• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

C. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia merupakan gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya cukup potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan dirinya. Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, daya dan karya. Semua potensi sumber daya manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.

Menurut Kiggundu (dalam Gomes, 2003: 4) tentang manajemen sumber daya manusia adalah pengembangan dan pemanfaatan personil (karyawan) bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat, nasional, dan international. Sedangkan, menurut Handoko (dalam Gomes, 2003: 6) manajemen sumber daya manusia dalam ruang lingkup mikro adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, perusahaan dan masyarakat.

Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut Werther dan Keith Davis (dalam Ndraha, 1999: 9) adalah ”The people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goals”. Manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan agar sumber daya manusia dalam organisasi dapat digunakan secara efektif untuk mencapai berbagai tujuan.

D. Karakteristik Pekerjaan

Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Manusia bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan mereka berharap bahwa dengan aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawa suatu keadaan yang lebih memuasakan dari pada keadaan sebelum mereka bekerja.

Organisasi merupakan tempat berbagai jenis pekerjaan berada, semakin besar suatu organisasi maka semakin kompleks pula jenis pekerjaan yang ada. Dalam organisasi inilah terjadi interaksi antara karyawan dengan pekerjaan. Fungsi pekerjaan adalah untuk memenuhi kebutuhan organisai maupun kebutuhan karyawan, sehingga perlu didesain untuk memenuhi kebutuhan karyawan, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja.

Berbagai pekerjaan yang ada ternyata memiliki jenis dan sifat yang berbeda. Namun setiap pekerjaan mempunyai dimensi inti yang merupakan ciri kesamaan dari berbagai pekerjaan tersebut. Dimensi inti dari pekerjaan yang dimaksud adalah karakteristik pekerjaan. Hackman dan Oldham (dalam

Kreitner dan Kinici, 2005: 264) berpendapat. bahwa organisasi yang memiliki kebutuhan untuk berkembang yang tinggi akan lebih responsif terhadap pekerjaan dengan karakteristik pekerjaan tertentu.

Menurut Hackman dan Oldham (dalam Kreitner dan Kinici, 2005: 266) setiap pekerjaan dapat dideskripsikan dalam lima inti yang disebut model karakteristik pekerjaan. Berikut ini merupakan deskripsi lima dimensi inti yang merupakan model karakteristik pekerjaan:

1. Keragaman ketrampilan (variasi)

Keragaman ketrampilan adalah tingkat sejauh mana pekerjaan itu memerlukan seorang pekerja yang mampu melakukan berbagai tugas yang mengharuskannya menggunakan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan. Banyaknya keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan suatu pekerjaan itu. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan dan display yang berbeda.

2. Identitas tugas

Identitas tugas adalah tingkat sejauh mana pekerjaan itu mengharuskan seorang pekerja untuk melaksanakan seluruh pekerjaan secara lengkap yang dapat diidentifikasi. Dengan kata lain sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu

kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan catatan konsumen sendiri. Misalnya, karyawan diberi tugas untuk mencari kriteria seperti apa yang pelanggan inginkan. Tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan.

3. Signifikansi tugas

Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.

4. Otonomi

Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk diberi tugas untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.

5. Umpan balik

Tingkat kinerja kegiatan kerja dalam memperoleh informasi tentang keefektifan kegiatannya. Dimana seorang individu menerima informasi secara langsung dan jelas mengenai seberapa efektif ia melakasanakan pekerjaan. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian lain, mengenai barang yang dijual.

Adapun berikut ini merupakan gambar model karakteristik pekerjaan yang menjelaskan dimensi inti dari karakteristik pekerjaan yang dikemukakan oleh Hackman dan Oldham (dalam Kreitner dan Kinici, 2005: 266):

Gambar II.1

Menurut teori Hackman dan Oldham (dalam Kreitner dan Kinici, 2005: 265) dari kelima dimensi inti tersebut dapat menimbulkan tiga keadan psikologis yaitu:

1. Pengakuan memberi arti, yaitu individu harus merasakan pekerjaannya berarti atau penting dengan suatu sistem nilai yang diterima.

2. Pengalaman bertanggungjawab, yaitu individu harus yakin bahwa secara pribadi dirinya dapat diperhitungkan untuk dari usaha yang dilakukanya. 3. Pengetahuan tentang hasil kerja, yaitu individu harus mampu menentukan,

pada suatu dasar yang cukup teratur, apakah hasil dari pekerjaanya memuaskan atau tidak.

Keadaan psikologis ini memunculkan motivasi kerja internal, yang selanjutnya keadaan ini mendorong kepuasan kerja dan ketekunan karena akan memperkuat diri, sehingga kinerja perusahaan dapat optimal. Motivasi kerja internal adalah keadan dimana individu dalam bekerja dimotivasi oleh pekerjaan itu sendiri, bukan oleh faktor-faktor eksternal seperti gaji, pengawasan, dan sebagainya. Ketekunan akan pelaksanaan kerja yang berarti atau bermakna bagi individu akan menciptakan hasil kerja yang baik serta sedikit kesalahan.

Menurut Siagian (1993: 295) banyak faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam menganalisis kerja seseorang, misalnya, sifat pekerjaan seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, dan karyawan

memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya maka yang bersangkutan akan merasa puas.

Wijono (2002: 7) menyebutkan ada lima aspek dalam karakteristik pekerjaan yaitu:

1. Keragaman keterampilan (Skill Variety). Ini adalah tingkat dimana seorang karyawan menggunakan berbagai ketrampilan dan berbagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Pekerjaan yang mempunyai keragaman tinggi ini membuat karyawan menggunakan beberapa ketrampilan dan bakat untuk menyelesaikan tugas tersebut.

2. Kejelasan tugas (Task Identity). Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas.

3. Kepentingan tugas (Task Significance) yaitu Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.

4. Otonomi (Autonomy), yaitu tingkat atau keadaan suatu pekerjaan itu memberi kebebasan kepada karyawan untuk dapat merancang dan memprogramkan aktivitas kerjaannya sendiri. Pekerjaan yang otonomi

membutuhkan karyawan menggunakan kemampuan dan kebijaksanaannya untuk dapat menentukan strategi dalam malaksanakan pekerjaan.

5. Umpan balik (Feed Back), yaitu tingkat dimana karyawan mendapatkan umpan balik dari pengetahuan mengenai hasil dari pekerjaannya. Informasi yang diperoleh itu dapat memberi gambaran kepada karyawan itu sendiri baik pada karyawan yang manunjukkan prestasi yang tinggi maupun yang rendah.

Ketiga dimensi pertama menjadi bagian yang akan mempengaruhi kondisi kritis psikologis yaitu jika ketiganya ada dalam satu pekerjaan maka karyawan yang memangku pekerjaan tersebut akan memandang bahwa bekerja merupakan suatu hal yang penting, berharga dan ada gunanya untuk dikerjakan. Otonomi memberi pengaruh pada kondisi kritis psikologis yaitu karyawan yang memangku pekerjaan tersebut mempunyai perasaan tanggung jawab pribadi terhadap hasil kerjanya. Umpan balik akan memberikan pengaruh kondisi kritis psikologis ini akan membawa dampak pada hasil pribadi dan kerja karyawan, antara lain motivasi kerja tinggi, kinerja yang tinggi, kepuasan, serta tingkat keluar karyawan yang rendah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek karakteristik pekerjaan meliputi, variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, umpan balik.

E. Kegunaan Karakteristik Pekerjaan

Penelitian karakteristik pekerjaan banyak dilakukan dalam bidang psikologi industri, karena sangat besar pengaruhnya dalam perilaku kerja dan selanjutnya akan mempengaruhi proses organisasi secara keseluruhan. Pendekatan melalui model karakteristik pekerjaan merupakan usaha untuk mengetahui motivasi kerja dan kepuasan kerja dapat ditingkatkan dengan cara mengadakan perencanaan kembali terhadap pekerjaan (redesign) dengan mengambil bahan dari hasil pendekatan terhadap model karakteristik pekerjaan tersebut. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sangat penting adanya usaha pengayaan sifat tugas dalam meningkatkan motivasi kerja.

Mangkunegara (2000: 74) mengemukakan kegunaan karakteristik pekerjaan dalam sebuah perusahaan antara lain yaitu :

1. Memberi deskripsi kepada semua karyawan mengenai jenis-jenis pekerjaan dan tugas-tugas yang dapat mengefektifitaskan pekerjaan yang harus dilakukan.

2. Mempermudah bagi perusahaan memberikan job description bagi masing-masing karyawan sehingga dapat memilih karyawan yang benar-benar sesuai dengan keahliannya.

3. Memotivasi kerja karyawan untuk lebih produktif, merangsang karyawan untuk berkompetisi secara positif dalam lingkungan kerjanya, dan menimbulkan iklim organisasi yang mendukung produktivitas kerja karyawan, karena dalam karakteristik pekerjaan terdapat target-target yang harus dicapai karyawan.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan kegunaan karakteristik pekerjaan yaitu memberi deskripsi pekerjaan bagi karyawan, mempermudah perusahaan membuat job description, memotivasi karyawan untuk lebih meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi kerja, yang pada akhirnya akan mendukung efektivitas organisasi secara keseluruhan.

F. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan hal yang penting yang dimiliki karyawan di dalam bekerja. Setiap karyawan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka tingkat kepuasan kerjanya berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya kepuasan kerja tersebut dapat memberikan dampak yang tidak sama. Kepuasan kerja yang tinggi sangat memungkinkan untuk mendorong terwujudnya tujuan perusahaan. Sementara kepuasan kerja yang rendah merupakan ancaman yang akan membawa kehancuran bagi perusahaan.

Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dan menyenangkan yang diperoleh dari hasil kerja seseorang. Menurut Wekley dan Yuki (dalam Mangkunegara, 2000: 117) tentang kepuasan kerja adalah sebagai karyawan merasakan dirinya atas pekerjaannya. Sementara menurut Tiffin (dalam Anoraga, 1992: 82) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dan sesama karyawan. Sedangkan menurut Blum (dalam Anoraga, 1992: 82) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap

umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja.

Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak menyukainya. Kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Menurut Hadi (dalam Anoraga, 1992: 82) menyatakan bahwa kepuasan kerja pada dasarnya adalah "security feeling" atau rasa aman dan mempunyai segi-segi:

1. Segi sosial ekonomi yang meliputi gaji dan jaminan social.

2. Segi sosial psikologi meliputi: kesempatan untuk maju, kesempatan untuk mendapatkan penghargaan, hubungan antara karyawan dengan karyawan dan karyawan dengan atasannya.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan seorang karyawan terhadap pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai persepsi ataupun hasil penilaian seorang karyawan terhadap pekerjannya. Perasaan

seorang karyawan terhadap pekerjaan sesunguhnya sekaligus merupakan pencerminan dari sikapnya terhadap pekerjaan

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut teori kepuasan Herzberg (dalam Suwarto, 1999: 85) ada dua kesimpulan mengenai kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu kondisi ekstrinsik dan kondisi intrinsik. Berikut ini penjelasan untuk setiap kondisi tersebut:

a. Serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu kondisi kerja ekstrinsik seperti upah dan kondisi kerja yang bersifat ekstern terhadap pekerjaan seperti jaminan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antar pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan bawahan.

b. Serangkaian kondisi intrinsik yaitu kondisi kerja intrinsik seperti tantangan pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, dan kondisi yang terbentuk dari pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari serangkaian kondisi intrinsik disebut pemuas yang meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang.

Lima faktor penting yang berhubungan dengan kepuasan kerja adalah sebagai berikut (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005: 225):

a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)

Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kabutuhannya.

b. Perbedaan (Discrepancies)

Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.

c. Pencapaian nilai (Value attainment)

Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang penting memberikan pemenuhan nilai kerja individual.

d. Keadilan (Equity)

Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

e. Komponen genetik (Genetic components)

Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disaming karakteristik lingkungan pekerjaan.

Model dari Kepuasan Bidang / Bagian (Facet Satisfaction), menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja tenaga kerja, Lawler memberikan nilai bobot kepada setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, ia kemudian mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot ke dalam satu skor total.

Dari berbagai pendapat di atas dapat dirangkum mengenai faktor- faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:

a. Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi: minat; ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan

b. Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi social, baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji atau upah, jaminan sosial, macam-macam tunjangan,fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya. (dalam As’ad, 1999: 115-116).

2. Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Wexley dan Yukl (dalam As'ad, 2004: 105) adalah sebagai berikut

a. Teori Kesenjangan (Discrepancy Theory)

Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan tergantung pada perbedaan antara outcome yaitu reward yang diterima oleh seseorang dengan

reward yang diterima oleh orang lain untuk pekerjaan yang setingkat. Semakin besar perbedaan tersebut, maka berkurang kepuasan seseorang.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan bergantung pada rasa adil. Sementara itu rasa adil bergantung pada persepsi seseorang terhadap keseimbangan antara input (effort, jeri payah) dengan outcome (reward, imbalan) yang diterimanya. Semakin seimbang antara input dengan outcome, semakin adil persepsi seseorang terhadap kepuasan kerjanya.

c. Teori kepuasan dan ketidakpuasan (Two Factor Theory)

Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu

motivators dan hygiene factors.

Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau

maintainance factors.

Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivator.

3. Aspek-aspek Kepuasan Kerja

Terdapat beberapa aspek dari kepuasan kerja. Diharapkan dengan memahami dan mengerti aspek tersebut, karyawan dalam menjalankan tugas serta segala sesuatu yang terdapat disekitar lingkungan kerja termasuk teman dan atasan serta kesempatan berkarir hingga masalah upah, karyawan dapat dengan segera menyesuaikan apa yang harus dilakukan. Dengan itu semua karyawan akan merasa nyaman dan berarti dalam bekerja.

Berikut lima aspek-aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu: a. Pekerjaan itu sendiri (Work it selft), setiap pekerjaan memerlikan suatu

keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.

b. Atasan (Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.

c. Teman sekerja (workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.

d. Promosi (Promotion), Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.

e. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor yang pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.

G. Penelitian Sebelumnya

Paulina Pipit Yunika., 2005. Analisis Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dengan Kepuasan Kerja Karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dengan kepuasan kerja karyawan. Karakteristik pekerjaan yang dimaksud adalah keragaman keterampilan,

identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik. Studi kasus dilakukan terhadap karyawan Departemen Instalasi pabrik gula dan pabrik spiritus Madukismo.

Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Populasi dari penelitian ini adalah Karyawan Departemen Instlalasi pabrik gula dan spiritus Madukismo. Sampel yang diteliti sebanyak 135 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah Propotionate Stratifield Random Sampling. Uji Validitas menggunakan teknik Korelasi

Pearson’s Product Moment dan Uji Reliabilitas menggunakan rumus

Cronbach’s Alpha. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik koefisien product moment dari Pearson, koefisien korelasi berganda, Uji t dan Uji F pada taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian menujukkan bahwa keragaman keterampilan, identitas tugas, dan signifikansi tugas mempunyai hubungan yang kuat dan positif dengan kepuasan kerja. Sedangkan otonomi dan umpan balik mempunyai hubungan yang cukup kuat dan positif dengan kepuasan kerja.

Dokumen terkait