai membangun kesadaran kritis masyarakat, pengorganisasian masyarakat sampai dengan penyusunan program jangka menengah penanggulangan kemiskinan dari, oleh, dan untuk masyarakat dan upaya nyata yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakat miskin.

Tiga hasil utama yang harus terjadi dalam kegiatan komponen ini, yaitu:

1. Masyarakat sadar akan kondisi yang dihadapinya dan peluang yang di-tawarkan P2KP.

2. Masyarakat mampu memanfaatkan dan mengendalikan secara efektif berbagai peluang yang ditawarkan P2KP yang diwujudkan dalam bentuk perencanaan PJM Pronangkis, program tahunan dan rencana/usulan kegiatan KSM, dan kegiatan-kegiatan evaluatif sebagai kontrol sosial.

9

3. Terbentuknya masyarakat yang berorganisasi yang mampu memilih kepemimpinan kolektif secara demokratis, transparan, tanggung gugat, dan berakar kepada masyarakat dalam suatu lembaga yang secara generik disebut Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).

Komponen dana BLM diadakan dengan tujuan utama membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber daya kapital yang dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk penanggulangan kemiskinan yang jenisnya dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat melalui suatu rembug warga.

'DQD %/0 EHUVLIDW GDQD ³ZDNDI´ GDUL SHPHULQWDK NH PDV\DUDNDW NHOXrahan penerima, yang

pengelolaannya dipercayakan ke organisasi masyarakat yang dibentuk secarademokratis, transparan, dan bertanggung gugat ke masyarakat (BKM). Artinya, semua warga berkewajiban menjaga kelestarian dana P2KP ini. Proses-proses penguatan kelembagaan masyarakat lokal menjadi bagian penting pembentukan BKM, dan bukan semata-mata sebagai alat penyaluran dana saja.

Komponen Dana PAKET merupakan dana yang dialokasikan ke pemerintah daerah atau pemerintah kota/kabupaten yang menerima proyek P2KP. Dana PAKET ini hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan yang direncanakan secara partisipatif antara pemerintah daerah dan masyarakat. Dana Paket ini akan dialokasikan tiap tahun selama 3 tahun berturut-turut.

Kelembagaan masyarakat tidak saja dikembangkan di tingkat kelurahan namun dirangsang untuk tumbuh dan berkembang pula hingga tingkat kota/kabupaten, melalui Forum BKM, Forum Komunikasi Penanggulangan Kemiskinan, dan Komite PAKET (Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu).

Meskipun tidak dirancang dalam konsep proyek, pengalaman P2KP tahap-I di beberapa kota ternyata inisiatif/prakarsa masyarakat sendiri telah berhasil membangun Organisasi Masyarakat Warga (Civil Society Organization) yang kemudian berperan menjadi mitra setara dengan pemerintah daerah setempat dalam penentuan kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan persoalan penanggulangan kemiskinan.

Daftar Rujukan

Sekretariat P2KP Pusat. Desember 1999. Manual Proyek P2KP, Buku Satu: Pedoman Umum - dan Buku Dua: Petunjuk Teknis.

Tim Monitoring dan Evaluasi Independen ± Jaringan Kerja AKPPI. April 2001. Laporan Monitoring dan Evaluasi P2KP tahap-I.

Sonny Kusuma. November 2001. Titik Tolak Training-UPP2 (working paper terbatas Tim Persiapan UPP2).

---. Januari 2002. Value Based Training, (working paper terbatas Tim Persiapan UPP2).

Tim Persiapan UPP2. Maret 2002. Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan: Bersama Membangun Kemandirian (Booklet P2KP-2),.

Dokumen terkait